Selasa, 11 Desember 2012

Tuntaskan Polemik Boediono


Tuntaskan Polemik Boediono
Marwan Mas ;  Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45 Makassar
SINDO, 10 Desember 2012


Hari Antikorupsi 9 Desember tahun ini perlu diapresiasi dengan memastikan penuntasan berbagai dugaan kasus korupsi yang jadi perhatian publik. 

Salah satunya polemik yang menimpa Wakil Presiden Boediono yang menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dalam rapat dengar pendapat dengan Tim Pengawas Century (20/11) tidak bisa diperiksa karena warga negara istimewa. Meski dua hari kemudian Abraham mengklarifikasi pernyataannya, polemik di ruang publik terus saja terjadi. 

Padahal, KPK boleh saja memeriksa Boediono, baik dalam tahap penyelidikan maupun tahap penyidikan sebagai saksi terhadap dua orang mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) yang sudah ditetapkan tersangka. Ada yang berpandangan bahwa Boediono bisa diproses di KPK dan dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi. KPK tidak boleh diskriminatif dan mengingkari asas hukum yang berlangsung universal, yakni kesetaraan di depan hukum (equality before the law). 

Sementara pandangan kedua menilai Boediono hanya bisa diproses secara politik dan pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi (forum previligiatum) yang diawali hak menyatakan pendapat oleh DPR,kemudian dibawa ke sidang MPR (pemakzulan). Saya sependapat dengan pandangan kedua. Boediono hanya bisa dibawa ke ranah politik diselingi proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Jika dalam penyelidikan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup (minimal dua alat bukti) dugaan penyalahgunaan wewenang dengan mengubah aturan BI sehingga kebijakan pemberian dana talangan kepada Bank Century dikeluarkan, yang menguntungkan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara, KPK tidak boleh menjadikan Boediono tersangka. Yang harus dilakukan KPK adalah membuat surat ke DPR tentang dugaan keterlibatan Boediono bersama alat bukti pendukungnya untuk dilakukan hak menyatakan pendapat. 

Forum Politik 

Jikapun Boediono saat mengeluarkan kebijakan itu berkedudukan sebagai gubernur BI, tetap prosesnya harus melalui forum politik karena saat dilakukan pengusutan ia menjabat sebagai wakil presiden. Berbeda sekiranya diproses saat masih sebagai gubernur BI atau setelah Boediono tidak lagi menjadi wakil presiden, proses hukum biasa yang diterapkan. 

Pasal 7A UUD 1945 menegaskan, presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden. 

Artinya, Boediono yang saat ini menjadi wakil presiden karena diduga terlibat korupsi (penyalahgunaan wewenang) dalam kasus Century dapat diberhentikan dari jabatannya. Proses politik diawali dengan usul pemberhentian oleh DPR dengan mengeluarkan “pernyataan pendapat”bahwa Boediono diduga keras melakukan korupsi, kemudian meminta MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya (Pasal 7B ayat 1 UUD 1945). 

Syarat sidang paripurna untuk menyatakan pendapat harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota DPR, kemudian didukung minimal dua pertiga jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna (Pasal 7B ayat 3 UUD 1945). MK wajib memprosesnya paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima. Jika putusan MK menyatakan Boediono “terbukti” melakukan korupsi,DPR meneruskan usul kepada MPR untuk menyelenggarakan sidang pemberhentian (pemakzulan) paling lambat 30 hari. 

Dengan demikian, polemik Boediono akan tuntas paling lama 120 hari. Tapi melihat realitas di parlemen, sangat sulit memenuhi syarat ini.Apalagi sebagian besar fraksi di DPR tidak setuju kasus Boediono dibawa ke ranah politik. DPR masih bersikukuh agar ditangani KPK sampai ke proses pengadilan. 

Jangan Diwariskan 

Kita berharap agar temuan KPK atas dugaan keterlibatan Boediono tidak menguap begitu saja, apalagi sudah disampaikan ke ruang publik. Pernyataan seorang Ketua KPK tentu tidak diumbar begitu saja tanpa dilandasi buktibukti hukum sehingga layak dipercaya. Apalagi kasus Century sudah diendus selama tiga tahun, tetapi KPK hanya menjerat dua tersangka. Padahal, dua nama itu sudah disebut dalam hasil penyelidikan politik di DPR di antara sejumlah nama yang diduga terlibat. 

Polemik Boediono harus dituntaskan dalam periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak boleh diwariskan kepada pemerintahan berikutnya, sebab berkaca pada pengalaman selama pergantian pemerintahan di negeri ini, tak satu pun mantan presiden/wakil presiden yang diduga menyelewengkan kekuasaan diselesaikan sesuai dengan harapan publik. Praktik tercela yang melibatkan pemimpin negara harus betul-betul diperangi sebagai preseden baik.

Sebuah perang yang belum pernah kita menangi lantaran terjebak pada belas kasihan dengan berbagai intrik kepentingan. Ini merupakan kado Hari Antikorupsi tahun ini. Lebih dari itu, rakyat juga perlu diyakinkan bahwa pernyataan pendapat yang boleh jadi berujung pada pemberhentian tidak berarti karena kedengkian pada seseorang. Negeri ini tidak boleh tercerabut dari konsistensinya menghargai para pemimpinnya. 

Jika nantinya hak menyatakan pendapat mentah di MK atau MPR,kita juga tidak mesti pesimistis.Apalagi mereduksi konsistensi publik dengan membenturkannya pada kepentingan pencitraan menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Kebijakan pemerintah dan jajarannya layak dikoreksi dan jika cukup bukti ada penyelewengan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, seharusnya dituntaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar