Sabtu, 01 Desember 2012

Bagaimana Memberdayakan TKI?


Bagaimana Memberdayakan TKI?
Paul Sutaryono ; Pengamat Perbankan & 
Mantan Assistant Vice President BNI
 
SINDO, 01 Desember 2012


Sungguh memprihatinkan ketika mengetahui tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia diduga telah diperkosa polisi. Kasus ini menyusul kasus iklan pembantu rumah tangga yang bertajuk Indonesian maids now on sale. 

Pemerintah dituntut bukan hanya melindungi TKI, tetapi juga memberdayakan TKI. Masalahnya, bagaimana memberdayakan TKI? Bank nasional menerima berkah tatkala TKI mengirim uang alias remitansi (remittance) yang mencapai puncaknya menjelang Lebaran. Remitansi lebih banyak berasal dari Malaysia (sekitar 2,5 juta TKI) dan Timur Tengah (Arab Saudi, United Arab Emirates, Jordania, Bahrain dan Qatar). 

Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai transaksi sepanjang masa mudik Lebaran, Agustus 2012,mencapai Rp89,4 triliun dibawa oleh 22 juta pemudik. Dana itu termasuk dari TKI sebagai pendapatan nonbunga (fee-based income) yang gurih bagi bank nasional. Maka, persaingan remitansi menjadi kian sengit di industri perbankan nasional. 

Mengapa remitansi begitu memesona? Karena remitansi membawa rezeki berupa pendapatan dari biaya pengiriman. Bank nasional pun menikmati madu dari selisih kurs ketika remitansi dikirim dalam valuta asing (valas) plus peluang bisnis remitansi yang masih terbuka lebar. Total remitansi hingga Juli 2012, BNI mencapai 1.456 slip transaksi dengan volume USD43,2 miliar atau setara Rp410,40 triliun. Dari volume tersebut, terdapat Rp4,65 triliun merupakan remitansi dari TKI. 

Mengangkat Harkat TKI 

Transaksi selama Lebaran sebesar Rp89,4 triliun itu lari ke mana? Celakalah kalau dana sebesar itu dihabiskan untuk keperluan konsumtif. Lantas, bagaimana seharusnya? Pertama, menggali potensi bisnis usaha. Sepatutnya, keluarga TKI dapat memanfaatkan dana remitansi itu sebagai modal kerja untuk membuka usaha meski berskala kecil. Usaha apa yang sesuai dengan profil TKI? Salah satunya adalah industri ekonomi kreatif yang telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Sektor permainan interaktif telah menyumbang 14,9% terhadap PDB yang dibayangi layanan komputer dan peranti lunak 12,5%, periklanan 12,0%. Kemudian menyusul riset dan pengembangan 7,2%, seni pertunjukkan 6,6%, televisi dan radio 6,0%, film, video dan fotografi 5,9%, kerajinan 5,5%, arsitektur 2,7%, fashion 2,6%, desain 2,4% dan musik 0,6%. TKI dapat mengambil sektor kerajinan yang mempunyai potensi ekspor untuk menjadi pilihan usaha kecil. Hal ini akan memperkokoh ekonomi daerah sebagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). 

Selama ini UMKM telah membuktikan diri sebagai soko guru ekonomi daerah yang tetap berjaya pada masa krisis ekonomi 1997/1998. Bagaimana perkembangan UMKM? Statistik Perbankan Indonesia, September 2012 yang terbit pada 13 November 2012 mencatat jumlah penyaluran kredit untuk UMKM meningkat 17,69% dari Rp1.094,79 triliun per September 2011 menjadi Rp1.288,41 triliun per September 2012. 

Peningkatan yang signifikan. Hal ini disumbang oleh kelompok bank swasta nasional Rp582,58 triliun (45,22%), bank persero Rp466,58 triliun (36,21%), bank pembangunan daerah (BPD) Rp183,17 triliun (14,22%), bank campuran dan bank asing Rp56,08 triliun (4,35%). Saat ini BRI masih merajai UMKM yang telah menyumbang pencapaian laba bersih Rp13,17 triliun per kuartal III 2012. Kinerja gemerincing itu telah mengungguli laba bersih Bank Mandiri Rp11,1 triliun, BCA Rp8,3 triliun, BNI Rp5,03 triliun, CIMB Niaga Rp3,1 triliun, Bank Permata Rp1,09 triliun,BII Rp922 miliar,OCBC NISP Rp656 miliar. 

Kedua, memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu,TKI sebagai pelaku UMKM dapat memanfaatkan KUR. Suku bunga KUR kini mencapai sekitar 20-25%. Sejak meluncur pada Oktober 2007, realisasi KUR sudah menyentuh Rp87,97 triliun per Oktober 2012 dan menggerakkan 7 juta lebih pelaku UMKM. Selama Januari-Oktober 2012, penyaluran KUR mencapai Rp24,55 triliun atau 81% dari total target Rp30 triliun.

Pada 2013, KUR diproyeksikan dapat menembus Rp35 triliun hingga Rp40 triliun atau naik dari target tahun ini Rp30 triliun (Kementerian Koperasi dan UKM). Ketiga, meningkatkan peran bank nasional.Tentu saja bank nasional pun dituntut untuk tiada henti membina bisnis pelaku UMKM. Bagaimana kiatnya? Bank nasional dapat memberikan penyuluhan untuk menyusun laporan keuangan secara sederhana dan pelatihan transaksi ekspor impor (trade finance). Hal ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat keluarga TKI dan pelaku UMKM menjadi pebisnis berbasis ekspor. 

Selain itu, bank nasional sudah semestinya membuka UMKM Center di setiap kantor cabang yang mudah diakses melalui telepon, surat elektronik, dan situs internet. UMKM Center tersebut bertugas memberikan advis bisnis dan keuangan kepada pelaku UMKM. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan sekaligus mendewasakan pelaku UMKM dalam berbisnis. Jangan alpa bahwa bank nasional dituntut untuk bukan hanya memberikan kredit. 

Bank nasional juga wajib memberikan bimbingan bisnis dan keuangan kepada nasabahnya. Sejatinya,hubungan bisnis antara bank dan nasabahnya itu akan menciptakan sinergi yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Nasabah akan lebih percaya diri dalam berbisnis karena terus didampingi dan diberikan advis teori dan praktik.Bisnis pun bakal terus berbuah manis yang berarti potensi kredit macet makin rendah. 

Ujungnya,bank nasional memperoleh pendapatan bunga kredit yang legit untuk memupuk laba tinggi. Bank nasional, terutama yang rajin menggarap remitansi yang didominasi TKI, dituntut untuk mengedukasi dan membina bisnis TKI. Alhasil, setelah ”pensiun“ sebagai tenaga kerja migran, TKI telah memiliki usaha sendiri. Kian banyak TKI menjadi pelaku UMKM, kian kokoh pula ekonomi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Spirit berbisnis diharapkan dapat menulari TKI lain yang sedang mendulang devisa di negeri seberang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar