|
SUARA
MERDEKA, 22 Juli 2013
"Negeri ini tak pernah mendeklarasikan
namun praktik berekonomi yang dikembangkan sangat kapitalistik"
MENCERMATI teks
Pembukaan UUD 1945, kita mendapati intisari bahwa memperoleh kemerdekaan bagi
suatu negara adalah hak, dan penjajahan atas negara oleh negara lain harus
dihapuskan karena tak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dengan
berbekal kemerdekaan, Indonesia bertekad mengantarkan warganya menjadi bangsa
merdeka, bersatu, memiliki kedaulatan atau berdaulat, hidup berkeadilan dan
berkemakmuran.
Sebagai
negera merdeka Indonesia berketetapan pertama; melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah, kedua; memajukan kesejahteraan umum, ketiga;
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keempat; ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang dilaksanakan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tekad itu, Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR, yang
terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Adapun pemegang
kekuasaan/ pelaksana pemerintahan sejalan dengan arah Indonesia merdeka
adalah presiden (Bab III Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 amendemen/ perubahan IV).
Supaya
pelaksanaan pembangunan (ekonomi) Indonesia tidak menyimpang dan tetap
konsisten dengan cita-cita kemerdekaan, UUD 1945 mengamanatkan agar
perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasarkan atas asas kekeluargaan
dan diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi.
Hal
ini dapat dimaknai sebagai pemberian kewenangan kepada pelaksana pemerintahan
untuk mempersiapkan sistem ekonomi yang Indonesiawi (bukan sistem ekonomi hasil
adopsi), sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.
Namun
belakangan ini masyarakat gelisah karena terjadi pergeseran sistem ekonomi
nasional, dari ekonomi amanat konstitusi ke ekonomi kapitalistik. Amendemen
Pasal 33 pada tahun 2002 diindikasikan menjadi pintu masuk penjajahan
baru di Indonesia melalui dominasi asing pada bidang ekonomi.
Bebas
dan derasnya arus barang impor masuk ke Indonesia dapat dimaknai sebagai
penggusuran kepentingan petani oleh pihak asing, seperti serangan beras,
bawang, dan kentang impor pada musim panen yang mengakibatkan petani merugi
besar. Karena itu, benar adanya bila HB X mengatakan bahwa amendemen UUD
1945 tahun 2002 adalah titik awal pergeseran keberpihakan sistem perekonomian
nasional.
Melalui
amandemen, secara tersembunyi ada pihak memasukkan sistem perekonomian
kapitalistik yang berakibat pada tidak dapat dihindarinya dominasi kapitalisme.
Padahal konstitusi mengamanatkan agar sistem ekonomi negeri ini berorientasi
pada kepentingan ekonomi rakyat, bukan sistem ekonomi yang dibiarkan tersusun
sendiri sejalan dengan mekanisme pasar bebas yang menjunjung tinggi
persaingan.
Kapitalis
Baru
Sangat
antisipatif rekomendasi pendiri bangsa dalam UUD 1945 agar cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
sebagai pokok-pokok kehidupan dan kemakmuran rakyat juga harus dikuasai
oleh negara. Rekomendasi itu ditutup dengan pernyataan bahwa semua itu ’’untuk keselamatan dan keamanan negara
serta kebutuhan masyarakat terjamin, dan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat’’.
Bahan
bakar minyak harus diakui sebagai salah satu cabang produksi penting untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak yang pengelolaannya komit dan konsisten
dengan amanat konstitusi untuk keselamatan dan keamanan negara, serta
keterjaminan kebutuhan masyarakat dan kemakmuran rakyat.
Bagaimana
dengan kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu? Kenaikan harga BBM seharusnya
dapat diakui sebagai salah satu penyebab kemunculan kapitalis baru, dan
penyebab membubung tingginya harga kebutuhan pokok. Lihat dan baca pernyataan
Facebook tokoh Gerindra Prabowo Subianto
Hari
ini kita membaca di koran, merasakan di pasar, bagaimana harga-harga kebutuhan
pokok terus meningkat. Dibandingkan bulan lalu, harga cabai rawit kini sudah
naik 63%, bawang merah sudah naik 49%, daging ayam 19%, telur ayam 9%. Apakah
kita sebagai penghuni negara yang menempati sebagian zona tropis dunia, negara
yang dapat panen tiga kali setahun harus kelaparan? Apakah Tanah Air tidak bisa
lagi mencukupi kebutuhan kita? Apakah kita harus terus impor garam, anak ayam,
sapi, bawang, beras, dan ikan?
Apa
yang kita alami sekarang ini adalah hasil dari sistim ekonomi liberal yang
kebablasan. Jika memiliki kehendak politik yang nyata, dan strategi tepat, kita
bisa memutar balik keadaan. Harga-harga pangan yang terus naik, bisa kita
turunkan. Harga BBM juga bisa kita turunkan dengan memproduksi sendiri BBM dari
singkong.
Rakyat
yang harus menerima dampak kemunculan kapitalis/penentu harga, dari harga cabai
rawit sampai tiket penerbangan. Masihkan kita berapologi lagi bahwa di negeri
ini tidak berlaku sistem ekonomi kapitalis? Betul, negeri ini tidak pernah
mendeklarasikan telah menerapkan sistem ekonomi kapitalis, namun praktik
berekonomi yang dikembangkan masyarakat sangat kapitalistik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar