Jumat, 15 Juni 2012

Elinor Ostrom dan Perikanan


Elinor Ostrom dan Perikanan
Arif Satria ; Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB,
Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia
Sumber :  SINDO, 15 Juni 2012


Pada 12 Juni 2012 Elinor Ostrom, peraih hadiah Nobel Ekonomi 2009, telah tiada pada usia 76 tahun. Tentu ini membawa duka yang sangat dalam bagi akademisi pengguna teori institusi sumber daya alam.

Lebih-lebih pada orang yang selama ini aktif pada International Association for Study of the Commons (IASC), organisasi profesi yang didirikan Ostrom. Pada 2006, saya pernah bertemu Ostrom dalam sebuah konferensi dan merasakan betapa hangatnya beliau dalam berdiskusi. Meskipun tokoh besar, beliau begitu menghargai pemikiran dan pendapat orang lain. Pembawaannya sederhana dan bersahaja meski telah puluhan buku ia hasilkan dan menjadi rujukan para ahli. Lalu apa hubungan antara Ostrom dan perikanan?

Teori “The Commons

Teori-teori Ostrom telah lama digunakan sebagai instrumen baik untuk memahami maupun mendesain model pengelolaan sumber daya. Bukunya yang monumental berjudul Governing the Commons (1990) sangat membantu saya ketika menganalisis isu-isu perikanan dan kelautan. Pertama untuk memahami laut sebagai sumber daya milik bersama (common pool resources).

Dalam kacamata Ostrom, ikan di laut dapat dikatakan sebagai sumber daya milik bersama karena ikan yang sudah ditangkap seorang nelayan tidak mungkin ditangkap nelayan lain. Yang berarti begitu penangkapan ikan dilakukan seorang nelayan, hal itu akan mengurangi peluang nelayan lain untuk mendapatkan ikan.Namun sulit bagi kita untuk mengecualikan pihak-pihak untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan atau tidak karena laut begitu terbuka.

Memahami karakteristik sumber daya seperti itu penting sebagai dasar dalam menentukan rezim pengelolaannya. Di sinilah Ostrom mulai mengenalkan apa yang disebut sebagai model pengelolaan oleh masyarakat atau organisasi sukarela (self-governance) sebagai alternatif dari model privatisasi dan model negara (sentralisasi) yang dianggap sering gagal. Apakah perikanan bisa dikelola dengan model pengelolaan oleh masyarakat?

Dalam bahasa Ostrom, model pengelolaan oleh masyarakat merupakan salah satu bentuk desentralisasi pada level pilihan kolektif (collective choice) dan pemerintah mulai menyadari pentingnya model ini. Dulu nelayan tidak dipercaya karena dianggap tidak memiliki kemampuan untuk mengelola karena umumnya mengenyam pendidikan relatif rendah. Padahal mereka memiliki pengalaman luar biasa yang dari pengalaman itulah berkembang pengetahuan lokal (local knowledge).

Di Indonesia, ada tiga tipe pengelolaan oleh masyarakat (Satria, 2009), yakni ada yang berbasis pada masyarakat hukum adat seperti model sasidi Maluku atau panglima laot di Aceh. Ada juga yang berbasis pada hasil revitalisasi institusi adat seperti model awiq-awiq di Lombok. Dulu para nelayan di Lombok memiliki sistem sawen yang sebenarnya agak mirip dengan sasi dan efektif dalam pengelolaan pesisir.

Namun sistem tersebut berakhir pada era Orde Baru dan kembali di dibangkitkan pada era Reformasi. Selain itu ada juga tipe ketiga, yakni yang merupakan model baru tanpa ada pengaruh adat. Model ini berpusat pada peran masyarakat nelayan meski tidak memiliki sejarah dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Banyak pihak yang mulai mengembangkan tipe ketiga ini mengingat para ahli perikanan dunia juga mulai melirik.

Para ahli sudah menyadari bahwa sains juga memiliki keterbatasan yang mestinya dilengkapi dengan pengetahuan lokal milik nelayan. Buku saya bersama Kenneth Ruddle berjudul Managing Coastal and Inland Waters (2010) juga berupa pengakuan kami terhadap keberadaan model pengelolaan oleh masyarakat di Asia Tenggara.Belum lagi kalau kita menilik model Jepang, yang telah memiliki sejarah panjang dalam mempraktikkan model tersebut dan terbukti efektif dalam pengelolaan perikanan.

Kedua, Ostrom juga mulai mengenalkan tipologi hak dalam kaitan dengan sumber daya milik bersama ini.Ada lima tipe hak, yaitu hak akses atau melintas (access right), hak memanfaatkan (withdrawal right), hak mengelola (management right), hak melarang orang lain untuk melintas maupun memanfaatkan sumber daya (exclusion right), dan hak mengalihkan sebagian hak-hak sebelumnya (alienation right).

Bila orang memiliki kelima hak tersebut, dia akan disebut sebagai pemilik sumber daya (owner) meski untuk konteks laut sulit untuk mencapai status owner. Dengan memahami tipologi hak tersebut, kita bisa menganalisis sejumlah konflik nelayan. Pada masa lalu, konflik nelayan dengan pengelola konservasi laut adalah disebabkan nelayan merasa hak mengelola yang selama ini mereka miliki tercerabut setelah pemerintah menetapkan bahwa hak tersebut adalah milik pemerintah.

Hak-hak tersebut bersifat dinamis yang berarti bisa bertambah atau berkurang. Contoh kasus di kawasan konservasi laut tersebut menunjukkan bahwa hak nelayan berkurang. Nah, perlindungan yang selama ini diberikan pemerintah kepada nelayan kebanyakan masih tertuju pada hak melintas dan hak memanfaatkan sumber daya. Padahal untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan diperlukan juga perlindungan terhadap hak mengelola.

Hak mengelola sangatlah penting agar nelayan merasa memiliki lautnya sehingga akan menjaganya untuk kelestarian sumber daya. Hak mengelola yang diberikan kepada nelayan juga bisa efektif karena nelayan tahu persis kondisi sumber dayanya. Menurut Ostrom, pengakuan pemerintah terhadap hak mengelola tersebut merupakan salah satu unsur penting kukuhnya model pengelolaan berbasis masyarakat.

Langkah ke Depan

Karya Ostrom untuk konteks kelautan dan perikanan memang belum begitu banyak, tetapi mestinya dapat memicu kita untuk terus mengembangkan kajian tentang institusi pengelolaan sumber daya, khususnya laut. Hal ini mengingat kekayaan laut kita yang luar biasa terus menyisakan konflik baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan sehingga mestinya ilmuwan kita mampu seperti dia.

Kita lebih kaya isu dan masalah yang lebih menantang untuk dikaji dan tidak mustahil akan melahirkan teori-teori baru berbasis pada realitas kita. Selamat jalan, Elinor Ostrom. Meski kau telah tiada, karyamu akan terus hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar