Selasa, 09 Juli 2013

Akan ke Mana Kudeta Mesir?

Akan ke Mana Kudeta Mesir?
Smith Alhadar  ;   Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
MEDIA INDONESIA, 08 Juli 2013


MESKIPUN kudeta militer Mesir telah menjadi wacana sejak Presiden Mesir Muhammad Mursi mengeluarkan dekrit pada 22 November tahun lalu, di saat ia memonopoli kekuasaan, kudeta terhadap pemerintahannya pada 3 Juni 2013 yang dipimpin Jenderal Abdul Fattah al-Sisi tetap saja mengejutkan, baik oleh internal masyarakat Mesir sendiri maupun komunitas internasional. PBB, AS, Uni Eropa, dan Uni Afrika menyatakan keprihatinan mendalam atas kudeta terhadap pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara bebas dan demokratis pada 30 Juni tahun lalu itu. Mereka pun menuntut kekuasaan diserahkan kepada pihak sipil secepat mungkin.

Di internal Mesir sendiri terjadi bentrokan antara pendukung Mursi yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM) dan pihak oposisi di Alexandria, yang menyebabkan 30 orang tewas. Tiga orang lainnya dari pendukung Mursi ditembak militer ketika mereka berusaha masuk ke barak tentara di ibu kota Kairo yang diyakini menjadi tempat Mursi ditahan. Kini unjuk rasa pro-Mursi masih terjadi di berbagai kota di Mesir. 

Dengan penembakan tiga pendukung Mursi, terjadi eskalasi unjuk rasa pendukung Mursi yang marah. Apalagi bukan hanya Mursi, para petinggi Partai Kebebasan dan Keadilan-sayap politik IM--seperti Muhammad Badie (pemimpin tertinggi IM) Khairat el-Shater (wakil nya), Rashad Bayumi (Deputi Pemimpin IM), dan Saad al-Katatni (Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan) juga ditahan atas tuduhan penghasut demo yang menyebabkan delapan orang anti-Mursi tewas. Juga, tuduhan bahwa mereka menghina pengadilan.

Tuduhan militer itu terkesan dicari-cari untuk mendapatkan justifikasi bagi kudeta yang mereka lancarkan. Toh, kematian delapan demonstran antipemerintahan IM itu terjadi di depan markas IM, yang menunjukkan mereka yang tewas itu, bersama dengan demonstran lain yang didukung militer, menyerang markas IM sehingga terjadi bentrokan yang mematikan itu. Militer pun melarang kegiatan semua media islamis, termasuk stasiun televisi IM, bahkan stasiun TV Al-Jazeera yang dianggap bersimpati pada IM.

Sebenarnya unjuk rasa antipemerintahan Mursi yang didominasi IM telah dimulai sejak Mursi mengeluarkan dekrit. Ada beberapa hal krusial di dalam dekrit itu yang memberi Mursi kewenangan luar biasa, yakni semua keputusan Mursi bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak mana pun. Kewenangan itu, antara lain, mencopot Jaksa Agung Abdul Meguib Mahmud; Mahkamah Konstitusi tidak berhak membubarkan dewan konstituante, lembaga MPR, dan tidak berhak meninjau kembali keputusan presiden sejak Mursi memangku jabatan pada 30 Juni 2012 hingga keluar konstitusi baru; memerintahkan penyidikan dan pengadilan ulang para pejabat era rezim mantan Presiden Hosni Mubarak.

Segera, para pengkritik dari kubu oposisi, yang berasal dari kubu sosialis, sekuler, liberal, nasionalis, dan kaum muda--yang pada krisis sekarang menjadi elemen utama anti-Mursi--menganggapnya sebagai cara mengulangi rezim otoriter Mubarak walaupun sebenarnya tuntutan pengadilan ulang terhadap Mubarak, dua putranya, dan kroni-kroninya, serta pemecatan Jaksa Agung Abdul Meguib Mahmud karena dianggap sengaja menyembunyikan bukti yang memberatkan Mubarak dan tersangka lain, sesuai dengan aspirasi revolusi. Namun, tetap saja kebijakan Mursi itu mengundang kritik. Krisis politik pun bereskalasi ke tingkat yang membahayakan ketika dewan konstituante pada 1 Desember 2012 menyelesaikan konstitusi baru yang berbau agamais dan situasi semakin keruh ketika pada 15 Desember mayoritas rakyat menyetujui konstitusi itu dalam referendum.

Dengan demikian, pemerintahan baru Mesir akan menerapkan syariah Islam. Pemerintahan IM pimpinan Mursi yang didukung kaum Salafi pun mulai menempatkan orang-orangnya pada lembaga-lembaga strategis. Maka, pihak oposisi yang didukung militer secara diam-diam meningkatkan tekanan kepada Mursi dengan mengerahkan lebih banyak massa ke Alun-Alun Tahrir untuk memprotes konstitusi itu. Belakangan kelompok tamarod (pemberontak), yang merupakan kelompok pemuda, mengklaim berhasil mengumpulkan 20 juta tanda tangan rakyat untuk mendelegitimasi kekuasaan Mursi. Toh, ketika terpilih sebagai presiden, Mursi hanya mendulang sekitar 13 juta suara. suara.

Sebenarnya, dalam pertemuan Mursi dengan Dewan Tinggi Peradi lan pada 26 November, telah tercapai kompromi soal dekrit presiden. Keduanya, antara lain, sepakat butir pertama dekrit presiden hanya bisa dilakukan kalau ada bukti baru. Mereka juga sepakat keputusan Mursi yang tak bisa diganggu gugat hanya menyangkut isu strategis dan keamanan nasional.

Namun, butir yang menegaskan Mahkamah Konstitusi tidak dapat membubarkan dewan konstituante dan MPR tetap tak berubah. Kendati demikian, solusi krisis politik masih belum sepenuhnya terang karena kubu oposisi masih menolak berdialog dengan Mursi meskipun ia pun telah bersedia mengubah pasal-pasal kontroversial dalam konstitusi baru yang didikte IM dan kubu Salafi.

Namun, sikap kompromi Mursi itu dinilai masih belum cukup. Maka demo anti-Mursi terus berlanjut dengan melancarkan pembangkangan sipil secara nasional. Rencana penggulingan Mursi pun--dengan bantuan militer--akhirnya berhasil pada 3 Juli lalu setelah berjuang selama kurang lebih enam bulan.

Kudeta militer pun disambut gembira jutaan rakyat Mesir, terutama mereka yang berasal dari kelompok nasionalis, sosialis, liberal, sekuler, dan tamarod, bahkan Syekh Agung al-Azhar Ahmad Tayyib, Ketua Gereja Koptik Mesir Tawadros II, Koordinator Front Penyelamatan Nasional Mohammad el-Baradei, dan Sekjen Partai Nur (sayap politik gerakan Salafi) Jalal Marrah.

Sebagai ganti pemerintahan Mursi, militer mengangkat Ketua Mahkamah Konstitusi Tertinggi Adly Mahmud Mansour sebagai presiden sementara pada masa transisi sampai pemilu presiden mendatang, sesuai dengan peta jalan baru yang berisi pembekuan konstitusi, penyelenggaraan pemilihan presiden dan parlemen, penyertaan pemuda dalam pengambilan keputusan, pembentukan komite yang melibatkan semua elemen masyarakat untuk mengamendemen konstitusi, dan pembuatan piagam kehormatan media yang menjamin kebebasan pers.

Kendati terlihat masuk akal sebagai solusi untuk menyelesaikan krisis politik Mesir yang berkepanjangan, `kudeta' militer yang disertakan dengan peta jalan baru itu bisa membuat situasi politik Mesir semakin keruh. Simpatisan IM cukup besar, terbukti dengan menangnya mereka dalam pemilu parlemen pada Januari tahun lalu dan menangnya kandidat mereka Muhammad Mursi dalam pemilihan presiden Juni tahun lalu, ketika ia mengumpulkan lebih dari 51% suara dalam putaran kedua.

IM sendiri merupakan organisasi yang solid, yang berpengalaman dalam politik dan sangat berakar di masyarakat yang sulit dihancurkan. Tiga presiden kuat Mesir, Gamal Abdul Nasser (1954-1970), Anwar Sadat (1970-1981), dan Hosni Mubarak (1981-2011) tak dapat membasmi mereka.

Kudeta militer mendapat perlawanan dari IM. Maka, situasi Mesir akan semakin memburuk, baik politik maupun ekonomi, pada hari-hari mendatang. Jadi, masuk akal kalau kemudian pemerintah RI menyeru kepada orang Indonesia yang ada di Mesir--khususnya mahasiswa yang berjumlah sekitar 2.900 orang--untuk menjauh dari hiruk-pikuk politik Mesir.

Paling tidak larangan itu berdasarkan dua alasan. Pertama, menjaga citra Indonesia yang bersikap netral. Keikutsertakan warga Indonesia dalam gejolak politik itu bisa menimbulkan salah tafsir atas sikap RI terhadap pihak-pihak bertikai. Kedua, untuk menghindari korban nyawa dalam aksi kekerasan di sana.


Secara politis, pemerintahan Adly Mahmud Mansour yang didukung militer tidak akan stabil dan ekonomi akan semakin terpuruk. Berkuasanya militer yang mendapat resistensi IM menimbulkan ketegangan politik yang berdampak pada memburuknya situasi ekonomi akibat arus masuk investasi asing ke Mesir mencapai titik nol. Devisa dari sektor pariwisata anjlok hingga 80% dan Mesir merugi US$40 juta per hari akibat terhentinya wisata. Tingkat kemiskinan di Mesir naik tajam hingga 70%. Dengan demikian, kudeta itu hanya akan membawa Mesir ke masa depan yang kian suram. Akan ke mana kudeta Mesir? ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar