Selasa, 18 Desember 2012

Waduk Melati


Waduk Melati
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ;  Pengamat Ekonomi
SINDO, 17 Desember 2012


Pagi itu saya surprise sewaktu melewati Waduk Melati di belakang Grand Indonesia. Waduk yang biasanya sangat kotor, tapi pagi itu kelihatan bersih dari sampah. Airnya memang masih hijau, tetapi kelihatan ada upaya untuk membersihkan sampah dan kotoran lain. 

Saya melihat ada orang yang mulai membersihkan rumput dan tanaman di sekitar waduk. Secara bergurau saya mengatakan kepada pengemudi mobil saya bahwa tampaknya “kesaktian” Pak Jokowi mulai dirasakan juga di Waduk Melati ini. Beberapa waktu lalu saya menulis di media ini tentang sungai buatan di Seoul, Korea Selatan, yang merupakan kawasan yang sangat cantik dan menjadi tempat tujuan wisata. 

Padahal sebelumnya daerah itu kali kumuh, kemudian berubah menjadi jalan tol ke dalam kota. Ketika Presiden Korea Selatan saat ini, Lee Myung-bak, menjadi Wali Kota Seoul, beliau menutup jalan tol tersebut, menghancurkannya, dan mengubahnya menjadi sungai buatan yang sangat indah. Karena itu, sebetulnya kelemahan yang dimiliki suatu kota bukan tidak mungkin dapat diubah menjadi suatu hal yang menjadi kelebihan kota tersebut. 

Waktu saya menulis artikel tersebut, saya menggambarkan Waduk Melati sangat mungkin bisa disulap menjadi kawasan seperti itu. Beberapa waktu lalu saya datang ke daerah Marina Sands di Singapura. Di kawasan tersebut anak saya membawa saya untuk menonton pertunjukan Laser Show, yang diadakan di kawasan perairan yang mirip laguna yang dibatasi kawasan Marina Sands dan Patung Singa. 

Di kawasan itu tersedia tempat luas, dilengkapi bangku-bangku panjang, dan anak tangga semen yang menjadi tempat duduk seperti tribune. Pada pukul 20.00 tepat, acara Laser Show dimulai. Di sini kita melihat pertunjukan dengan menggunakan air mancur yang dijadikan semacam layar untuk pertunjukan multimedia. Pertunjukan itu indah. 

Teknologi yang dikembangkan di situ sangat mirip dengan teknologi yang digunakan Walt Disney di EPCOT Centre, Orlando, Florida. Saya menontonnya sudah lebih dari 10 tahun lalu. Baru-baru ini saya mengunjungi Suzhou, sebuah kota kawasan industri sekitar satu jam perjalanan dari Shanghai. 

Di kawasan tersebut juga ada danau. Pengelola kawasan itu akhirnya memanfaatkan danau tersebut sebagai tempat untuk pembangunan sarana rekreasi dengan berbagai restoran sepanjang pinggiran danau yang dibangun dengan indah. Lampu-lampu berwarna-warni muncul dari restoran tersebut dan terpantul di permukaan air danau. Pada akhirnya kawasan yang mungkin dahulu tidak terlalu berguna saat ini menjadi daya tarik yang besar bagi masyarakat daerah itu maupun wisatawan mancanegara. 

Dengan membandingkan tiga tempat tersebut, Seoul, Singapura, maupun Suzhou, saya merasa, minimal ada tiga contoh di depan mata kita yang bisa dimanfaatkan sebagai referensi pemanfaatan Waduk Melati untuk dikembangkan menjadi kawasan seperti itu. Kebetulan sekali Ibu Mari Elka Pangestu, menteri pariwisata dan ekonomi kreatif, bersama Pak Jokowi baru saja mencanangkan pembentukan kawasan kreatif di tiga daerah, termasuk daerah tersebut. 

Maka itu, sungguh sangat tepat waktunya jika pemerintah daerah mulai memikirkan secara serius pemanfaatan wilayah tersebut. Suatu ketika saya menghadap salah satu pejabat DKI (di zaman gubernur lama) menemani perusahaan yang ingin membantu membuatkan taman secara gratis di kawasan lahan di samping Waduk Melati. Di situ ada sekitar 1 hektare lahan kosong yang sekarang ini mulai banyak terpakai untuk parkir sepeda motor. 

Dalam pertemuan tersebut beliau bahkan mengatakan bahwa Waduk Melati tidak lama lagi akan dikeruk sebagai bagian dari proyek Bank Dunia. Proyek tersebut yaitu Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) yang akan melakukan pengerukan 13 sungai di Jakarta, termasuk Waduk Melati. Sayangnya, usulan pembangunan taman yang sebetulnya bagian dari corporate social responsibility (CSR) perusahaan tersebut justru dimentahkan oleh dinas yang menangani bidang tersebut.

Padahal jika waktu itu usulan tersebut disetujui, sudah dipastikan saat ini sudah terbangun sebuah taman yang indah di belakang Grand Indonesia yang menghadap Waduk Melati. Dengan latar belakang seperti itu, mungkin ada baiknya Pemerintah DKI yang baru secara serius memanfaatkan kawasan tersebut, yaitu lahan menganggur di samping waduk beserta Waduk Melati dan sungai yang mengalir sampai di kawasan Plaza Indonesia, ditata menjadi suatu kawasan yang mampu menjadi daya tarik bagi Jakarta. 

Dengan mengacu pada pengalaman Singapura, Waduk Melati bisa dimanfaatkan sebagai kawasan bagi pembangunan sarana Laser Show atau pertunjukan dengan media lainnya, tetapi dengan ciri khas Indonesia dan bahkan mungkin Betawi. Lahan di sampingnya bisa dimanfaatkan sebagai taman, namun dengan juga memanfaatkan lahan tersebut untuk membangun kawasan parkir di basement taman, entah satu tingkat atau dua tingkat.

Selain taman, di atas lahan tersebut juga bisa dibangun kawasan mirip Marina Sands yang bisa digunakan sebagai tempat duduk-duduk untuk menonton acara Laser Show. Sementara itu, aliran sungai yang terus mengalir ke arah Plaza Indonesia bisa saja dibangun seperti kawasan sungai buatan di Seoul. Di sekeliling danau, jika dikehendaki, dapat dibangun tempat-tempat untuk duduk-duduk seperti yang ada di kawasan Suzhou. 

Berbagai kreativitas bisa dikembangkan di daerah tersebut. Sungguh, ini suatu pemanfaatan kawasan kumuh menjadi kawasan yang bisa dibanggakan jika sudah selesai. Dengan demikian, kawasan tersebut tidak lagi menjadi “daerah belakang” dari Grand Indonesia maupun Thamrin City, tetapi justru menjadi “daerah depan” kawasan kreatif yang akan menjadi ikon Kota Jakarta. 

Semoga pemerintah daerah yang baru bisa mengembangkan usulan ini menjadi sesuatu yang lebih baik. Jika pemerintah daerah merasa ada kekurangan anggaran (yang saya yakin itu suatu hal yang mustahil), saya yakin perusahaan swasta yang waktu itu saya temani untuk menghadap pejabat DKI akan tetap bersedia membangunkan taman tersebut. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar