Pendidikan
Multikultural
IB Putera Manuaba ; Guru
Besar Fakultas Ilmu Budaya Unair;
Peneliti Masyarakat Multikultural
|
MEDIA
INDONESIA, 13 Mei 2017
KENISCAYAAN
keberagaman SARA dalam masyarakat kita, sampai saat ini, masih saja dianggap
sebagai sebuah ancaman. Betapa pun sudah banyak upaya yang kita lakukan untuk
meminimalisasi penyalahgunaan SARA dalam masyarakat multikultural,
penyalahgunaan SARA acap kali dijadikan komoditas politik dan alat pemaksa
keinginan oleh kelompok aliran garis keras. Dalam menjaga komitmen NKRI,
keniscayaan keberagaman atau multikultural seharusnya bisa dikelola dengan
baik. Keberagaman dalam masyarakat multikultural mesti bisa diterima sebagai
sebuah potensi kekayaan dalam kesatuan negara bangsa.
Dalam
pandangan HAR Tilaar, kita perlu memiliki sikap multikulturalisme, yakni
sikap bagaimana setiap kelompok bersedia untuk menyatu tanpa merisaukan
keragaman budaya yang dimiliki. Mereka semua melebur sehingga pada akhirnya
ada proses 'hidridisasi' yang meminta setiap individu untuk tak menonjolkan
perbedaan masing-masing. Untuk itu, kita perlu mengoptimalkan pengelolaan
keniscayaan masyarakat multikultural. Optimalisasi ini penting karena kita
hidup dalam 'rumah bersama' NKRI yang karakteristiknya niscaya beragam.
Memang sudah ada banyak upaya untuk itu. Namun, strategi intensif ke arah yang
optimal untuk mengantisipasi terjadinya intoleransi masih belum kita lakukan
secara sistemis dalam pendidikan.
Oleh karena
itu, pendidikan multikultural amat potensial untuk mengoptimalkan pengelolaan
keberagaman dalam masyarakat multikultural. HAR Tilaar juga pernah menekankan
pentingnya pendidikan multikultural sebagai proses pengembangan sikap dan
tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara
mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistis.
Berkait dengan pendidikan, tentunya tak hanya pendidikan di sekolah, tapi
juga di keluarga dan masyarakat. Langkah optimalisasi dalam pendidikan tak
hanya untuk penciptaan persepsi yang positif atas keberagaman, tetapi juga
agar terealisasi dalam interaksi sosial dan tindakan nyata.
Jadi, kita
perlu melakukan pendidikan multikultural yang utuh dan optimal dalam
pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat karena masyarakat kita memang
niscaya multikultural. Dalam pendidikan di sekolah, pendidikan multikultural
dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang ada. Itu bertujuan agar anak
didik dapat dan terbiasa bersikap toleran dalam keberagaman. Dalam arti,
menciptakan sikap ikhlas dan sukarela untuk bisa menerima segala apa pun yang
berbeda secara positif. Di samping itu, sekolah sebenarnya juga merupakan
ruang yang potensial untuk menyemaikan proses pembauran dalam keniscayaan
keragaman dan perbedaan. Pembiasaan anak didik berbaur satu sama lain sejak
dini berpotensi menciptakan sikap toleran.
Alangkah baik
dan bijaknya jika sejak dini anak sudah dibiasakan mengalami interaksi sosial
dalam keberagaman SARA karena semua itu pasti akan amat bermanfaat. Tentang
hal itu sudah banyak contohnya di masyarakat kita. Anak perlu berbaur satu
sama lain agar anak tak saling tersegmentasi. Dalam penelitian masyarakat
multikultural pada 2013 yang pernah saya lakukan, ada temuan bahwa semakin
tersegmentasi suatu masyarakat, semakin berpotensi terjadinya konflik. Untuk
itu, dalam masyarakat, anak tak perlu dibatasi bergaul dengan anak-anak
lainnya yang beragam. Jika pola pergaulan ini sudah terbiasakan sejak dini,
niscaya setelah remaja dan dewasa, anak tumbuh menjadi generasi yang punya
persepsi dan sikap toleran dalam keberagaman dan perbedaan SARA. Alangkah
indahnya jika kita bisa menerima keberagaman dan perbedaan SARA.
Harmoni sosial
akan tercipta. Radikalisme akan terminimalisasi. Nasionalisme dalam NKRI akan
makin tumbuh kuat. Kesemuanya itu akan bermuara pada dinamisnya masyarakat,
bangsa, dan negara kita menjadi negara yang damai dan maju. Dengan kondisi
seperti itu, kita tak perlu lagi membuang energi untuk mempersoalkan sesuatu
yang tak perlu dipersoalkan. Demo-demo yang bermuatan SARA tentu saja akan tak
akan menarik lagi. Wacana, stigma, dan sikap yang mendikotomikan satu
SARA-beda SARA dalam masyarakat kita juga akan sirna.
Sikap toleran
dapat dibangun dengan menumbuhkan kesadaran multikultural. Kesadaran
multikultual dalam satu 'keluarga besar' negara bangsa yang dinaungi berbagai
komitmen nasional. Kesadaran ini penting sebagai tanda kita memang
benar-benar sebagai satu bangsa dan negara yang sama. Jika kita benar-benar
mencintai negara dan bangsa, kita mesti dapat menumbuhkan rasa dan sikap cinta
pada semua warga bangsa dalam keniscayaan keberagaman SARA. Sikap
egosentrisme berlebihan yang hanya ingin menang dan merasa paling berhak
sendiri patut dihilangkan.
Oleh karena
itulah, kita mesti bisa mengedepankan titik-titik kesamaan dalam masyarakat yang
multikultural ini, bukan justru memperbesar titik-titik perbedaan.
Titik-titik kesamaan itulah yang akan menyatukan kita sebagai satu negara
bangsa. Sebaliknya, jika membesar-besarkan titik-titik perbedaannya, justru
akan membuat negara bangsa kita terpecah belah. Jadi, terciptanya persepsi
yang positif dan sikap toleran atas keberagaman SARA dalam masyarakat kita,
salah satunya, dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural.
Untuk itu,
pendidikan multikultural merupakan kunci penting agar ke masa depan
masyarakat kita mampu membangun harmoni sosial sehingga semua warga negara
bangsa dapat hidup saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Untuk
itu, kita perlu menciptakan generasi yang makin toleran dan positif dalam
menerima keniscayaan multikultural masyarakat kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar