Minggu, 21 Mei 2017

Boris Pasternak

Boris Pasternak
Trias Kuncahyono  ;   Wartawan Senior Kompas
                                                          KOMPAS, 21 Mei 2017



                                                           
Peredelkino, Juli 1996. Di desa kecil itu, Peredelkino, Doktor Zhivago, "dilahirkan". Di sebuah dacha (cottage) bertingkat satu (sekarang bercat coklat), di tengah "hutan" pinus, maple, bariozka, birch, yang berjarak 27,3 kilometer sebelah barat-daya Moskwa, Doktor Zhivago lahir dari "rahim" Boris Pasternak, seorang novelis dan penyair kondang Rusia.

Boris Leonidovich Pasternak lahir di Moskwa dari pasangan seniman ternama. Ayahnya, Leonid Pasternak, pelukis dan pembuat ilustrator karya-karya Leo Tolstoy, serta anggota St Petersburg Academy of Arts; ibunya, Rosalia Pasternak, seorang pianis kondang dan guru musik. Pendidikan Pasternak dimulai di Gymnasium Jerman di Moskwa dan dilanjutkan ke Universitas Moskwa. Di bawah pengaruh komposer Scriabin, Pasternak belajar komposisi musik selama enam tahun (1904-1910). Pada tahun 1912, ia meninggalkan dunia musik sebagai panggilan hidupnya. Pasternak masuk Universitas Marburg, Jerman, untuk belajar filsafat. Empat bulan kemudian, ia pergi ke Italia lalu kembali ke Rusia, dan memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada dunia sastra.

Doktor Zhivago dilahirkan ketika kekuatan sensor diberlakukan secara membabi-buta oleh penguasa Moskwa. Ia memulai menulis novel Doktor Zhivago setelah Perang Dunia II, tetapi sampai tahun 1956 belum selesai. Percekcokan nyata antara Pasternak, istrinya, dan kekasihnya menginspirasi cinta segitiga yang menjadi inti novel.

Pasternak berpendapat bahwa karyanya adalah novel roman. Namun, ketika ia mencoba meyakinkan penerbit Soviet untuk menerbitkan novel itu, mereka menolak. Penerbit menganggap novel itu berbau anti-Uni Soviet karena kritiknya yang terang-terangan terhadap kebangkrutan Revolusi Rusia.

Revolusi Rusia, 7 November dan Oktober 1917, menjadi palu godam yang menghancurkan kekuasaan Tsar. Inilah revolusi besar pertama setelah Revolusi Perancis (1789), yang tidak hanya sangat penting dalam sejarah Rusia, yang mentransformasi masyarakat kuno dan mengubah way of life jutaan orang, tetapi juga menjadi katalis dalam perkembangan dunia. Hasil dari Revolusi 1917 adalah hancurnya dua sistem pemerintahan yang berbeda: pertama, aristokratik, dan kemudian liberal (Peter Kenez: 2006).

Akan tetapi, revolusi itu hanya mengubah Rusia dari di bawah kekuasaan Tsar menjadi absolutisme bentuk baru, yakni kepemimpinan Bolshevik atau leaderism (Dmitri Volkogonov: 1998). Di Italia, pada zaman Mussolini, disebut Il Duce, dan di Jerman pada zaman Hitler disebut Der Führer. Selama hampir tujuh dekade, Uni Soviet di bawah kepemimpinan Bolshevik, absolutisme baru, yang dalam bahasa Gorbachev, "Masyarakat kita dicengkeram sistem komando birokratik, sistem birokratik terpimpin. Masyarakat kita harus sepenuhnya mengabdi pada ideol".

Rusia baru (Uni Soviet), yang dimulai Lenin, berkeyakinan bahwa Bolshevik akan berhasil membangun masyarakat baru di Rusia (bahkan di seluruh dunia) lewat revolusi sosialis seperti yang digambarkan Karl Marx: kapitalisme pada akhirnya akan runtuh dan digantikan sosialisme (Mikhail Gorbachev:1995).

Sejarah, ternyata, berkehendak lain. Setelah tujuh dasawarsa mencari jalan ke "tanah terjanji", Uni Soviet harus menyerah tanpa lewat peperangan. Pada 25 Desember 1991, pemimpin ketujuh negeri itu, Mikhail Gorbachev, lewat pidato televisi, mengaku kalah: "Nasib telah menggariskan, ketika saya menjadi kepala negara, nyata sekali bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini. Kita memiliki banyak hal: tanah, minyak, gas, dan sumber alam lainnya, dan Tuhan memberkahi kami dengan bakat dan intelek, tetapi kita hidup jauh lebih buruk dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara industri lain dan jurang semakin melebar. Kita tidak dapat hidup seperti ini. Kita harus melakukan perubahan secara radikal".

Dan kini, 26 tahun kemudian, Rusia di bawah Vladimir Putin bangkit lagi menjadi kekuatan baru yang menusuk Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya Eropa Barat, di pelbagai penjuru dunia. Putin telah menjelma menjadi "tsar" baru yang kekuasaannya tak ada yang menandingi pada saat ini. Banyak yang mencatat, Putin adalah pemimpin yang tegas, berprinsip, keras, tega, memiliki visi, tetapi juga disebut otoritarian. Namun, ia juga disebut sebagai "pahlawan nasional". Kebijakannya mengambil Krimea didukung oleh rakyat Rusia. Para tokoh liberal, seperti Mikhail Gorbachev, termasuk dalam barisan yang memuji langkah yang diambil pemerintah Putin.

Ketegasan dalam mengambil keputusan, kekuatan prinsip, kekerasan sikap, keberaniannya melakukan tindakan terutama terhadap mereka yang tidak sejalan, serta bervisi ke depan perlu dimiliki seorang pemimpin. Putin memiliki semua itu. Bahkan, Putin menerapkan metode Stalin dalam menghadapi lawan-lawannya (Peter C Oleson). Sebagian besar anggota Politbiro ditembak atau dipaksa bunuh diri oleh Stalin. Misalnya, Leon Trotsky dibunuh pada tahun 1940 di Meksiko City; Valerian Kuibyshev, mati tidak diketahui sebabnya pada tahun 1935; Mikhail Tomsky dipaksa bunuh diri pada tahun 1936.

Putin, menurut Christopher Caldwell, menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Mereka ditahan dan dijebloskan ke penjara. Beberapa malahan dibunuh-Anna Politkovskaya (2006), seorang wartawan; Alexander Valterovich Litvinenko, mantan agen rahasia Rusia; aktivis Boris Nemtsov, 2015 (Christopher Caldwell: 2017). Oleson menambahkan, Presiden Polandia pro-Barat, Lech Kaczynski, pengkritik Putin dan 95 orang, banyak di antaranya pemimpin anti-komunis Polandia, tewas dalam kecelakaan pesawat di Bandara Smolensk, Rusia (2010).

Namun, apa pun, Putin telah mengangkat Rusia dari keterpurukan ke tingkat sejajar lagi dengan AS. Bahkan, dalam hal kekuatan militer tidak bisa diremehkan. Rusia telah membuat gentar negara-negara Eropa, misalnya dalam kasus Krimea dan Ukraina. Rusia pun meningkatkan perannya dalam percaturan politik internasional, seperti di Timur Tengah dalam kasus Suriah yang menjadi mandala pertarungan kekuatan besar.

Pada saat ini, kisah Peredelkino, "kampung halaman" Doktor Zhivago, seperti sudah dilupakan. Ia kalah populer dari Putin, yang tidak hanya populer di dalam, tetapi juga di luar negeri. Ia pemimpin yang bersosok. Pemimpin yang tahu apa yang harus dilakukan untuk kebesaran negeri dan bangsanya. Pemimpin yang berani meruntuhkan semua rintangan yang menghalangi jalannya. Karena itu, Boris Pasternak pun tidak lagi dilirik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar