Sabtu, 01 Desember 2012

Ubah Strategi NU Rebut Kursi Gubernur


Ubah Strategi NU Rebut Kursi Gubernur
Samsudin Adlawi ; Wartawan Jawa Pos, Penulis Buku Puisi Jaran Goyang’ (2009) dan Haiku Sunrise of Java’ (2011)
JAWA POS, 30 November 2012


PILGUB Jatim 2013 bakal berjalan seru. NU Jatim bertekad merebut kursi L 1 (gubernur). PW (Pengurus Wilayah) NU Jatim menegaskan, tekad itu merupakan harga mati. Guna memuluskan targetnya, PW NU sudah melakukan konsolidasi karena pilgub tinggal setahun lagi. 

Karena NU bukan organisasi politik, organisasi kemasyarakatan terbesar di Jatim itu hanya akan menyiapkan kader terbaiknya. Selanjutnya, kader terbaik itu ditawarkan kepada parpol yang memiliki hak mengajukan cagub.

Saat ini PW NU menggodok tujuh nama figur. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa (ketua umum PP Muslimat NU), Wagub (incumbent) Jatim Saifullah Yusuf, Ketua DPW PKB Jatim Abdul Halim Iskandar, Ketua DPW PPP Jatim Musyaffak Noer, Ketua DPW PKNU Jatim Arif Junaidi, A'wan PW NU Jatim Hasan Aminuddin, dan mantan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol (pur) Untung S. Rajab. 

Tekad NU Jatim merebut kursi gubernur jelas mengancam duet Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf alias Gus Ipul) jilid II. Sebab, Gus Ipul yang juga salah satu ketua PB NU itu sangat mungkin akan patuh kepada keputusan PW NU Jatim. Dia sangat sulit menolak, apalagi membangkang. Dengan catatan, apabila dia yang dicalonkan PW NU. 

Ubah ke Bottom Up 

Jika tak ingin terulang kegagalan menyakitkan pada Pilgub 2008, NU harus mengubah mekanisme penentuan cagubnya. Selama ini NU masih cenderung menggunakan mekanisme top down dalam memutuskan figur pemimpin daerah. Mulai cagub sampai cabup/cawali. Biasanya, kandidat pilkada berlomba-lomba minta restu ke kiai, mendekati pengurus NU. Akibatnya, banyak calon yang maju mengaku sama-sama dari NU. Itu terjadi karena antarkiai tidak satu suara. Dalam posisi seperti itu pengurus NU tidak berkutik. 

Pilgub 2008 adalah contoh yang gamblang. Waktu itu pilgub diikuti lima kontestan. Yakni, Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Golkar), Soekarwo-Saifullah Yusuf (PAN-PD), Sutjipto-Ridwan Hisjam (PDIP), Khofifah-Moejiono (koalisi 12 parpol), dan Achmady-Suhartono (PKB kubu Gus Dur). 

Di lima pasang calon itu ada NU-nya. Ali Maschan Moesa, Gus Ipul, dan Khofifah adalah representasi NU struktural. Sedangkan Ridwan dan Achmady boleh dibilang termasuk sebagai NU kultural. Yang terjadi saat itu adalah "perang saudara" antarkader NU. Kekuatan NU terpolarisasi menjadi lima kubu. Pertarungan sengit terjadi antara kader NU terbaik Gus Ipul (cawagub) dan Khofifah (cagub) sampai tiga putaran. Akhirnya NU harus puas karena kadernya hanya menjadi Wagub. Khofifah kalah di putaran ketiga yang menurut sejumlah pengamat penuh kontroversi.

Agar perang saudara tidak terulang di Pilgub Jatim 2013, sudah waktunya NU mengubah mekanisme penentuan cagub dari top down berganti bottom up. Memang, NU tidak bisa dipisahkan dari kiai. Tapi, NU sebagai ormas besar punya struktur organisasi yang mengikat dari PB, PW, PC, sampai ke ranting. Membuat keputusan besar, seperti pilgub Jatim, seyogianya melibatkan seluruh pengurus dari pusat sampai ranting. Tak ketinggalan banom (badan otonom) NU seperti kiai/ulama, Muslimat, Fatayat, dan Ansor. 

Preseden Banyuwangi 

Pertanyaannya: apakah mekanisme seperti itu bisa dilaksanakan? Bisa. Ada contoh dari Banyuwangi. Dalam pilkada 2010, PC NU Bumi Blambangan menggelar serap aspirasi untuk menentukan calon bupati (cabup) dari kader terbaik NU. Pengurus cabang sampai ranting plus banom NU diminta mengajukan lima cabup dalam sebuah formulir yang sudah disiapkan. Pengurus ranting dan banom NU ternyata sangat antusias terhadap mekanisme baru itu. Sebab, mereka merasa dihargai. Tidak seperti yang sudah-sudah. Penentuan cabup dimonopoli pengurus cabang. 

Walhasil, setelah dihitung secara terbuka oleh PC NU, terpilihlah Abdullah Azwar Anas. Mantan anggota DPR dari FKB itu menang telak dengan 589 suara dukungan. Dia mengalahkan dua ketua PC NU KH Masykur Ali (27 suara) dan KH Hisyam Syafaat (3 suara). Juga Wabup petahana Yusuf Nuris (17 suara) dan Achmad Wahyudi (mantan ketua DPRD) yang meraih 15 suara. 

Karena dipilih secara demokratis lewat serap suara yang melibatkan seluruh jajaran pengurus NU dan banomnya, duet Kiai Masykur dan Hisyam langsung memerintahkan seluruh warga nahdliyin Banyuwangi agar mengamankan suara Anas. Hasilnya, meski Yusuf Nuris yang tercatat sebagai sekretaris PC NU digaet Jalal sebagai wakilnya, dia tidak mampu menggembosi suara nahdliyin untuk Anas. Anas yang berpasangan dengan Yusuf Widyatmoko menang satu putaran dengan perolehan suara 43 persen, mengalahkan pasangan Jalal-Yusuf Nuris dan Emilia Contesa-Zainuri. 

Terobosan PC NU Banyuwangi dalam menentukan cabup secara demokratis menarik untuk diadopsi oleh jajaran NU. Khususnya oleh PW NU Jatim yang bertekad merebut kursi L 1. Bila perlu, undang pengurus PC NU Banyuwangi untuk melakukan testimoni di hadapan seluruh PW NU Jatim. Mau?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar