Selasa, 18 Desember 2012

Memperluas Kesetiakawanan Sosial


Memperluas Kesetiakawanan Sosial
Haryono Suyono ;  Mantan Menko Kesra dan Taskin
SUARA KARYA, 17 Desember 2012


Minggu ini seluruh anak bangsa diharapkan menyongsong Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dengan semangat berbagi secara komprehensif. Untuk itu, menteri sosial dan relawan sosial berusaha keras agar HKSN tidak saja menjadi perhatian menteri yang mengurusi sisa-sisa korban pembangunan seperti anak terlantar, korban bencana alam, keluarga miskin, lanjut usia (lansia) dan anak cacat. Tetapi, secara luas mengembangkan solidaritas sosial sehingga kesetiakawanan sosial menjadi perhatian dan budaya seluruh bangsa.
Karena itu diharapkan seluruh kekuatan politik tidak lagi bertengkar dan saling menyalahkan, tetapi dalam alam demokrasi yang berbudaya mencari cara paling tepat dan cepat menyelesaikan kemelut bangsa, memihak rakyat dan memberikan dukungan politik yang kuat terhadap upaya menghilangkan kebodohan, ketidakadilan serta jalan yang mulus untuk mendapatkan dukungan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Para politisi diharapkan terjun langsung ke desa bukan sekedar untuk dipilih kembali, tetapi melihat langsung apakah keputusan politik yang bersifat makro di tingkat undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah bisa dilaksanakan. Dan, menempatkan upaya untuk rakyat itu benar-benar sampai kepada rakyat dan menjadi pendongkrak perubahan yang memungkinkan rakyat tersenyum puas serta memberikan dukungan dengan ikhlas pada pemilihan berikutnya.
Dukungan politik seperti itu akan berdampak sangat tinggi pada pemangku tingkat bawah, sehingga kiprah pembangunan bukan saja berada pada tingkat provinsi dan kabupaten, tetapi merambah sampai akar rumput membawa dampak kesubur-an dan kemakmuran yang makin merata. Sehingga, memungkinkan jutaan keluarga miskin tidak lagi menghiasi istilah keluarga miskin, hampir miskin atau setengah miskin yang dicari cari untuk pencitraan tingkat makro dan politisi yang ingin merasa upayanya membawa hasil. Padahal, kenyataan lapangan sangat berbeda dan kurang mendapat perhatian yang wajar.
Pada tataran ekonomi yang mulai diadakan berbagai perubahan, juga perlu segera dibawa langsung pada tingkat akar rumput agar manfaatnya dapat dirasakan. Upaya pemberian kredit yang dijamin pemerintah belum seluruhnya menguntungkan keluarga miskin. Biarpun upaya itu telah menahan munculnya keluarga miskin baru, tetapi dalam hal tertentu justru meningkatkan kelas menengah dan atas berakibat jurang pemisah makin menganga, karena keluarga miskin tidak bisa mengakses kesempatan yang terbuka.
Kebijakan financial inclusion yang menjadikan Indonesia salah satu pelopor yang berani bicara lantang, perlu diikuti aturan yang memungkinkan bank-bank berani membangun kerjasama pada tingkat akar rumput dengan lembaga sosial kemasyarakatan untuk mengemas program dan kegiatan bersama pro rakyat. Permintaan Presiden atau Gubernur BI agar perbankan tidak saja menarik dana masyarakat dengan bunga rendah dan kredit dengan bunga yang mengutungkan bank, belum disertai upaya menarik nasabah baru kaum miskin atau tidak mempunyai kegiatan ekonomi sama sekali. Calon nasabah seperti ini, biarpun secara makro dijamin sebagai nasabah tanpa agunan, prakteknya masih jauh dari kenyataan. Keluarga miskin hampir pasti tidak dapat mengakses dana yang melimpah dari bank yang ada disekitarnya tanpa harus mengantongi dukungan yang memadai. Kepeloporan beberapa daerah menyediakan agunan yang tersistem belum diikuti secara merata di daerah lainnya.
Ketimpangan pengembangan solidaritas sosial dibidang politik dan ekonomi itu menjadi penghambat untuk pengembangan budaya peduli dan kesetiakawanan sosial secara luas. Upaya mendongkrak kesetiakawanan sosial yang dilakukan Kementeriaan Sosial dengan gegap gempita terhalang wewenang yang terbatas, dan karenanya hanya dapat disediakan anggaran yang juga terbatas. Keadaan ini membuat menteri atau jajarannya hampir tidak mungkin melakukan upaya terobosan lintas sektor yang cukup menantang dan memerlukan pemikiran yang komprehensif serta berkelanjutan. Upacara HKSN menjadi sangat menyempit dan menjadi upacara solidaritas terbatas yang menutupi cita-cita solidaritas nasional amat besar yang terkandung dalam arti budaya bangsa.
Kesetiakawanan menjadi bahan bacaan petugas sosial atau relawan sosial biarpun dalam setiap kesempatan Kementerian Sosial selalu menempatkan seorang pengusaha menjadi Ketua HKSN. Upacara selalu terbatas pada sentralisasi massal yang umumnya diikuti oleh petugas, pegawai atau relawan sosial dengan kepedulian yang terbatas untuk upacara dari pengusaha yang peduli sesaat tanpa adanya perubahan struktural dengan dampak berkelanjutan sebagai solidaritas sesama anak bangsa.
Kegiatan yang disponsori oleh berbagai perusahaan dengan kucuran dana corporate social responsibility (CSR) menjadi salah satu terobosan yang perlu ditata dengan baik agar menjadi bagian dari budaya perusahaan untuk membangun budaya solidaritas setiap perusahaan akan anak bangsa yang belum menikmati kemerdekaan di nega-ranya. Solidaritas yang ditimbulkannya sementara ini bersifat kelembagaan melalui penyisihan dana seperlunya untuk usaha sosial maupun mendukung kegiatan sosial yang belum seluruhnya diikuti dengan roh solidaritas dalam budaya ekonomi kerakyatan yang menempatkan keluarga ku-rang mampu dalam proses pemberdayaan.
Kemegahan upacara HKSN yang minggu ini akan digelar kembali, perlu diikuti pemikiran secara sistematis untuk mengembangkan tema dan pembudayaan yang lebih luas, sebagai kepedulian dan solidaritas dengan melibatkan berbagai kalangan diluar Kementerian Sosial, lembaga sosial kemasyarakatan dengan penempatan yang lebih signifikan. Pada tingkat awal, modal penyelenggaraannya harus dipikul oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya pemberdayaan untuk gerakan masa depan yang lebih mandiri. Dukungan awal yang luar biasa itu harus dikemas dengan baik, agar menghasilkan partisipasi yang luar biasa dalam kepedulian dan solidaritas sosial yang gegap gempita. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar