|
SINAR
HARAPAN, 05 Juli 2013
Awalnya,
semua beasiswa Bidikmisi dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), baik perguruan tinggi negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi
Negeri Agama Islam (PTAIN).
Namun,
sejak 2013 ini, pengelolaan beasiswa Bidikmisi yang berada di PTAIN dialihkan
kepada Kementerian Agama (Kemenag), termasuk mahasiswa Bidikmisi angkatan 2010
dan 2011 yang awalnya memang mendapatkan bantuan dana dari Kemendikbud.
Tidak
ada alasan pasti dari Kemendibud kepada mahasiswa Bidikmisi mengapa tiba-tiba
mengalihkan pengelolaan beasiswa Bidikmisi, namun sedikit kabar yang sampai
kepada mahasiswa Bidikmisi, pengalihan itu berdasar saran dari Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) agar proses pelaporannya lebih mudah jika yang mengelola
satu atap dengan perguruan tingginya.
Mendengar
perubahan itu, sejak awal mahasiswa Bidikmisi memang pesimistis karena akan
banyak masalah apabila pengelolaan beasiswa Bidikmisi dialihkan kepada Kemenag.
Bukan
rahasia lagi jika selama ini birokrasi di Kemenag banyak yang bermasalah, mulai
dari kinerja yang kurang efektif dan efisien, administrasi yang amburadul,
serta banyak yang bermasalah dengan korupsi. Kekhawatiran itu ternyata sekarang
benar adanya, beasiwa Bidikmisi di PTAIN terlambat cair hingga enam bulan.
Sejak
Januari hingga Juli ini beasiswa Bidikmisi belum cair. Mereka hidup
terlunta-lunta di kota-kota besar demi bisa belajar. Peristiwa ini adalah
pengalaman terburuk sejak pertama kali beasiswa Bidikmisi ada pada 2010.
Sebelumnya, ketika beasiswa Bidikmisi masih dikelola Kemendikbud keterlambatan
pencairan biasanya maksimal hanya tiga bulan, namun sejak beralih ke Kemenag
keterlambatannya hingga satu semester.
Sekarang
ini, semua mahasiswa Bidikmisi sedang sekarat. Mereka risau tidak bisa
melakukan apa pun. Berhari-hari kadang tidak makan. Uang mereka habis. Sudah
berkali-kali pula meminta ke rumah, namun karena di rumahnya juga tidak ada
uang, mereka kesulitan.
Sementara
itu, utang biaya makan sudah menumpuk, biaya indekos sudah nunggak hingga enam
bulan, dan buku-buku kuliah banyak yang tidak terbeli. Bahkan, ada salah satu
mahasiswa Bidikmisi sampai menjadi kuli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mereka
tidak bisa konsentrasi belajar karena harus bekerja. Perjuangan mereka di kota-kota
besar memang sangat menyakitkan. Kehidupan kota yang begitu keras menampilkan
wajah beringas. Sulit sekali menemukan solidaritas sosial seperti di desa-desa
pedalaman. Kehidupan kota dipenuhi ego individualistis sehingga tak pernah
peduli nasib orang lain.
Mestinya
pemerintah sadar bahwa penerima beasiswa Bidikmisi adalah mahasiswa dari
keluarga kurang mampu, yang seandainya tidak ada beasiswa Bidikmisi tidak
mungkin mereka bisa kuliah dan hidup di kota besar. Mereka semua selama ini
bertahan hidup bergantung pada dana beasiswa Bidikmisi. Keterlambatan dana
beasiswa Bidikmisi sama saja dengan menelantarkan anak-anak miskin.
Pemerintah
tentu sudah paham jika peserta Bidikmisi memang anak-anak miskin. Bahkan, saat
awal pendaftaran, selain berprestasi, syarat miskin menjadi poin utama. Jika
tidak miskin nihil bisa dapat beasiswa Bidikmisi. Bahkan, sudah dilakukan
observasi ke rumah peserta Bidikmisi untuk mengecek fakta yang sebenarnya,
apakah miskin atau hanya pura-pura miskin.
Jika
mereka sudah paham bahwa peserta beasiswa Bidikmisi anak kurang mampu atau anak
miskin, mengapa pemerintah masih sering melambatkan pencairan dananya?
Selama
ini mahasiswa Bidikmisi kadang sampai tidak makan berhari-hari demi bisa
belajar di perguruan tinggi. Hidup di kota besar tidak seperti di desa. Jika di
desa tidak makan mungkin masih ada tetangga yang bisa berbagi makanan. Namun,
hidup di kota besar, ketika tak ada makanan benar-benar tidak makan.
Kota
besar sangat keras. Mereka sangat sulit bertahan hidup tanpa dana beasiswa
Bidikmisi. Karena mereka masih belajar, butuh banyak konsentrasi untuk
mendalami ilmu pengetahuan. Mereka berangkat ke kota besar bukan untuk bekerja
menjadi kuli.
Meskipun
dari keluarga kurang mampu, mereka juga punya impian besar. Dari kampung kelahirannya
di pedalaman sana, mahasiswa Bidikmisi mempertaruhkan nasib di kota-kota besar
demi masa depan yang mencerahkan.
Tidakkah
terbuka mata hati pengelola beasiswa Bidikmisi PTAIN? Nasib masa depan bangsa
ada di tangan mahasiswa yang saat ini sedang berproses di perguruan tinggi,
termasuk mahasiswa Bidikmisi yang saat ini sekarat karena keterlambatan
pencairan dana.
Oleh
karena itu, pemerintah harus bertindak cepat menyelesaikan persoalan
keterlambatan pencairan dana beasiswa Bidikmisi. Enam bulan bukan waktu yang
sedikit. Banyak dari mahasiswa Bidikmisi yang sudah diancam diusir dari
indekosnya karena nunggak pembayaran enam bulan.
Selama
ini pemerintah hanya terus berjanji akan segera mencairkan dana Bidikmisi dari
bulan ke bulan. Namun, sampai Juli ini masih belum ada kepastian kapan beasiswa
Bidikmisi bisa dicairkan.
Mahasiswa
Bidikmisi selalu dibuai dengan harapan palsu sehingga mereka sudah tidak lagi
percaya kepada Kemenag. Mereka pun kalau ada kabar pencairan Bidikmisi biasanya
sinis dan menganggap itu pemberi harapan palsu (PHP). Entahlah, sampai kapan
beasiswa Bidikmisi benar-benar cair? Mahasiswa Bidikmisi terus menunggu! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar