Selasa, 18 Desember 2012

Fikih Korupsi


Fikih Korupsi
Said Aqil Siradj ;  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 
SINDO, 18 Desember 2012


Bicara korupsi di negeri ini seakan tak ada hentinya. Tebang satu tumbuh seribu. Satu kasus belum selesai, muncul lagi kasus-kasus korupsi lainnya.Maka publik pun seperti sudah terbiasa membaca atau mendengar istilah-istilah ”rekening gendut”, ”mafia pajak” atau ”pemerasan”. 
Itulah gambaran pahit yang mampu mewedarkan kenyataan di lapangan. Korupsi seolah sudah menjadi ”budaya”, sehingga sudah menyungsum dalam benak dan perilaku. Seramnya lagi, ada yang menyebut bahwa korupsi di Indonesia ini sudah seperti ”virus” yang menjalari dan menggerogoti ke mana-mana. 

Namanya virus, bisa terus tumbuh dan mencari peluang untuk menyebar. Faktanya, pemberantasan korupsi di negeri ini seakan menemui jalan terjal. Masih banyak kasus-kasus korupsi yang kemudian ”nyaris tak terdengar”. Dan yang lagi panas-panasnya adalah kasus pemerasan di BUMN. Memang sudah muncul kesadaran untuk mengatasi dan mencegah tumbuh kembangnya korupsi. 

Berbagai kalangan anak bangsa menyadari betapa bahayanya korupsi bila tidak sesigap mungkin untuk menghalaunya. Karena itu, ada yang dengan menyala-nyala mencanangkan pentingnya pendidikan karakter. Ada pula yang langsung pendekatan praktis dengan membuat kantin kejujuran. Di kalangan seniman juga muncul kesadaran dengan membuat film antikorupsi. 

LSM-LSM pun terus menyarangkan sasarannya untuk membongkar praktik-praktik korupsi di berbagai depar-temen. KPK terus berupaya memburu koruptor-koruptor walau harus menelan pil pahit, kerap dijegal oleh kalangan tertentu. Tampaknya memang perlu memancangkan secara kolosal dan masif untuk berjihad melawan praktik culas tersebut. 

Perlindungan Harta 

Mengikuti kajian fikih, korupsi merupakan bentuk pencurian (saraqah dan ikhtilas). Menyitir pandangan Ibnu Rusyd dalam Bidayat al-Mujtahid, pencurian adalah pengambilan harta orang lain secara sembunyisembunyi, tanpa ada kepercayaan yang diberikan kepada pihak pengambil. Dengan menggunakan definisi tersebut, korupsi jelas sepadan dengan pencurian. Pandangan fikih ini sesungguhnya merupakan representasi dari konsep dasar Islam seperti termaktub dalam konsep kulliyat al-khamsah.

Yaitu, agama sejatinya diturunkan untuk memelihara agama (hifzh aldin), jiwa (hifzh al-nafs), harta (hifzh al-mal),akal (hifzh al-aql), dan kehormatan (hifzh al-ardl). Perlindungan harta di sini tampak jelas menjadi salah satu fokus perhatian Islam. Karena itu, seperti ditulis oleh Dr Khomis Said Muhammad dalam Mawaqif Ghadhaba fiha al- Nabiyyu, kemarahan (ghadhab) bisa menjelma menjadi perbuatan yang terpuji (mahmudah), termasuk bila menyangkut harta.

Ketika terjadi perampokan terhadap harta seseorang, seseorang itu berhak melakukan pembelaan (difa’). Islam telah menyiapkan hukum yang termasuk dalam kategori jinayat (pidana).Ada yang disebut dengan hukum qishas dan hudud.Pencurian,perampokan, dan korupsi termasuk perbuatan melawan hukum yang akan mendapatkan ganjaran hukum qishashdan hudud. 

Ketegasan dan Tindakan 

Upaya-upaya penanggulangan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini banyak dinilai belum berjalan dengan baik. Fakta menunjukkan aparatur yang bertugas untuk itu, yaitu kepolisian dan kejaksaan, tidak menunjukkan keseriusan. Ketidakseriusan ini hanya dapat diatasi oleh lembaga yang berada di atas keduanya, yaitu Presiden.

Presiden juga harus bertindak tegas terhadap aparat pemerintahan di bawahnya yang terlibat korupsi. Sebab itulah NU,melalui musyawarah nasional di Pesantren Kempek, Cirebon, belum lama ini telah merekomendasikan beberapa hal terkait korupsi. 

Pertama,Presiden harus segera menggunakan kewenangannya secara penuh dan tanpa tebang pilih atas upaya-upaya penanggulangan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintah, utamanya terkait dengan aparat pemerintahan yang terlibat korupsi. Kedua,masyarakat agar berkontribusi aktif dalam upaya meruntuhkan budaya korupsi dengan memperkuat sanksi sosial terhadap koruptor, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan juga efek pencegahan bagi tindakan korupsi berikutnya. 

Dalam musyawarah tersebut disepakati pula bahwa harta hasil korupsi wajib dikembalikan ke negara,kendati para pelakunya sudah dihukum penjara. Harta para koruptor yang sudah diadili tetap harus dikembalikan ke negara,bahkan ketika seorang koruptor sudah meninggal dunia harus diperiksa hartanya sehingga jelas antara hasil keringat sendiri dan korupsi. Dalam hal hukuman terhadap koruptor, ada pemikiran perlunya penerapan hukuman mati. 

Bila merujuk mazhab Syafi’i, koruptor tidak bisa dikenai hukuman mati, kecuali kalau koruptor tidak mau mengembalikan harta hasil korupsi. Bila mengacu pada mazhab Maliki dan Hanafi, hukuman mati diperbolehkan diterapkan kepada tindak kejahatan yang membudaya dan sulit diberantas, termasuk korupsi. 

Di sini diambil sikap bahwa perlunya atau diperbolehkannya hukuman mati bagi koruptor. NU merekomendasikan hukuman mati sebagai opsi terakhir bagi koruptor, yakni ketika ia tidak jera setelah menerima hukuman penjara bertahuntahun dan masih mengulangi perbuatannya. Hukuman mati tidak dianjurkan langsung dijatuhkan tanpa melewati syaratsyarat itu. Ulama NU menekankan pertimbangan hukuman mati itu pada efek jeranya.

Dalam pandangan ulama NU, hukum Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman mati terhadap seseorang. Persoalan korupsi ini dalam pandangan ulama NU akan berkait pula dengan pajak. Hasil musyawarah nasional NU merekomendasi tentang tidak wajib membayar pajak jika korupsi masih marak.Jika korupsi terus saja marak, aparat penegak hukum tak mampu bertindak, rekomendasi ini mendapatkan momentumnya. 

Sebagai sebuah rekomendasi, pandangan ulama NU ini dapat menjadi bahan masukan pembuatan undang-undang yang mengatur tentang hukuman bagi koruptor. Juga pemikiran ini menjadi point penting yang akan menjadi dukungan moral bagi aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan menjadi shock therapy bagi para pelaku korupsi agar tidak terus-menerus berada dalam kubangan praktik dan perilaku korup. 

Isu yang digelindingkan oleh para Ulama NU ini menjadi bagian dari ikhtiar untuk mengingatkan para pemangku kebijakan di negeri ini agar amanah dan tegas menumpas praktik korupsi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar