Selasa, 23 Juli 2013

Ekonomi Kapitalistik Indonesia

Ekonomi Kapitalistik Indonesia
Imam Munadjat  ;  Ketua Sjafruddin Prawiranegara Centre
for Islamic Finance Studies Unissula Semarang
SUARA MERDEKA, 22 Juli 2013


"Negeri ini tak pernah mendeklarasikan namun praktik berekonomi yang dikembangkan sangat kapitalistik"

MENCERMATI teks Pembukaan UUD 1945, kita mendapati intisari bahwa memperoleh kemerdekaan bagi suatu negara adalah hak, dan penjajahan atas negara oleh negara lain harus dihapuskan karena tak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dengan berbekal kemerdekaan, Indonesia bertekad mengantarkan warganya menjadi bangsa merdeka, bersatu, memiliki kedaulatan atau berdaulat, hidup berkeadilan dan berkemakmuran.

Sebagai negera merdeka  Indonesia berketetapan pertama; melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, kedua; memajukan kesejahteraan umum, ketiga; mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keempat; ikut melaksanakan ketertiban dunia yang dilaksanakan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tekad itu, Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR, yang terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Adapun pemegang kekuasaan/ pelaksana pemerintahan sejalan dengan  arah Indonesia merdeka adalah presiden (Bab III Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 amendemen/ perubahan IV).

Supaya pelaksanaan pembangunan (ekonomi) Indonesia tidak menyimpang dan  tetap konsisten dengan cita-cita kemerdekaan, UUD 1945 mengamanatkan agar perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasarkan atas asas kekeluargaan dan diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi.
Hal ini dapat dimaknai sebagai pemberian kewe­nangan kepada pelaksana pemerintahan untuk mempersiapkan sistem ekonomi yang Indonesiawi (bukan sistem ekonomi hasil adopsi), sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.

Namun belakangan ini masyarakat gelisah karena terjadi pergeseran sistem ekonomi nasional, dari ekonomi amanat konstitusi ke ekonomi kapitalistik. Amen­demen Pasal 33 pada tahun 2002 diindikasikan menjadi pintu masuk  penjajahan baru di Indonesia melalui dominasi asing pada bidang ekonomi.

Bebas dan derasnya arus barang  impor masuk ke Indonesia dapat dimaknai sebagai penggusuran kepentingan petani oleh pihak asing, seperti serangan beras, bawang, dan kentang impor pada musim panen yang mengakibatkan petani merugi besar. Karena itu, benar adanya bila HB X mengatakan bahwa amendemen  UUD 1945 tahun 2002 adalah titik awal pergeseran keberpihakan sistem perekonomian nasional.

Melalui amandemen, secara tersembunyi ada pihak memasukkan sistem perekonomian kapitalistik yang berakibat pada tidak dapat dihindarinya dominasi kapitalisme. Padahal konstitusi mengamanatkan agar sistem ekonomi negeri ini berorientasi pada kepentingan ekonomi rakyat, bukan sistem ekonomi yang dibiarkan tersusun sendiri  sejalan dengan mekanisme pasar bebas yang menjunjung tinggi persaingan.

Kapitalis Baru

Sangat antisipatif rekomendasi pendiri bangsa dalam UUD 1945 agar cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kehidupan  dan kemakmuran rakyat juga harus dikuasai oleh negara. Rekomendasi itu ditutup dengan pernyataan bahwa semua itu ’’untuk keselamatan dan keamanan negara serta kebutuhan masyarakat terjamin, dan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’’.

Bahan bakar minyak harus diakui sebagai salah satu cabang produksi penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak yang pengelolaannya komit dan konsisten dengan amanat konstitusi untuk keselamatan dan keamanan negara, serta keterjaminan kebutuhan masyarakat dan kemakmuran rakyat.

Bagaimana dengan kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu? Kenaikan harga BBM seharusnya dapat diakui sebagai salah satu penyebab kemunculan kapitalis baru, dan penyebab membubung tingginya harga kebutuhan pokok. Lihat dan baca pernyataan Facebook tokoh Gerindra Prabowo Subianto

Hari ini kita membaca di koran, merasakan di pasar, bagaimana harga-harga kebutuhan pokok terus meningkat. Dibandingkan bulan lalu, harga cabai rawit kini sudah naik 63%, bawang merah sudah naik 49%, daging ayam 19%, telur ayam 9%. Apakah kita sebagai penghuni negara yang menempati sebagian zona tropis dunia, negara yang dapat panen tiga kali setahun harus kelaparan? Apakah Tanah Air tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan kita? Apakah kita harus terus impor garam, anak ayam, sapi, bawang, beras, dan ikan?

Apa yang kita alami sekarang ini adalah hasil dari sistim ekonomi liberal yang kebablasan. Jika memiliki kehendak politik yang nyata, dan strategi tepat, kita bisa memutar balik keadaan. Harga-harga pangan yang terus naik, bisa kita turunkan. Harga BBM juga bisa kita turunkan dengan memproduksi sendiri BBM dari singkong.


Rakyat yang harus menerima dampak kemunculan kapitalis/penentu harga, dari harga cabai rawit sampai tiket penerbangan. Masihkan kita berapologi lagi bahwa di negeri ini tidak berlaku sistem ekonomi kapitalis? Betul, negeri ini tidak pernah mendeklarasikan telah menerapkan sistem ekonomi kapitalis, namun praktik berekonomi yang dikembangkan masyarakat sangat kapitalistik. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar