Minggu, 05 Januari 2014

Menyelamatkan Harta Rakyat

                                  Menyelamatkan Harta Rakyat

Benny Susetyo  ;   Pemerhati Sosial
HALUAN,  31 Desember 2013
Telah dimuat di KORAN JAKARTA 28 Desember 2013

                                                                              

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah semestinya men­­­­­jadi ke­kua­tan perekonomian negara, terutama karena usaha ini mengelola kebutuhan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. BUMN  se­harusnya dijaga dan diper­kuat untuk melahirkan kesejahteraan rakyat.

Kekuatan dan ke­man­dirian BUMN dalam menja­lankan usaha memang sangat penting, namun atas alasan itu, tidak bisa menga­baikan negara sebagai pe­milik usaha dan mencoba mengalihkannya secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan kepada swasta. Dalam hal strategis seperti pengelolaan keuangan, justru pemerintah memper­ketat kendali yang dilakukan untuk menekan angka kebocoran yang lazim terjadi.

Kita mengenal istilah BUMN sebagai istilah lain dari perusahaan negara (state owned enterprise/SOEs). Perusahaan negara atau yang sekarang dikenal dengan BUMN merupakan badan hukum korporasi dengan modal dimiliki, baik sebagian maupun selu­ruhnya, oleh negara, seba­gaimana dis­ebutkan dalam UU.

Beberapa tahun silam, kita meradang lantaran isu dan praktik privatisasi yang sedikit banyak sudah meng­gerogoti peran negara sebagai pemilik usaha. Akhir-akhir ini, kita juga terkejut dengan upaya sekelompok pihak dalam uji materi di Mahkamah Kon­stitusi (MK) terkait gugatan pemisahan BUMN dari keuangan negara.

Langkah itu berpotensi besar untuk memperlemah posisi kontrol negara terhadap kinerja keuangan BUMN di satu pihak, dan di pihak lain membuka ruang lebar bagi pihak-pihak lain, misalnya parpol, yang kerap dituding memeras BUMN. Langkah ini oleh banyak pihak dituding sebagai jalan mulus korupsi karena negara akan ke­hilangan kontrol.

Salah satu risiko yang kita hadapi, bila ada pejabat BUMN yang melakukan korupsi, dia sulit dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Saat BUMN tidak lagi menjadi bagian dari keuangan ne­gara, tidak ada lagi unsur merugikan keuangan nega­ra dalam kasus korupsi yang dilakukan pejabat BUMN. Dalam hal lain, tingkat korupsi dalam BUMN tergo­long sangat tinggi dan akut.

Sebagai usaha milik negara, secara logis bisa dipertanyakan bila ke depan rakyat tidak bisa lagi mengawasi BUMN. Tujuan BUMN untuk menyejaht­erakan masyarakat pun hanya di atas kertas. BUMN akan lebih banyak dikendalikan oleh politisi hitam, misalnya dalam kasus ijon proyek yang selama ini kerap terjadi.

Sapi Perah Politisi

Alasan bahwa BUMN kerap menjadi sapi perah politisi, dan karenanya dalam keuangan lebih baik dipisahkan dari negara dan dikelola secara profesional, bukanlah cara bijak untuk menyelesaikan masalah.

Justru kewaspadaan harus lebih ditingkatkan mengingat 2014 merupakan tahun politik, dan berbagai kekuatan politik mencari berbagai macam cara untuk mencari pendanaan politik. Apa yang perlu dilakukan semestinya justru memper­kuat harta rakyat ini dan mengamankan dari sasaran kelompok-kelompok tak bertanggung jawab yang merugikan.

Memang sudah menjadi fakta bahwa di negeri ini banyak ditemukan peru­sahaan yang dikelola negara justru tidak menun­jukkan kinerja finansial yang baik. Perkem­bangan pasar pun kerap tidak mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi.
Laporan Bank Dunia 1999 tentang sektor publik di Indonesia menunjukkan fenomena tersebut. Mayoritas BUMN menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk pelayanan sosial. Kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk investasi yang tidak tepat; kinerjanya tidak efisien dibandingkan perusa­haan swasta dan lainnya.

Dalam menghadapi situa­si demikian, yang perlu dilakukan adalah penge­lolaan yang benar yang dilakukan oleh negara, bukan lari dari kenyataan dan menye­rahkan hal-hal yang sulit dilakukan oleh pemerintah kepada pihak lain di luar negara.

Menyelamatkan Aset

Harta rakyat harus diselamatkan dari keinginan sekelompok pihak yang justru akan melemahkan BUMN itu sendiri. Kewi­bawaan negara tegak bila kemandirian negara dapat dijaga dengan segenap kemampuan yang dimiliki. Perlu diingat kembali bahwa pemerintah mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.

Dalam tujuan yang ber­sifat ekonomi, BUMN di­mak­sudkan untuk menge­lola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyang­kut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan adanya BUMN, diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama ma­syarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN.

Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui pen­ciptaan lapangan kerja serta upaya membangkitkan perekonomian lokal. Pen­ciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN.

Dua tujuan di atas hanyalah pepesan kosong bila dalam hal strategis seperti pengelolaan keuangan justru lepas dari kendali negara. Harta rakyat dalam BUMN potensial menjadi sasaran para “perompak” dan menjadikan mereka semakin liar melakukan pemerasan.

Sudah waktunya diper­tegas kembali bahwa per­tanggungjawaban penge­lolaan usaha milik negara adalah kepada rakyat. Ini karena pengelola BUMN selama ini dihadapkan pada posisi yang ambigu, kepada siapa mereka mesti bertanggung jawab. Padahal pemilik BUMN yang se­sungguhnya adalah rakyat.

Publik berhak menjaga apa yang mereka miliki dan mendorong agar semua yang terjadi  bisa diper­tang­gungjawabkan secara trans­paran. Apa pun penyelew­e­ngan yang terjadi di da­lamnya akan dikenai sanksi dalam hukum yang berlaku, dan tidak mem­belokkan isu bahwa apa yang terjadi selama ini semata-mata karena faktor politik yang tidak kondusif.

BUMN sebaiknya lebih berkonsentrasi pada upaya membangkitkan perekonomian lokal dengan jalan melibatkan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah memberdayakan usaha kecil, menengah, dan koperasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar