Senin, 08 Juli 2013

Menanti Klimaks DPR vs ICW

Menanti Klimaks DPR vs ICW
Karyudi Sutajah Putra  ;  Tenaga Ahli DPR
SUARA MERDEKA, 06 Juli 2013


"Bahwa anggota DPR meradang ketika dicitrakan negatif, bukan kali ini saja. Maklum, politik adalah persepsi"

LU jual, gue beli. Maka ketika nama mereka dirilis Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai anggota DPR yang tidak propemberantasan korupsi, Ahmad Yani (PPP) dan Sarifuddin Suding (Hanura) pun meradang, serta melaporkan ICW dan Donal Fariz ke Mabes Polri. Hanya ada satu kata: lawan!

Laporan atas dugaan tindak pidana penghinaan, pencemaran nama baik, dan membuat keterangan palsu itu tertuang dalam surat bernomor LP TBL/ 294/VII/2013/Bareskrim tertanggal 1 Juli 2013, dengan tuduhan pelanggaran Pasal 310 dan 311 KUHP serta Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 Ayat (3), Pasal 36, Pasal 45 Ayat (1), dan Pasal 51 ayat (2).

Yani dan Suding adalah dua di antara 36 anggota DPR yang hendak maju lagi pada Pemilu 2014, yang dinilai ICW tak propemberantasan korupsi. Parameter ICW adalah mereka yang namanya pernah disebut dalam pengadilan tindak pidana korupsi dan/ atau menyetujui revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas laporan tersebut, Febri Diansyah dari ICW mengaku tak akan surut. Kami akan hadapi, katanya. Rilis 36 nama anggota DPR itu, menurutnya, agar jangan sampai DPR hasil Pemilu 2014 memperlemah upaya pemberantasan korupsi, apalagi memperlemah KPK. Bahwa anggota DPR meradang ketika dicitrakan negatif, bukan kali ini saja. Maklum, politik adalah persepsi. Persepsi adalah citra. Maka masuk akal bila SBY pun lebih sibuk dengan pencitraannya.

Sebaliknya, apa yang disampaikan ICW atau KPK, publik menganggapnya sebagai kebenaran (Yani menyebutnya tirani monopoli kebenaran). Maka ketika ada upaya membonsai KPK, termasuk yang dicurigai melalui revisi UU Nomor 30 Tahun 2002, publik tidak mau terima. Bahwa anggota DPR disebut dalam persidangan tipikor, itu juga bukan hanya terjadi pada Sutan Bhatoegana (Ketua DPP Partai Demokrat ini juga meradang) yang diduga terkait korupsi proyek solar home system. Maklum, selain legislasi dan pengawasan, DPR juga memiliki fungsi menyusun anggaran. Maka dengan mudah mereka bisa mainkan fungsi ini. Bila sudah begini, jadi itu barang.

Independensi Polri

Selain korupsi, anggota DPR juga sering dikaitkan dengan isu perselingkuhan dan percaloan anggaran, maka tak sedikit yang kaya mendadak setelah masuk Senayan. Namun sesuai asas presumption of innocent, seseorang belum dianggap bersalah sampai pengadilan memutuskan sebaliknya. Supaya tak terjadi character assassination seyogianya ICW mendesak KPK atau kejaksaan dan pengadilan untuk membuktikan bahwa nama-nama anggota DPR yang disebut dalam pengadilan tipikor itu bersalah, baru kemudian dipublikasikan.

Pendapat ini tak salah. Tapi, sabarkah publik menunggu sampai dugaan keterlibatan mereka dalam kasus korupsi dan percaloan anggaran dibuktikan di pengadilan? Kita tahu, proses persidangan berbelit-belit, apalagi bila melibatkan orang besar, KPK bisa-bisa tak berani. Inilah yang barangkali menjadi mindset ICW.

Bila Yani dan Suding berpendapat persetujuan mereka terhadap revisi UU tentang KPK tak otomatis tidak propemberantasan korupsi, itu juga tak salah. Komitmen pemberantasan korupsi tak hanya tercermin dari kata-kata. Tapi diakui atau tidak, ada oknum anggota DPR menghendaki pengerdilan KPK, bahkan Fahri Hamzah (PKS), anggota Komisi III DPR seperti Yani dan Suding, terang-terangan mau membubarkan KPK. Maka masuk akal bila ICW memasukkan kriteria bahwa mereka yang setuju revisi UU tentang KPK berarti tak propemberantasan korupsi.

Kini, publik menunggu klimaks drama DPR versus ICW yang berada di panggung Bareskrim Polri. Di panggung publik, jelas ICW di atas angin. Publik sudah telanjur jengah dengan DPR. Apa pun yang dilakukan parlemen, publik apriori. Polri agaknya dilematis: bila cepat memproses laporan Yani dan Suding bisa dituduh antipemberantasan korupsi, sementara bila mendiamkan bisa mendapat tekanan dari Komisi III DPR, mitra kerjanya. Namun kita masih yakin dengan independensi Polri. Kita yakin Polri akan bertindak profesional dan profesional. Semoga! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar