Jumat, 14 Desember 2012

Memperkuat Pengawasan Internal


Memperkuat Pengawasan Internal
J Danang Widoyoko ;  Koordinator Badan Pekerja
Indonesia Corruption Watch (ICW)
SINDO, 14 Desember 2012


Dalam survei persepsi korupsi (corruption perception index) terbaru, Transparency International menempatkan Indonesia pada peringkat 118 dari 176 negara yang disurvei dengan skor 32.

Di Asia Tenggara, peringkat Indonesia berada di bawah Filipina dan Timor Leste serta masih jauh di bawah Malaysia dan Thailand, apalagi Singapura. Hasil survei CPI itu tentu menjadi rapor merah bagi pemerintah karena masih menempatkan Indonesia di peringkat bawah,dengan rentang 0 untuk paling korup dan 100 untuk paling bersih.Mengapa Indonesia tidak mampu beranjak dari posisinya, padahal penegakan hukum terhadap kasus korupsi telah dilakukan secara luar biasa. Bahkan, baru saja seorang jenderal polisi dan menteri aktif ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Adakah yang salah dalam strategi pemberantasan korupsi di Indonesia? 

Keterbatasan Penegakan Hukum 

Selama ini,pemberantasan korupsi di Indonesia identik dengan KPK. Faktanya memang dalam penegakan hukum hanya KPK yang berhasil menunjukkan kinerja.Padahal selain KPK,ada Kejaksaan Agung dan kepolisian yang masing-masing juga memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum. 

Akan tetapi, hingga saat ini kinerja kedua institusi ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan KPK. Dalamnya kesenjangan kinerja ini yang membuat penegakan hukum praktis bergantung pada KPK.Dengan keterbatasan sumber daya serta disibukkan dengan berbagai ancaman kriminalisasi dan penggembosan, KPK praktis hanya mampu menangani sebagian kecil dari kasus korupsi. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan efek jera dalam penegakan hukum kurang optimal karena ada banyak kasus korupsi yang tidak ditangani oleh penegak hukum. 

Pada saat yang sama,pengalaman masyarakat terhadap praktik korupsi tidak berubah. Pelayanan publik masih diwarnai oleh praktik korupsi. Untuk mengurus izin atau mendapatkan pelayanan pemerintah lainnya,masyarakat dan kalangan bisnis harus mengeluarkan uang suap.Tidak mengherankan bila kemudian skor Indonesia dalam survei CPI tidak banyak mengalami perubahan. 

Sepanjang pelayanan publik masih diwarnai oleh praktik korupsi, persepsi publik akan tetap melihat korupsi sebagai sebuah persoalan di Indonesia. Situasi ini juga bisa memberikan penjelasan mengapa skor Indonesia tidak mengalami kenaikan drastis dalam CPI.Yang menjadi objek dari survei adalah korupsi dalam pelayanan publik yang dialami oleh masyarakat dan sektor bisnis, sedangkan yang dikerjakan Indonesia adalah penegakan hukum. Masalahnya, berbagai survei korupsi hanya mengukur korupsi yang dialami oleh konsumen pelayanan publik, bukan mengukur kualitas dan efektivitas penegakan hukum. 

Korupsi tidak cukup diberantas dengan penegakan hukum, karena proses hukum baru dilakukan setelah tindakan korupsi terjadi. Selain itu, kasus-kasus korupsi yang terungkap hanya pucuk dari gunung es. Kasus yang diadili hanya sebagian kecil dari kasus korupsi yang dilakukan dan sebagian besar kasus lain tidak pernah terungkap sama sekali. Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam pemberantasan korupsi adalah pencegahan, yakni bagaimana agar sejak awal korupsi tidak dilakukan. Meskipun memiliki tugas untuk melakukan pencegahan korupsi, dengan segala keterbatasannya tidak mungkin pencegahan dilakukan dengan efektif oleh KPK. 

Sungguh tidak masuk akal ketika sejumlah politisi pernah melontarkan usulan untuk memangkas kewenangan KPK dan mengarahkannya agar fokus pada pencegahan. Sesat pikir para politisi itu tentu karena ketakutan mereka terhadap KPK serta ketidaktahuan mereka mengenai pemberantasan korupsi. Pada dasarnya, pencegahan hanya bisa dilakukan secara efektif oleh pimpinan instansi melalui perubahan aturan dan mekanisme untuk mencegah terjadinya korupsi. 

Beberapa buku strategi pemberantasan korupsi yang ditulis oleh Robert Klitgaard atau rekomendasi strategi lainnya, mengandaikan keberadaan pemimpin yang mau memberantas korupsi. Salah satu bentuk pencegahan yang bisa dilakukan adalah melalui pengawasan internal. Hanya, pengawasan internal saat ini tidak berjalan efektif karena problem independensi. Inspektorat jenderal di kementerian atau badan pengawasan daerah (bawasda) di pemerintah daerah bertanggung jawab kepada pimpinan instansi. 

Padahal,banyak kasus korupsi justru dilakukan oleh pimpinan instansi. Apalagi, pegawai inspektorat atau bawasda adalah pegawai negeri biasa yang tidak selamanya bertugas di bidang pengawasan. Suatu saat, pegawai di pengawasan internal akan pindah ke bagian lain dan bila mereka terlampau tegas, maka kariernya di masa depan akan terhambat. 

Tugas Presiden 

Untuk mempercepat pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan pencegahan harus ditingkatkan kinerjanya. Tidak mungkin korupsi diberantas bila hanya mengandalkan satu “mesin”.Presiden memiliki tanggung jawab besar untuk melakukan pencegahan. Dalam waktu yang masih tersisa hingga 2014, presiden bisa meningkatkan efektivitas pengawasan internal. 

Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah dengan memberdayakan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lembaga ini sangat ditakuti pada masa Orde Baru, karena Soeharto berkepentingan dengan pengawasan internal dan sekaligus pada waktu itu membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pengawas eksternal tidak terlalu kuat. Tetapi kini, praktis BPKP tidak memiliki peran yang jelas. Karena itu, Presiden bisa mendorong BPKP agar menjadi pengawas internal. 

Karena posisinya di bawah presiden langsung,BPKP memiliki posisi independen ketika melakukan pengawasan di kementerian atau di pemerintah daerah. Model pengawasan seperti ini bisa mengadopsi fungsi inspektorat jenderal di Amerika Serikat yang diangkat dan bertanggung jawab langsung kepada presiden sehingga posisinya independen. 

Demikian juga fungsi pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat atau bawasda bisa disatukan di dalam BPKP, sehingga pengawasan bisa dilakukan dengan efektif. Bila pengawasan internal berjalan dengan baik,kasus korupsi bisa dihentikan karena sudah terdeteksi sejak awal. Bila penegakan hukum dan pencegahan berjalan dengan baik, pemberantasan korupsi akan mengalami kemajuan pesat. 

Ibarat pesawat terbang, pemberantasan korupsi membutuhkan dua mesin agar bisa terbang dengan sempurna, yakni penegakan hukum dan pencegahan. Dengan satu mesinsaja,yakniKPK,telahada perbaikan dalam pemberantasan korupsi. Seandainya “seluruh mesin”pemberantasan korupsi bekerja dengan baik, saya yakin pemberantasan korupsi akan melambung tinggi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar