Trump
dan Visi Arab Saudi 2030
Musthafa Abd Rahman ; Wartawan
KOMPAS di Mesir Kairo
|
KOMPAS, 22 Mei 2017
Hanya kalimat fantastis dan historis yang pantas
dialamatkan atas nilai transaksi yang ditandatangani Presiden Amerika Serikat
Donald Trump dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, Sabtu (20/5),
di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Luar biasa, nilai transaksi tersebut mencapai
280 miliar dollar AS atau-jika dirupiahkan-sekitar Rp 3.733 triliun!
Harian Asharq al-Awsat yang terbit di Jeddah dan London
menyebut, transaksi fantastis itu merupakan Visi Kemitraan Strategis Masa
Depan AS-Arab Saudi. Transaksi fantastis itu disebut mencakup kesepakatan
alih teknologi canggih, terutama di bidang teknologi informasi dan militer,
pembangunan infrastruktur, energi, dan jasa keuangan.
Stasiun televisi Al Jazeera juga menyebut, AS-Arab Saudi
menandatangani transaksi kerja sama militer senilai 460 miliar dollar AS.
Dari transaksi itu, 110 miliar dollar AS merupakan transaksi yang sudah
berjalan, sedangkan nilai 350 miliar dollar AS lainnya merupakan transaksi
kerja sama untuk masa 10 tahun mendatang.
Nilai historis transaksi yang ditandatangani Trump-Raja
Salman itu bisa disebut setara dengan kesepakatan historis yang dicapai dalam
pertemuan antara pendiri negara Arab Saudi, Raja Abdulaziz al-Saud, dan
Presiden AS Franklin D Roosevelt di atas kapal perang AS USS Quincy di Laut
Tengah tahun 1945.
Kesepakatan Abdulaziz dan D Roosevelt saat itu berupa
transaksi minyak dengan imbalan keamanan (Oil for Security Formula). Dalam
kesepakatan itu, AS menjamin keamanan Arab Saudi dengan imbalan Arab Saudi
harus menjamin aliran minyak murah ke jaringan industri di AS.
Kesepakatan Abdulaziz dan D Roosevelt tersebut merupakan
titik balik sejarah negara Arab Saudi, karena tidak hanya berandil besar
melanggengkan negara yang didirikan tahun 1932 itu, tetapi juga mengantarkan
negara Arab Saudi meraih kejayaan, seperti yang dicapai saat ini.
Transaksi Trump-Raja Salman tersebut bisa merupakan titik
balik sejarah negara Arab Saudi yang kedua setelah transaksi Abdulaziz dan D
Roosevelt. Sebab, transaksi Trump-Raja Salman itu bisa menjadi amunisi
terbesar dalam mewujudkan Visi Arab Saudi 2030 yang berpijak pada konsep
ekonomi nonmigas.
Faktor ekonomi
Jika melihat nilai transaksi fantastis Trump-Salman itu,
menjadi wajar, bahkan suatu keniscayaan, bahwa Arab Saudi merupakan negara
pertama yang dikunjungi Trump dalam lawatan pertama ke luar negeri sejak
dilantik sebagai presiden AS pada akhir Januari lalu.
Dengan kata lain, latar belakang yang mendorong Trump
memilih Arab Saudi sebagai negara pertama yang dikunjungi bukan semata isu
terorisme, melainkan faktor yang lebih besar, justru mungkin isu ekonomi.
Bisa jadi sudah tercipta kesepahaman tak tertulis
Trump-Raja Salman, berupa jaminan AS atas keamanan Arab Saudi dari ancaman
teroris dan ekspansi Iran, dengan imbalan AS mendapat kue terbesar dari Visi
Arab Saudi 2030.
Visi Arab Saudi 2030 memang merupakan magnet luar biasa
bagi negara-negara berkekuatan ekonomi raksasa, sekelas AS, China, Inggris,
Jerman, dan Jepang.
Negara-negara tersebut akhir-akhir ini terlibat
pertarungan sengit untuk memperebutkan kue Visi Arab Saudi 2030, terutama
porsi saham 5 persen Saudi Aramco, perusahaan minyak terbesar di dunia, yang
5 persen sahamnya akan dilepas melalui penjualan saham perdana (IPO) tahun
depan.
China telah berhasil meraih transaksi raksasa di berbagai
sektor dengan Arab Saudi senilai 65 miliar dollar AS ketika Raja Salman
berkunjung ke Beijing pada Maret lalu. Jika melihat nilai transaksi fantastis
Trump-Raja Salman saat ini, bisa dipastikan AS telah mendapat kue terbesar
dalam proyek ambisius Arab Saudi, yaitu Visi Arab Saudi 2030. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar