Menyelamatkan
Harta Rakyat
Benny Susetyo ; Pemerhati Sosial
|
HALUAN,
31 Desember 2013
Telah dimuat di KORAN JAKARTA 28 Desember 2013
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah semestinya menjadi kekuatan
perekonomian negara, terutama karena usaha ini mengelola kebutuhan berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak. BUMN seharusnya dijaga dan diperkuat
untuk melahirkan kesejahteraan rakyat.
Kekuatan dan kemandirian BUMN
dalam menjalankan usaha memang sangat penting, namun atas alasan itu, tidak
bisa mengabaikan negara sebagai pemilik usaha dan mencoba mengalihkannya
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan kepada swasta. Dalam hal
strategis seperti pengelolaan keuangan, justru pemerintah memperketat
kendali yang dilakukan untuk menekan angka kebocoran yang lazim terjadi.
Kita mengenal istilah BUMN
sebagai istilah lain dari perusahaan negara (state owned enterprise/SOEs). Perusahaan negara atau yang
sekarang dikenal dengan BUMN merupakan badan hukum korporasi dengan modal
dimiliki, baik sebagian maupun seluruhnya, oleh negara, sebagaimana disebutkan
dalam UU.
Beberapa tahun silam, kita
meradang lantaran isu dan praktik privatisasi yang sedikit banyak sudah menggerogoti
peran negara sebagai pemilik usaha. Akhir-akhir ini, kita juga terkejut
dengan upaya sekelompok pihak dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK)
terkait gugatan pemisahan BUMN dari keuangan negara.
Langkah itu berpotensi besar
untuk memperlemah posisi kontrol negara terhadap kinerja keuangan BUMN di
satu pihak, dan di pihak lain membuka ruang lebar bagi pihak-pihak lain,
misalnya parpol, yang kerap dituding memeras BUMN. Langkah ini oleh banyak
pihak dituding sebagai jalan mulus korupsi karena negara akan kehilangan
kontrol.
Salah satu risiko yang kita
hadapi, bila ada pejabat BUMN yang melakukan korupsi, dia sulit dijerat
dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Saat BUMN tidak lagi menjadi
bagian dari keuangan negara, tidak ada lagi unsur merugikan keuangan negara
dalam kasus korupsi yang dilakukan pejabat BUMN. Dalam hal lain, tingkat
korupsi dalam BUMN tergolong sangat tinggi dan akut.
Sebagai usaha milik negara,
secara logis bisa dipertanyakan bila ke depan rakyat tidak bisa lagi mengawasi
BUMN. Tujuan BUMN untuk menyejahterakan masyarakat pun hanya di atas kertas.
BUMN akan lebih banyak dikendalikan oleh politisi hitam, misalnya dalam kasus
ijon proyek yang selama ini kerap terjadi.
Sapi Perah Politisi
Alasan bahwa BUMN kerap menjadi
sapi perah politisi, dan karenanya dalam keuangan lebih baik dipisahkan dari
negara dan dikelola secara profesional, bukanlah cara bijak untuk
menyelesaikan masalah.
Justru kewaspadaan harus lebih
ditingkatkan mengingat 2014 merupakan tahun politik, dan berbagai kekuatan
politik mencari berbagai macam cara untuk mencari pendanaan politik. Apa yang
perlu dilakukan semestinya justru memperkuat harta rakyat ini dan
mengamankan dari sasaran kelompok-kelompok tak bertanggung jawab yang
merugikan.
Memang sudah menjadi fakta
bahwa di negeri ini banyak ditemukan perusahaan yang dikelola negara justru
tidak menunjukkan kinerja finansial yang baik. Perkembangan pasar pun kerap
tidak mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi.
Laporan Bank Dunia 1999 tentang
sektor publik di Indonesia menunjukkan fenomena tersebut. Mayoritas BUMN
menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk
pelayanan sosial. Kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk investasi yang tidak
tepat; kinerjanya tidak efisien dibandingkan perusahaan swasta dan lainnya.
Dalam menghadapi situasi
demikian, yang perlu dilakukan adalah pengelolaan yang benar yang dilakukan
oleh negara, bukan lari dari kenyataan dan menyerahkan hal-hal yang sulit
dilakukan oleh pemerintah kepada pihak lain di luar negara.
Menyelamatkan Aset
Harta rakyat harus diselamatkan
dari keinginan sekelompok pihak yang justru akan melemahkan BUMN itu sendiri.
Kewibawaan negara tegak bila kemandirian negara dapat dijaga dengan segenap
kemampuan yang dimiliki. Perlu diingat kembali bahwa pemerintah mendirikan
BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan
yang bersifat sosial.
Dalam tujuan yang bersifat
ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis
agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan adanya BUMN, diharapkan
dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang
berada di sekitar lokasi BUMN.
Tujuan BUMN yang bersifat
sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta
upaya membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai
melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN.
Dua tujuan di atas hanyalah
pepesan kosong bila dalam hal strategis seperti pengelolaan keuangan justru
lepas dari kendali negara. Harta rakyat dalam BUMN potensial menjadi sasaran
para “perompak” dan menjadikan mereka semakin liar melakukan pemerasan.
Sudah waktunya dipertegas
kembali bahwa pertanggungjawaban pengelolaan usaha milik negara adalah
kepada rakyat. Ini karena pengelola BUMN selama ini dihadapkan pada posisi
yang ambigu, kepada siapa mereka mesti bertanggung jawab. Padahal pemilik
BUMN yang sesungguhnya adalah rakyat.
Publik berhak menjaga apa yang
mereka miliki dan mendorong agar semua yang terjadi bisa dipertanggungjawabkan
secara transparan. Apa pun penyelewengan yang terjadi di dalamnya akan
dikenai sanksi dalam hukum yang berlaku, dan tidak membelokkan isu bahwa apa
yang terjadi selama ini semata-mata karena faktor politik yang tidak
kondusif.
BUMN sebaiknya lebih
berkonsentrasi pada upaya membangkitkan perekonomian lokal dengan jalan
melibatkan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses
kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah memberdayakan
usaha kecil, menengah, dan koperasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar