|
SUARA
MERDEKA, 06 Juli 2013
"Bahwa
anggota DPR meradang ketika dicitrakan negatif, bukan kali ini saja. Maklum, politik
adalah persepsi"
LU jual, gue beli. Maka ketika nama mereka dirilis Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai anggota DPR yang tidak
propemberantasan korupsi, Ahmad Yani (PPP) dan Sarifuddin Suding (Hanura) pun
meradang, serta melaporkan ICW dan Donal Fariz ke Mabes Polri. Hanya ada satu
kata: lawan!
Laporan atas dugaan tindak pidana penghinaan, pencemaran
nama baik, dan membuat keterangan palsu itu tertuang dalam surat bernomor LP
TBL/ 294/VII/2013/Bareskrim tertanggal 1 Juli 2013, dengan tuduhan pelanggaran
Pasal 310 dan 311 KUHP serta Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 Ayat (3), Pasal 36, Pasal 45
Ayat (1), dan Pasal 51 ayat (2).
Yani dan Suding adalah dua di antara 36 anggota DPR yang hendak
maju lagi pada Pemilu 2014, yang dinilai ICW tak propemberantasan korupsi.
Parameter ICW adalah mereka yang namanya pernah disebut dalam pengadilan tindak
pidana korupsi dan/ atau menyetujui revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas laporan tersebut, Febri Diansyah dari ICW mengaku tak
akan surut. Kami akan hadapi, katanya. Rilis 36 nama anggota DPR itu,
menurutnya, agar jangan sampai DPR hasil Pemilu 2014 memperlemah upaya
pemberantasan korupsi, apalagi memperlemah KPK. Bahwa anggota DPR meradang
ketika dicitrakan negatif, bukan kali ini saja. Maklum, politik adalah
persepsi. Persepsi adalah citra. Maka masuk akal bila SBY pun lebih sibuk
dengan pencitraannya.
Sebaliknya, apa yang disampaikan ICW atau KPK, publik menganggapnya
sebagai kebenaran (Yani menyebutnya tirani monopoli kebenaran). Maka ketika ada
upaya membonsai KPK, termasuk yang dicurigai melalui revisi UU Nomor 30 Tahun
2002, publik tidak mau terima. Bahwa anggota DPR disebut dalam persidangan
tipikor, itu juga bukan hanya terjadi pada Sutan Bhatoegana (Ketua DPP Partai
Demokrat ini juga meradang) yang diduga terkait korupsi proyek solar home system. Maklum, selain
legislasi dan pengawasan, DPR juga memiliki fungsi menyusun anggaran. Maka
dengan mudah mereka bisa mainkan fungsi ini. Bila sudah begini, jadi itu barang.
Independensi
Polri
Selain korupsi, anggota DPR juga sering dikaitkan dengan
isu perselingkuhan dan percaloan anggaran, maka tak sedikit yang kaya mendadak
setelah masuk Senayan. Namun sesuai asas presumption
of innocent, seseorang belum dianggap bersalah sampai pengadilan memutuskan
sebaliknya. Supaya tak terjadi character
assassination seyogianya ICW mendesak KPK atau kejaksaan dan pengadilan
untuk membuktikan bahwa nama-nama anggota DPR yang disebut dalam pengadilan
tipikor itu bersalah, baru kemudian dipublikasikan.
Pendapat ini tak salah. Tapi, sabarkah publik menunggu
sampai dugaan keterlibatan mereka dalam kasus korupsi dan percaloan anggaran
dibuktikan di pengadilan? Kita tahu, proses persidangan berbelit-belit, apalagi
bila melibatkan orang besar, KPK bisa-bisa tak berani. Inilah yang barangkali
menjadi mindset ICW.
Bila Yani dan Suding berpendapat persetujuan mereka
terhadap revisi UU tentang KPK tak otomatis tidak propemberantasan korupsi, itu
juga tak salah. Komitmen pemberantasan korupsi tak hanya tercermin dari
kata-kata. Tapi diakui atau tidak, ada oknum anggota DPR menghendaki
pengerdilan KPK, bahkan Fahri Hamzah (PKS), anggota Komisi III DPR seperti Yani
dan Suding, terang-terangan mau membubarkan KPK. Maka masuk akal bila ICW
memasukkan kriteria bahwa mereka yang setuju revisi UU tentang KPK berarti tak
propemberantasan korupsi.
Kini, publik menunggu klimaks drama DPR versus ICW yang
berada di panggung Bareskrim Polri. Di panggung publik, jelas ICW di atas
angin. Publik sudah telanjur jengah dengan DPR. Apa pun yang dilakukan
parlemen, publik apriori. Polri agaknya dilematis: bila cepat memproses laporan
Yani dan Suding bisa dituduh antipemberantasan korupsi, sementara bila
mendiamkan bisa mendapat tekanan dari Komisi III DPR, mitra kerjanya. Namun
kita masih yakin dengan independensi Polri. Kita yakin Polri akan bertindak
profesional dan profesional. Semoga! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar