Jumat, 15 Juni 2012

Pilpres dan Hubungan Mesir-Israel

Pilpres dan Hubungan Mesir-Israel
Ibnu Burdah ; Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam;
Dosen Fakultas Adab dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Sumber :  KOMPAS, 15 Juni 2012


Bagi sebagian dunia Barat dan Israel, Pemilu Presiden Mesir putaran kedua pekan ini amat signifikan.

Pilpres ini diyakini turut menentukan masa depan hubungan Mesir dan Israel. Mengingat posisi Mesir, hubungan itu secara berantai bisa berpengaruh ke hubungan Israel-dunia Arab, Israel-dunia Islam, bahkan Barat-dunia Islam. Dua kandidat yang melaju ke putaran kedua, Muhammad Mursyi dari kelompok Ikhwan dan Ahmad Syafiq yang bekas perdana menteri terakhir di era Mubarak, terkesan berupaya menghindari isu ini.

Bagi Syafiq, posisinya terhadap perjanjian Camp David amat jelas. Ia pernah menegaskan akan sepenuhnya menghormati perjanjian internasional yang telah ditandatangani dan diratifikasi Mesir. Meski ia tidak menyebut Camp David, para pengamat meyakini ia akan meneruskan kebijakan luar negeri era Mubarak meski dengan derajat berbeda.

Sikap ini jelas tak populer di kalangan luas rakyat Mesir kini. Sebab, Camp David ”produk rezim”, bukan kehendak luas masyarakat Mesir saat itu dan hubungan dekat dengan Israel dengan mengorbankan ”Palestina” adalah karakter rezim Mubarak, tokoh antagonis Mesir pascarevolusi. Karena itu, Syafiq berupaya keras menghindari isu ini karena merugikan upayanya meraih Mesir I. Ia memilih isu sekuler-modern versus Islam-masa lalu dalam menghadapi Ikhwan karena pada titik itu ia diperkirakan punya ”keuntungan komparatif”. Atau yang lebih kasar, memainkan isu demokrasi versus pemerintahan mursyid (pemimpin spiritual), yaitu pemerintahan tokoh agama. Syafiq ingin menunjukkan, kendati Mursyi kelak yang memerintah, jika terpilih, sesungguhnya ia tetap di bawah kendali sang mursyid Ikhwan.

Dilematis

Bagi kandidat Ikhwan, isu Camp David juga tak terlalu seksi dan cenderung dihindari. Ikhwan sebenarnya punya keuntungan jangka pendek jika mengangkat isu itu. Pandangan mereka diperkirakan lebih dekat ke kalangan luas rakyat Mesir saat ini dibanding rival mereka. Tapi, sepertinya itu tak akan dilakukan.

Posisi Ikhwan tentang masa depan Camp David belum begitu jelas dan tegas. Beberapa tokoh Ikhwan seperti Mursyi dan Al-Dardiri pernah menyatakan akan menghormati perjanjian internasional Mesir. Ini ditegaskan di hadapan delegasi AS, baik di Mesir maupun di Washington.

Sementara Saad al-Katatni, ketua parlemen dan partai Al-Hurriyah wa al-Adalah, serta tokoh lain menyatakan sebaliknya. Ia pernah membantah keras pemberitaan media terkemuka Israel, Yediot Ahronot, bahwa perjanjian Camp David akan aman dan tak tersentuh jika kelak Ikhwan memegang kekuasaan. Dikabarkan pula, mereka menyatakan Camp David perlu diselesaikan dalam referendum.

Sulit mengetahui sikap dasar Ikhwan karena tindakan dan perkataan mereka kadang berbeda dalam urusan-urusan penting, termasuk pilpres kali ini. Penulis memperkirakan sikap dasar Ikhwan adalah membatalkan atau mengubah pasal-pasal penting Camp David 1978 dan 1979, terutama menyangkut Palestina. Berdasarkan pengalaman historis, mereka tak mudah duduk bersama dengan Israel. Melawan Israel adalah bagian sejarah heroisme Ikhwan yang dibanggakan hingga kini.

Namun, penulis berkeyakinan Ikhwan tak akan menyentuh, bahkan mewacanakan peninjauan kembali perjanjian strategis itu di awal pemerintahannya jika Mursyi terpilih sebagai presiden demokratis pertama. Ia dipastikan akan ”membereskan” pekerjaan mendesak dalam negeri dulu, yakni mewujudkan stabilitas keamanan, pemerintahan, dan perekonomian. Konsolidasi kelompok Ikhwan, akibat dikoyak pencalonan Abul Futuh sebagai presiden, dan mewujudkan stabilitas Mesir akan jadi prioritas jika mereka memerintah.

Mereka sangat mungkin melakukan peninjauan kembali Camp David jika pekerjaan mendesak di dalam negeri telah ”diselesaikan” dan konsolidasi Mesir baru relatif berhasil. Dan, itu berarti sesuatu yang sangat serius dalam hubungan antarnegara di kawasan terkait. Hal yang mungkin dilakukan sebelum itu, melonggarkan perbatasan Mesir-Gaza untuk meringankan penderitaan warga Gaza akibat blokade Israel, mengurangi suplai gas ke Israel yang selama ini menuai kontroversi, dan menjauhi ”hubungan mesra” dengan Israel. Mereka takkan bertindak terlalu jauh.

Mengangkat isu peninjauan Camp David dalam kampanye saat ini sangatlah tak produktif bagi kelompok yang masih dipandang penuh khawatir oleh Barat dan Israel ini. Karena itu, mereka memilih mendesakkan isu lain, seperti kaum revolusioner versus sisa-sisa rezim lama atau sipil versus militer, untuk menghadapi Syafiq dalam pilpres. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar