Rabu, 13 Juni 2012

Mesir Menjelang Pilpres Kedua


Mesir Menjelang Pilpres Kedua
Muhammad Nadjib ; Anggota Komisi I DPR
SUMBER :  REPUBLIKA, 12 Juni 2012


Pada hari Rabu-Kamis (23 24/5), rakyat Mesir memilih pemimpinnya dalam pilpres demokratis perta ma pascatumbangnya Husni Mubarak. Hasilnya, capres dari Freedom and Justice Party (FJP) yang dilahirkan Ikhwanul Muslimin(IM), Mohammad Mursi, dengan 24 persen dan capres Mohammad Shafiq, mantan PM terakhir pada era Mubarak yang meraih 23 persen suara sah, berada di urutan teratas.

Hasil ini tak pelak mengejutkan publik dan pengamat dalam dan luar negeri yang dalam polling terakhir memprediksi Amr Moussa, mantan sekjen Liga Arab, dan Aboul Futuh, jalur independen, yang melaju ke putaran kedua.

Dari realitas hasil pilpres putaran pertama, kontestasi di antara para kandidat capres Mesir yang berasal dari aliran politik yang beragam pun akhirnya mengerucut kepada dua arus besar, yaitu proreformasi yang diwakili capres Mursi berhadapan dengan sisa kekuatan loyalis mantan presiden Mubarak yang disimbolkan oleh capres Shafiq.

Dalam pengalaman banyak negara yang dalam proses transisi demokrasi, calon dari kubu rezim lama sering jadi kuda hitam, tak diunggulkan, tapi meraup banyak suara. Unggulnya calon dari kubu status quo bisa jadi disebabkan terpecahnya kubu reformis, kuatnya jaringan birokrasi militer, keunggulan pengalaman, serta besarnya pendanaan.

Pemulihan Ekonomi dan Keamanan

Mesir pascarevolusi menghadapi masalah yang cukup serius, terlepas dari suksesnya pemilu legislatif pada Desember tahun silam. Masalah terbesar adalah pemulihan ekonomi dan keamanan serta mendapatkan kembali dukungan internasional. Partai politik dan presiden yang akan memimpin Mesir harus sanggup menyelesaikan masalah utama ini.

Di bidang ekonomi, angka pengangguran mencapai 9,7 persen dan 40 persen rakyat hidup miskin dan di bawah garis kemiskinan. Selain itu, tingkat buta huruf juga sangat tinggi (71 persen dari penduduk), ditambah menyusutnya cadangan devisa Mesir dari 36 miliar dolar AS sebelum Mubarak lengser menjadi tersisa 15 miliar dolar AS.

Belum lagi, defisit anggaran yang sangat besar karena 55 persen dari APBN-nya tersedot untuk menanggung beban subsidi kebutuhan dasar rakyat dan membayar bunga utang luar negeri.

Sementara itu, persoalan keamanan terkait dengan kerusuhan sosial disebabkan oleh memburuknya sentimen terhadap minoritas Koptik dan kekhawatiran kelompok liberal terhadap kemenangan partai-partai berhaluan Islamis yang mengkhawatirkan Mesir terjerembap pada munculnya rezim teokratis.

Sementara itu, dukungan interna sional, khususnya negara-negara Barat, akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemerintahan baru nanti menyikapi Perjanjian Damai Mesir-Israel yang diteken Anwar Saddat pada 1979, di samping dukungan negara-negara Arab kaya di kawasan Teluk yang tidak ingin terimbas semangat reformasi yang akan mempertanyakan sistem kerajaan atau keemiran yang mereka terapkan sampai kini.

Di sinilah ujian terberat capres Muhammad Mursi. Bila ia gagal meyakinkan publik, baik di dalam maupun di luar negri, maka kekhawatiran publik akan menjadi truf yang akan `dimainkan' kubu capres Shafiq untuk meraih dukungan.

Sebagai kandidat dari kelompok Islamis, Mursi harus menyadari bahwa dominasi kelompok Islamis di pentas politik Mesir mutakhir telah menjadi sorotan untuk menghindari penyebutan `kekhawatiran'. Parlemen Mesir saat ini hampir 75 persen dikuasai oleh gabungan dari FJP , sayap politik IM dan Annour Party, sayap politik Salafi.

Posisi Indonesia

Sebagai negara sahabat, Indonesia dapat mengambil peran dan memberikan kontribusi dengan cara berbagi pengalaman bagaimana kita menghadapi transisi politik pasca-Reformasi 1998. Pemilu yang damai dan kemampuan melahirkan berbagai undang-undang baru yang diterima oleh berbagai pihak telah memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi.

Lebih dari itu, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia mampu membuktikan bahwa nilai-nilai demokrasi dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai Islam. Jika saat awal reformasi pendapatan per kapita Indonesia hanya 500 dolar AS maka hanya dalam rentang 12 tahun, pendapatan per kapita kita naik menjadi 3.500 dolar AS. Indonesia juga berkepentingan melihat Mesir, mengingat hubungan ekonomi kedua negara sangat erat.

Pada 2011, meski terjadi revolusi, volume dagang kedua negara meningkat 66,8 persen dari 2010 yang mencapai 725,6 juta dolar AS dengan surplus bagi Indonesia. Juga, pada tahun yang sama, realisasi investasi Indonesia di Mesir mencapai 250 juta dolar AS. Secara politik, Indonesia juga berkepentingan mengingat peran regionalnya pada negara di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Secara khusus, Indonesia berkepentingan menjaga sekitar 5.000 mahasiswa yang sedang belajar di Mesir. Perubahan konstelasi politik dengan munculnya gerakan fundamentalisme akan mengganggu ketenteraman dan suasana harmonis di dalam negeri.

Cepat atau lambat mereka akan pulang, jangan sampai euforia yang dilihat di negara-negara tersebut akan dibawa sebagai oleh-oleh untuk diterapkan di Tanah Air. Anak-anak kita harus diyakinkan bahwa apa yang terjadi di sana saat ini sejatinya terinspirasi oleh apa yang kita alami 14 tahun lalu.

Tidak berlebihan bila kita menyatakan perlu berbagi pengalaman untuk menghindari mengajari mereka bagaimana seharusnya menghadapi masa transisi, dan bukan sebaliknya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar