Senin, 01 Juli 2013

Penegasan Arti Pilar Berbangsa

Penegasan Arti Pilar Berbangsa
Ahmad Rofiq ;  Ketua Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) Jateng, Sekretaris Umum MUI Jateng, dan Guru Besar IAIN Walisongo Semarang
SUARA MERDEKA, 29 Juni 2013


"Hanya dengan kekokohan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, kehidupan bernegara  berlangsung aman"

HARI ini, marilah kita meluangkan waktu sejenak untuk merayakan Hari Keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, terdiri atas suami istri, atau suami, istri, dan anak, atau ayah dan anak, atau ibu dan anaknya, sebagaimana bunyi Pasal 1 Ayat (6) UU Nomor 52 Tahun 2009.

Dengan merayakannya, selain memperingati sebuah momen, kita bisa kembali menggugah memori kolektif menjadikan keluarga sebagai basis pembentukan, pendidikan, penyemaian, dan sekaligus penuaian ketenangan (sakinah) di atas fondasi cinta sejati (mawadah) dan kasih sayang (rahmah) (QS: Ar-Rum 21).
Tak ada satu pun akal sehat membantah bahwa keluarga bahagia dan sejahtera merupakan taman surga, yang indah dalam pandangan (qurrata a’yun) (QS Al-Furqan: 74), tempat menikmati kenyamanan dan kebahagiaan, untuk menyiapkan generasi berkualitas. Bangsa mana pun di dunia mutlak membutuhkan generasi berkualitas.

Hanya dari keluarga berkualitas, kehidupan bermasyarakat bisa berlangsung dengan baik karena masing-masing keluarga bisa hidup mandiri, tolong-menolong, dan saling menghormati. Hanya dengan keluarga berkualitas, pilar kehidupan berbangsa bisa berdiri kokoh. Hanya dengan kekokohan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, kehidupan bernegara berjalan dengan aman dan nyaman.

Islam mewanti-wanti umat jangan sampai meninggalkan keturunan yang lemah yang dikhawatirkan jadi beban orang lain (QS Al-Nisa: 9). Jangan sampai keluarga dan keturunan kita, mengalami kehidupan bak di neraka, yang tanpa kebahagiaan, penuh konflik dan percekcokan (QS Al-Tahrim:6).

Rasulullah saw menegaskan baiti jannati atau rumahku surgaku, dan khairukum khairukum li ahlihi atau sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya. Lebih dari itu Rasulullah saw, memberikan resep supaya keluarga dapat berjalan dengan penuh ketenangan (sakinah), yaitu mengisinya dengan shalat dan membaca Alquran. 

Dalam konteks itulah, UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ditetapkan untuk merevisi UU Nomor 10 Tahun 1992. Pasal 1 Ayat 10 menegaskan bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan sah, bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah ideal anak, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan YME.

Indonesia adalah bangsa besar, dan berpenduduk terbesar keempat, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Supaya laju pertumbuhan penduduk tetap dalam kendali aman, pemerintah mengaturnya, antara lain melalui program keluarga berencana (tandhim alnasl). Program itu mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal untuk melahirkan. Selain itu, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas (Pasal 1 Ayat (8).

Persoalan KB bukan hanya menyangkut hukum agama dan teknologi medis melainkan juga akidah (teologi). Kelompok masyarakat yang meyakini urusan anak adalah hak prerogatif Tuhan, begitu juga rezeki, maka komunitas inilah menjadi tantangan garapan bagi pemerintah, dalam hal ini BKKBN.

Mereka tidak memahami bahwa Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum atau seseorang sehingga kaum atau orang tersebut berusaha mengubah keadaannya (QS. Al-Radu: 11). Hal itu mendasarkan pada keyakinan Allah telah mendelegasikan sebagian kewenangan-Nya kepada manusia, untuk mengubah keadaan mereka.

Menyemai Kebahagiaan

Dalam konteks inilah, suami istri, terutama pasangan usia subur, sejak dini bisa mempersiapkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Tagline ‘’Dua Anak Cukup’’ yang diusung BKKBN adalah bagian dari ikhtiar wilayah manusia, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Pelaksanaannya pun harus berdasarkan kesepakatan suami istri dan penuh kesadaran, sejalan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Hal itu mengingat menghidupkan satu manusia laksana menghidupkan semua manusia, dan sebaliknya membunuh satu manusia, ibarat membunuh semua manusia (QS Al-Maidah: 32).

Apabila seluruh warga negara memiliki kesadaran penuh akan arti penting keluarga berkualitas, ke depan semua keluarga dapat hidup mandiri, sehat, produktif, harmonis, dan bahagia. Artinya pada masa mendatang kita tak akan melihat pemandangan menyedihkan: anakanak, bapak dan ibu, bahkan kakek nenek hidup di jalanan, yang jumlahnya makin hari makin bertambah.

Bagaimana mereka bisa menikmati kebahagiaan pada hari tua bila sehari-hari hidup di bawah terik matahari sambil menengadahkan tangan. Apakah mereka sejatinya ‘’harus’’ menjalani seperti itu, atau ada yang mengorganisasi, bahkan mengeksploitasi? Tentu butuh penelitian tersendiri sebelum menyimpulkan.


Semoga pada Hari Keluarga 2013, warga negara Indonesia, terutama warga Jateng,  dapat menyiapkan pembentukan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Hal itu mendasarkan pengertian kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan dalam keluarga. Dari ititik itulah kita dapat menyemai kebahagiaan serta kesejahteraan dunia dan akhirat.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar