|
SUARA
KARYA, 03 Juli 2013
Sejumlah nama akan bertarung dalam
Pilpres 2014. Yang pertama adalah Aburizal Bakrie, calon presiden dari Partai
Golkar. Kedua, Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Ketiga, Wiranto dan
pasangannya, Harry Tanoesoedibjo, dari Partai Hanura. Di luar ketiga nama itu,
partai-partai politik lain masih melihat perkembangan. Dua partai politik yang
kemungkinan mengajukan capres adalah PDIP dan Partai Demokrat.
Diperkirakan, lima pasangan
capres-cawapres tampil bersaing--sama dengan pada Pilpres 2004. Namun,
mengingat ketatnya persaingan meraih kursi DPR, yang diikuti oleh 12 partai
politik nasional, lima pasangan itu terasa optimistis. Analisis objektif memang
capres-cawapres bisa dihadirkan 3-5 pasangan, mengingat syarat dukungan DPR
untuk itu adalah 20 persen kursi atau 25 persen jumlah pemilih dalam pemilu
legislatif yang digelar 9 April 2014. Pengalaman dua kali pilpres, yakni tahun
2004 dan tahun 2009, lima dan tiga pasangan bisa tampil.
Sejumlah lembaga survei sudah
menunjukkan hasil. Prabowo Subianto menempati urutan pertama, disusul Aburizal
Bakrie dan Megawati Soekarnoputri. Elektabilitas Prabowo dan Aburizal Bakrie
menanjak. Sebaliknya Megawati menurun. Dibanding nama Wiranto, misalnya, nama
Prabowo dan Aburizal selalu menempati urutan atas. Elektabilitas Megawati
pernah di atas. Namun, keikutsertaannya dalam Pilpres 2004 dan Pilpres 2009
juga menjadi alat ukur. Memang, negara-negara di kawasan Asia-Pasifik belum
sepenuhnya stabil. Contoh mutakhir adalah terpilihnya (kembali) Nawaz Syarif
sebagai Perdana Menteri Pakistan dan Kevin Rudd sebagai Perdana Menteri Australia.
Nama baru yang banyak disebut
adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (PDIP) dan mantan Kepala Staf TNI-AD
Pramono Edhie Wibowo (Partai Demokrat). Keduanya menjadi sorotan pada bulan
lalu terkait survei yang menempatkan Jokowi di urutan atas dan bergabungnya
Pramono Edhie Wibowo ke dalam Partai Demokrat. Kedua nama itu diperkirakan
masuk daftar pertanyaan lembaga-lembaga survei--sampai Pilpres 2014 benar-benar
dihelat.
Bagi Partai Golkar, pencapresan
Aburizal Bakrie sudah bersifat final. Namun, dibanding Wiranto yang sudah
berpasangan dengan Harry Tanoesoedibjo, Aburizal masih diberi beban oleh Partai
Golkar untuk menemukan pasangan yang tepat. Nama Joko Widodo dan Pramono Edhie
Wibowo ada dalam daftar yang disebut oleh politikus Partai Golkar. Keduanya
dianggap memiliki massa yang kuat di Pulau Jawa.
Walaupun begitu, hasil survei
Indonesian Research Center (IRC) menunjukkan bahwa pendukung terbesar Aburizal
justru berasal dari Pulau Jawa -- berkebalikan dengan Joko Widodo yang berasal
dari luar Pulau Jawa. Ini membuktikan bahwa metode blusukan yang ditempuh
Aburizal menunjukkan hasil signifikan. Sementara kehadiran Jokowi di luar Pulau
Jawa lebih banyak terlihat lewat pemberitaan masif media massa. Jokowi tetap
menjadi sosok populis akibat efek media tersebut.
Setahun menjelang pilpres, itu
tentu menaikkan tensi politik. Mau tidak mau, Partai Golkar perlu bekerja lebih
keras lagi mengingat, menurut IRC, baru sekitar 38 persen pemilih Partai Golkar
yang memilih ketua umumnya untuk menjadi presiden. Sisanya 62 persen masih
tersebar ke kandidat lain. Salah satu tugas Badan Koordinasi Pemenangan Pemilu
yang dibentuk DPP Partai Golkar adalah menyatukan pemilih Partai Golkar dengan
pemilih Aburizal Bakrie. Persatuan itu minimal akan berdampak elektoral yang baik,
yakni menyaingi dan mengalahkan Prabowo Subianto.
Masih ada waktu untuk bekerja ke
arah itu. Hanya saja, waktu memang sangat berharga dan susah untuk dibeli.
Kerja keras seluruh kaderlah yang bisa memastikan kemenangan, baik bagi Partai
Golkar maupun bagi Aburizal Bakrie. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar