Buruh
Cerdas
Asep Sumaryana ; Kepala Departemen Administrasi
Publik FISIP Unpad
|
KORAN
SINDO, 04
Mei 2017
DEMONSTRASI
buruh 1 Mei 2017 berdekatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Keduanya juga bersinggungan dan saling menguatkan. Pendidikan yang baik bisa
mengantarkan pesertanya menjadi sosok cerdas yang mampu berpikir holistik,
tepa salira serta saling menghargai bakal terbangun didalamnya. Dengan
demikian, saling memanfaatkan dan melemahkan dengan sesama pastilah suatu
larangan yang tidak pantas dilakukan kalangan terpelajar.
Bisa
jadi buruh dihantui ketakutan jika upahnya tidak cukup memenuhi kebutuhan
pokok. Harga kebutuhan pokok yang senantiasa merangkat naik, diikuti kenaikan
tarif listrik serta sewa pemondokan yang mengiktui tersebut menggetarkan
nyali mereka. Jika negara harus membangun freedom from fear, maka seluruh
rakyatnya diupayakan untuk itu. Kebebasan berserikat serta bentuk pekerjaan
yang legal mesti dapat meningkatkan kesejahteraan dan membebaskannya dari
ketakutan.
Sahabat
Bila
buruh mitra kerja industri, maka keduanya harus mampu saling memercayai dan
mengembangkan sense of belongingnya. Kesadaran bahwa industri dicari oleh
buruh untuk menggantungkan hidupnya dan industri dibantu buruh sehingga
produksinya diterima pasar patut terus digelorakan. Keduanya simbiosis
mutualitisk. Bahkan pemerintah senantiasa berharap banyak pada industry untuk
menyediakan lapangan kerja sesuai jualannya dalam kampanye. Untuk itu,
keduanya tidak bisa ditempatkan bersebrangan dan siap saling terkam.
Kehadiran
Tripartiet ataupun Panitia Penyelesaian Peselisihan Perburuhan Pusat/Daerah
(P-4P/D) dimaksudkan agar setiap perbedaan pandangan dapat diselesaikan
secara proporsional. Dengan demikian munculnya aktivitas demo yang dilakukan
buruh, bisa jadi berkaitan dengan kinerja lembaga tersebut yang tidak dapat
memediasi setiap letupan yang terjadi diantara keduanya. Posisi ini
dimanfaatkan dengan baik oleh bisikan yang lebih intens ke buruh untuk
menuntut agar kebutuhannya terus dapat dipenuhi industri. Dampaknya, buruh
tidak lagi bersahabat dengan majikannya karena telah dibangun image seakan
menjadi musuh bebuyutannya.
Image
diatas tdak boleh dikembangkan karena energinya akan habis digunakan untuk
bisa saling menekan tanpa berupaya meningkatkan kapasitas diri agar
produktivitasnya meningkat baik. Hadirnya outsourching patut dijadikan
instrosepksi agar buruh menelisik kelemahan dan kekurangan sehingga hal
demikian dilakukan. Kewajiban industri pun patut dilakukan tatkala ada
kekuarangan buruh agar tidak hanya diintip kelemahannya untuk segera dipecat.
Dalam
kondisi seperti itu, pemerintah sering diposisikan berada di kubu pemodal
sehingga kebijakannya dianggap menyudutkan buruh. Kondisi di atas bisa
menjadi indikator jika investor memiliki bargaining position yang baik
dibandingkan buruh. Banyaknya lahan produktif yang disulap menjadi pabrik
serta limbah industri di aliran sungai tanpa penanganan tuntas, menunjukkan
pembiaran yang berkepanjangan atas kerusakan di sendi ekonomi dan aspek
lainnya dalam kehidupan rakyatnya.
Petani
pun kehilangan semangat mengolah lahannya karena sebagian dialiri limbah
pabrik, irigasinya yang telantar serta sumber airnya menjadi susah akibat
sejumlah mata air dikomersilkan untuk bahan baku air kemasan dan isi ulang.
Tidak heran bila sebagian lebih bersemangat menjual lahannya serta generasi
penerusnya berpindah menjadi buruh.
Sense of Crisis
Industri
sepatutnya memiliki sense of crisis atas aset bangsa agar tidak bernafsu
mengeksploitasinya. Lahan pensuplai kebutuhan pangan jangan sampai menyempit,
demikian halnya dengan kebutuhan untuk tanaman yang diperlukan. Hanya saja,
industriawan pada umumnya bukan penduduk local. Mereka umumnya datang untuk
menambang laba. Jadi modalnya digunakan semaksimal mungkin untuk itu. Tinggal
buruh yang juga menjadi bagian dari negeri bermain cerdas. Bersama dengan
pemerintah dan penduduk lainnya, patut mengawal aktivitas industri agar tidak
merusak lingkungan.
Bisa
jadi voice buruh tidak ditujukan untuk dirinya. Lebih cerdas bila industri
dikawal agar tidak membuang limbah sembarangan serta menyedot habis air tanah
untuk kepentingan dirinya. Industri harus menempatkan aktivitasnya seperti
pesawat ruang angkasa, dan buruh sebagai pelayannya. Dengan pemikiran Korten
(1984), buruh yang mengingatkan dan mengatur agar prilaku industri tidak
sembarangan yang berpotensi merusak lingkungan. Praktik ini menjadi penting
dan menempatkan buruh lebih terhormat dimata pengusaha.
Kehadiran
buruh di industri bisa menjadi kepanjangan tangan rakyat serta pemerintah.
Informasi setiap aktivitas pengusaha yang merusak senantiasa dapat direkam
dan ditindaklanjuti lebih intensif. Dengan patokan Amdal yang dibuat
sebelumnya serta sejumlah kebijakan yang dapat dipedomani pihak terkait dapat
turut terlibat mengawal agar kejadian di sejumlah industri yang lingkungannya
rusak segera dapat diakhiri. Untuk itu, buruh pun berubah menjadi pahlawan
yang turut menjadi kelestarian lingkungan dan mencegahnya dari kepunahan di
sekitarnya.
Perubahan
besar ini perlu disikapi pemerintah dengan mereformasi sejumlah kebijakan
yang membiarkan upah murah dan merugikan buruh. Disamping itu, promosi
penyediaan lapangan kerja tidak boleh diidentikkan dengan mengundang investor
untuk menguras kandungan alam dan penduduk, namun dengan pemberdayaan sumber
daya lokal agar mampu menjadi kekuatan besar di bumi sendiri. Dengan kekuatan
seperti itu, ketergantungan kepada pihak lain terus berkurang dan didorong
agar menjadi bangsa mandiri yang tidak didikte oleh kekuatan manapun.
Membangun
kondisi ideal seperti diatas memerlukan kesungguhan seluruh komponen bangsa.
APBN/APBD yang dialokasikan untuk ketenagakerjaan dapat difokuskan untuk
pemberdayaan termasuk buruh. Pemberdayaan ini menempatkan tenaga kerja tidak
sebagai obyek, namun subyek yang tidak hanya dimobilisisasi untuk berdemo,
namun memiliki sikap dan pemikiran yang baik untuk menempatkan industri
berjalan secara sehat dan tertib. Untuk upaya ini seluruh komponen pendidikan
bertanggung jawab agar mampu membentuk generasi penerusnya menjadi pejuang
seperti halnya buruh.
Agar harapan diatas dapat direaliasikan,
kecerdasan spiritual menjadi penting digarap bersama. Ulama, tokoh
masyarakat, pendidik patut berintegrasi untuk mengawal kehidupan buruh yang
sehat. Pemerintah bertugas menghimpunnya agar dapat membentuk nilai yang
dapat mengubah prilaku seperti Rokeach (1984) tuliskan. Dengan
pengintegrasian sikap, pandangan dan nilai, buruh pun mampu menjadi mitra
industri untuk melangkah tanpa salah dan berguna bagi bangsa dan negaranya.
Untuk itu seluruh elite negeri harus courage dalam mengubah sikap dan
pandangan agar tidak orientasi pribadi dengan mengorbankan bangsanya.
Agaknya
hari pendidikan nasional kali ini dapat menjadi media renungan agar seluruh
komponen bangsa mampu menjadi pengawal perkembangan yang ada di negeri ini.
Industri dikawal oleh buruhnya yang cerdas dan memiliki integritas kebangsaan
yang baik. Untuk itu kewajiban pendidik untuk menjadikan buruh menjadi cerdas
yang tidak hanya dipandang sebagai obyek oleh industri dan kelompok
kepentingan lainnya untuk dimanfaatkan memuluskan kepentingan mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar