Pendidikan
Nasional dan Adopsi ASEAN Curriculum
Enggar Furi Herdianto ; Dosen Prodi HI Universitas Islam
Indonesia
|
MEDIA
INDONESIA, 04 Mei 2017
PROSES
integrasi kawasan ASEAN ialah proses yang tidak dapat diubah (irreversible).
Integrasi di berbagai bidang mau tidak mau mensyaratkan pemahaman yang cukup
mendalam terhadap unifikasi tersebut guna memanfaatkannya secara maksimal.
Namun, kesadaran akan proses integrasi inilah yang menjadi momok bagi
Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak menyadari proses
tersebut, atau bahkan tidak tahu tentang keberadaannya. Dengan melihat
kondisi itu, salah satu jalan utama untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
dan meningkatkan pemanfaatan skema integrasi kawasan ini ialah melalui
pendidikan. Namun, siapkah sistem pendidikan Indonesia untuk meningkatkan
pemahaman generasi muda terhadap proses regionalisasi yang telah berjalan
ini?
Proses
integrasi ASEAN sebenarnya bukanlah hal baru. Upaya pengintegrasian bahkan
telah jauh dicanangkan melalui persetujuan bersama negara ASEAN untuk
merumuskan ASEAN Free Trade Area pada 1992, yang akhirnya mulai
direalisasikan pada 2000. Begitu pula dengan kesepakatan ASEAN Vision 2020
yang disepakati pada 1997 untuk mengintegrasikan ASEAN lebih mendalam, yang
menjadi embrio pembentukan ASEAN Community yang telah dijalankan sejak akhir
2015 lalu. Integrasi di bawah ASEAN Community merupakan upaya integrasi
kawasan di tiga pilar utama, yaitu pilar politik-keamanan, pilar ekonomi, dan
pilar sosial-budaya. Di bawah pilar politik-keamanan, kita dapat melihat
kerja sama dan koordinasi antarnegara ASEAN terus meningkat, terutama di
sektor integrasi infrastruktur dan people movement serta peningkatan kerja
sama keamanan, mulai koordinasi keamanan perbatasan hingga koordinasi melawan
terorisme.
Begitu pula
dengan pilar ekonomi, kita dapat melihat implementasi skema perdagangan bebas
kawasan yang terus meningkatkan jumlah perdagangan intrakawasan, yang pada
akhirnya mampu mendorong pengembangan rantai produksi regional. Implementasi
di pilar sosial-budaya juga diharapkan mampu memberikan efek yang cukup
besar, seperti dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, penyempitan jarak
pembangunan antarnegara, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang
integrasi ASEAN (ASEAN Awareness). Walau begitu, ketidaksiapan dalam
menghadapi integrasi ini juga memiliki dampak yang serius. Ketidaktahuan akan
proses unifikasi ini memberikan kerugian akan potensi pengembangan pasar dan
berupa ketidaksiapan dalam menghadapi masuknya persaingan dari negara-negara
tetangga. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan negara tetangga
yang sudah mulai mengekspansikan sayap usaha ke negara kita.
Skema
integrasi kawasan ini pun cenderung lebih banyak dinikmati
perusahaan-perusahaan besar Indonesia karena mereka memiliki persiapan yang
lebih matang di dalam menghadapi ASEAN Community dan lebih siap dalam
memanfaatkan skema tersebut. Berbeda dengan usaha-usaha yang lebih kecil, yang
lebih banyak memfokuskan diri ke pasar nasional ataupun pasar-pasar negara
partner dagang tradisional Indonesia. Di sini, pendidikan merupakan sektor
krusial dalam mendorong peningkatan pemahaman masyarakat, terutama generasi
muda, untuk siap menghadapi ASEAN Community serta siap untuk memaksimalkan
pemanfaatannya. ASEAN telah merumuskan dan meluncurkan skema ASEAN Curriculum
pada 2012 yang berisi panduan pengenalan konsep ASEAN sebagai satu komunitas
tunggal kawasan Asia Tenggara guna membantu tenaga pengajar dalam
memperkenalkan konsep ASEAN kepada siswa-siswa di tingkat pendidikan dasar
dan menengah.
ASEAN
Curriculum bukanlah pengganti kurikulum pendidikan yang telah ada dan
berjalan di setiap negara, melainkan hanya suplemen tambahan untuk membantu
memperkenalkan konsep ASEAN kepada siswa sesuai dengan tingkatan
pendidikannya. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam
mengintegrasikan ASEAN Curriculum ke dalam kurikulum sistem pendidikan
nasionalnya. Di dalam kurikulum pendidikan terakhir atau yang sering disebut
dengan Kurikulum 2013, telah dilakukan pengembangan untuk meningkatkan
penyelarasan pengembangan pendidikan di bidang sikap, pengetahuan, dan
keterampilan siswa. Selain itu, kurikulum ini mulai memperkenalkan strategi
pembelajaran tematik integratif yang tidak lagi mengotak-ngotakkan
pembelajaran berdasar mata pelajaran, tapi lebih menggabungkan berbagai
materi dalam pengajaran di kelas. Pemanfaatan pembelajaran tematik integratif
sendiri memberikan keuntungan bagi proses integrasi ASEAN Curriculum ke dalam
sistem kurikulum pendidikan nasional. Materi-materi pengenalan ASEAN dapat
mulai diperkenalkan melalui pembelajaran IPS atau bahasa, misalnya. Dengan
begitu, guru tidak perlu menyediakan ruang tambahan mata pelajaran khusus
bagi penyampaian materi ini.
Terlepas dari
berbagai perdebatan yang terjadi mengenai pemberlakuan kurikulum 2013 ini,
tidak dapat dimungkiri urgensi untuk mengadaptasikan materi ASEAN Curriculum
ke dalam materi kurikulum yang telah berjalan saat ini. Hal ini diperlukan
agar generasi muda Indonesia semakin sadar akan posisinya yang tidak hanya
sebagai bagian dari Indonesia, tapi juga menjadi bagian dari komunitas
kawasan yang lebih luas. Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian di dalam proses adopsi ASEAN Curriculum ini. Pertama, wawasan
tenaga pengajar mengenai ASEAN perlu ditingkatkan karena selama ini wawasan
pembelajaran nasional cenderung lebih banyak didominasi wawasan level
nasional saja. Para tenaga pengajar perlu mendapatkan pelatihan untuk mengajarkan
level pemahaman regional kepada para siswa untuk dapat membantu siswa lebih
memahami konsep ASEAN.
Kedua,
ketersediaan literatur mengenai ASEAN. Tidak dapat dimungkiri literatur bahan
ajar tentang ASEAN sangatlah terbatas, yang akan menyulitkan tenaga pengajar
untuk meningkatkan pemahaman dirinya maupun pemahaman siswa dalam memahami
konsep regionalisme tersebut. Yang terakhir, willingness pemerintah untuk
mendorong perwujudan adopsi ASEAN Curriculum. Walaupun ASEAN Curriculum
diresmikan di Indonesia pada 2012, bukan berarti secara otomatis pemerintah
Indonesia mendorong implementasinya secara meluas di sistem pendidikan
nasional. Hal ini terbukti dari sosialisasi ASEAN yang hanya sampai tingkat
workshop ataupun seminar, dan tidak ada indikasi pengenalan lebih mendalam,
terutama ke kurikulum pendidikan dasar dan menengah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar