Kamis, 07 Juni 2012

Humanisme PSB “Online”


Humanisme PSB “Online”
Imam Subkhan ; Pejabat Humas Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus Solo
SUMBER :  SUARA MERDEKA, 7 Juni 2012


"PSB onlinemasih berbasis nilai unian nasional, artinya baru mempertimbangkan aspek akademis an sich"

PENERIMAAN siswa baru (PSB) sistem online saat ini menjadi pilihan yang dianggap tepat seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan dinamika masyarakat. Apalagi di daerah perkotaan yang masyarakatnya dianggap lebih melek teknologi informasi. Penerapan cara baru itu mereduksi beberapa persoalan yang selama ini muncul pada cara manual.

Persoalan itu misalnya, kurang transparan, berisiko menerima titipan atau uang suap, tidak praktis dan tidak efisien, serta merepotkan calon pendaftar atau orang tuanya karena harus berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain. Cara online lebih menjamin transparansi, utamanya calon siswa dan orang tua yang secara real time bisa memantau perkembangan.

Hal ini berbeda dari sistem sebelumnya, calon siswa atau orang tua harus bolak-balik ke sekolah untuk memantau jurnal. Jika dirasa peluangnya kecil diterima, harus cepat mencabut berkas untuk mendaftar ke sekolah lainnya. Parahnya, jika jurnal berjalan lambat dan pencabutan berkas dilakukan pada menit-menit terakhir waktu pendaftaran.

Apakah cara online menjadi sistem paling sempurna dalam proses penjaringan dan penyeleksian calon siswa? Sekadar mengingatkan memori pembaca, PSB online saat ini masih berbasis nilai UN. Artinya baru mempertimbangkan aspek akademis an sich dalam menentukan diterima tidaknya calon siswa di sekolah yang diminati.

Lantas bagaimana ranah potensi lainnya, yaitu kemampuan non-akademis, yang sama sekali diabaikan dalam cara baru itu. Sesungguhnya, inilah kritik paling tajam terhadap paradigma pendidikan saat ini, yang masih mengukur kemampuan siswa hanya dari angka. Potret pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai humanisme.

Pendidikan yang humanis lebih mampu menjangkau seluruh aspek potensi yang dimiliki anak didik. Kenyataannya, parameter keberhasilan siswa masih diukur dari tingkat capaian akademis atau aspek kognitif. Ketika ada acara wisuda dan perpisahan, yang mendapatkan penghargaan atau hadiah adalah yang memiliki nilai tertinggi dalam UN. Kelemahan lainnya dalam PSB online adalah terjadi ketidakmerataan penyebaran peserta didik.

Faktor Mental

Apakah PSB online harus disetop, dan kembali kepada sistem konvensional? Jawabannya tidak perlu karena hal itu berarti langkah mundur. Sudah semestinya dunia pendidikan menyesuaikan dengan laju perkembangan teknologi informasi, termasuk menerapkannya dalam penerimaan siswa baru demi efisiensi, akurasi, akselerasi , dan transparansi.

Yang mendesak dilakukan adalah membenahi dan menyempurnakan, terutama menyangkut acuan indikator. Seharusnya komponen penentu peringkat calon siswa dalam jurnal bukan hanya nilai UN ditambah dokumen prestasi atau sertifikat melainkan juga mengikutsertakan komponen lain yang bisa mengukur kemampuan anak secara utuh.

Komprehensivitas itu menyangkut aspek pengetahuan dan pengamalan agama, tingkat  kehadiran atau presensi, penerapan nilai-nilai karakter, keahlian atau keterampilan, prestasi kegiatan ekstrakurikuler, dan komponen yang bersifat nonakademis.

Tantangan ke depan adalah tiap sekolah harus mampu membuat instrumen penilaian yang terstandar, objektif, dan transparan. Selama ini, kritik terhadap sekolah adalah ketidakjujuran nya dalam membuat nilai-nilai dalam rapor, atau biasa dikenal model mengatrol nilai. Misalnya demi  kepentingan meluluskan siswa dan penjaringan masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur berprestasi.

Muaranya kembali kepada mental dan karakter SDM pendidikan, untuk memulai berpikir dan bertindak jujur, objektif, dan profesional. Secanggih apapun sistem, sangat bergantung pada kualitas SDM sebagai pelaksananya. Karena itu, perlu menyempurnakan PSB sistem online yang secara teknis terbukti lebih efisien dan transparan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar