Sabtu, 06 Mei 2017

Buruh Cerdas

Buruh Cerdas
Asep Sumaryana  ;  Kepala Departemen Administrasi Publik FISIP Unpad
                                                    KORAN SINDO, 04 Mei 2017



                                                           
DEMONSTRASI buruh 1 Mei 2017 berdekatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional. Keduanya juga bersinggungan dan saling menguatkan. Pendidikan yang baik bisa mengantarkan pesertanya menjadi sosok cerdas yang mampu berpikir holistik, tepa salira serta saling menghargai bakal terbangun didalamnya. Dengan demikian, saling memanfaatkan dan melemahkan dengan sesama pastilah suatu larangan yang tidak pantas dilakukan kalangan terpelajar.

Bisa jadi buruh dihantui ketakutan jika upahnya tidak cukup memenuhi kebutuhan pokok. Harga kebutuhan pokok yang senantiasa merangkat naik, diikuti kenaikan tarif listrik serta sewa pemondokan yang mengiktui tersebut menggetarkan nyali mereka. Jika negara harus membangun freedom from fear, maka seluruh rakyatnya diupayakan untuk itu. Kebebasan berserikat serta bentuk pekerjaan yang legal mesti dapat meningkatkan kesejahteraan dan membebaskannya dari ketakutan.

Sahabat

Bila buruh mitra kerja industri, maka keduanya harus mampu saling memercayai dan mengembangkan sense of belongingnya. Kesadaran bahwa industri dicari oleh buruh untuk menggantungkan hidupnya dan industri dibantu buruh sehingga produksinya diterima pasar patut terus digelorakan. Keduanya simbiosis mutualitisk. Bahkan pemerintah senantiasa berharap banyak pada industry untuk menyediakan lapangan kerja sesuai jualannya dalam kampanye. Untuk itu, keduanya tidak bisa ditempatkan bersebrangan dan siap saling terkam.

Kehadiran Tripartiet ataupun Panitia Penyelesaian Peselisihan Perburuhan Pusat/Daerah (P-4P/D) dimaksudkan agar setiap perbedaan pandangan dapat diselesaikan secara proporsional. Dengan demikian munculnya aktivitas demo yang dilakukan buruh, bisa jadi berkaitan dengan kinerja lembaga tersebut yang tidak dapat memediasi setiap letupan yang terjadi diantara keduanya. Posisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh bisikan yang lebih intens ke buruh untuk menuntut agar kebutuhannya terus dapat dipenuhi industri. Dampaknya, buruh tidak lagi bersahabat dengan majikannya karena telah dibangun image seakan menjadi musuh bebuyutannya.

Image diatas tdak boleh dikembangkan karena energinya akan habis digunakan untuk bisa saling menekan tanpa berupaya meningkatkan kapasitas diri agar produktivitasnya meningkat baik. Hadirnya outsourching patut dijadikan instrosepksi agar buruh menelisik kelemahan dan kekurangan sehingga hal demikian dilakukan. Kewajiban industri pun patut dilakukan tatkala ada kekuarangan buruh agar tidak hanya diintip kelemahannya untuk segera dipecat.

Dalam kondisi seperti itu, pemerintah sering diposisikan berada di kubu pemodal sehingga kebijakannya dianggap menyudutkan buruh. Kondisi di atas bisa menjadi indikator jika investor memiliki bargaining position yang baik dibandingkan buruh. Banyaknya lahan produktif yang disulap menjadi pabrik serta limbah industri di aliran sungai tanpa penanganan tuntas, menunjukkan pembiaran yang berkepanjangan atas kerusakan di sendi ekonomi dan aspek lainnya dalam kehidupan rakyatnya.

Petani pun kehilangan semangat mengolah lahannya karena sebagian dialiri limbah pabrik, irigasinya yang telantar serta sumber airnya menjadi susah akibat sejumlah mata air dikomersilkan untuk bahan baku air kemasan dan isi ulang. Tidak heran bila sebagian lebih bersemangat menjual lahannya serta generasi penerusnya berpindah menjadi buruh.

Sense of Crisis

Industri sepatutnya memiliki sense of crisis atas aset bangsa agar tidak bernafsu mengeksploitasinya. Lahan pensuplai kebutuhan pangan jangan sampai menyempit, demikian halnya dengan kebutuhan untuk tanaman yang diperlukan. Hanya saja, industriawan pada umumnya bukan penduduk local. Mereka umumnya datang untuk menambang laba. Jadi modalnya digunakan semaksimal mungkin untuk itu. Tinggal buruh yang juga menjadi bagian dari negeri bermain cerdas. Bersama dengan pemerintah dan penduduk lainnya, patut mengawal aktivitas industri agar tidak merusak lingkungan.

Bisa jadi voice buruh tidak ditujukan untuk dirinya. Lebih cerdas bila industri dikawal agar tidak membuang limbah sembarangan serta menyedot habis air tanah untuk kepentingan dirinya. Industri harus menempatkan aktivitasnya seperti pesawat ruang angkasa, dan buruh sebagai pelayannya. Dengan pemikiran Korten (1984), buruh yang mengingatkan dan mengatur agar prilaku industri tidak sembarangan yang berpotensi merusak lingkungan. Praktik ini menjadi penting dan menempatkan buruh lebih terhormat dimata pengusaha.

Kehadiran buruh di industri bisa menjadi kepanjangan tangan rakyat serta pemerintah. Informasi setiap aktivitas pengusaha yang merusak senantiasa dapat direkam dan ditindaklanjuti lebih intensif. Dengan patokan Amdal yang dibuat sebelumnya serta sejumlah kebijakan yang dapat dipedomani pihak terkait dapat turut terlibat mengawal agar kejadian di sejumlah industri yang lingkungannya rusak segera dapat diakhiri. Untuk itu, buruh pun berubah menjadi pahlawan yang turut menjadi kelestarian lingkungan dan mencegahnya dari kepunahan di sekitarnya.

Perubahan besar ini perlu disikapi pemerintah dengan mereformasi sejumlah kebijakan yang membiarkan upah murah dan merugikan buruh. Disamping itu, promosi penyediaan lapangan kerja tidak boleh diidentikkan dengan mengundang investor untuk menguras kandungan alam dan penduduk, namun dengan pemberdayaan sumber daya lokal agar mampu menjadi kekuatan besar di bumi sendiri. Dengan kekuatan seperti itu, ketergantungan kepada pihak lain terus berkurang dan didorong agar menjadi bangsa mandiri yang tidak didikte oleh kekuatan manapun.

Membangun kondisi ideal seperti diatas memerlukan kesungguhan seluruh komponen bangsa. APBN/APBD yang dialokasikan untuk ketenagakerjaan dapat difokuskan untuk pemberdayaan termasuk buruh. Pemberdayaan ini menempatkan tenaga kerja tidak sebagai obyek, namun subyek yang tidak hanya dimobilisisasi untuk berdemo, namun memiliki sikap dan pemikiran yang baik untuk menempatkan industri berjalan secara sehat dan tertib. Untuk upaya ini seluruh komponen pendidikan bertanggung jawab agar mampu membentuk generasi penerusnya menjadi pejuang seperti halnya buruh.

 Agar harapan diatas dapat direaliasikan, kecerdasan spiritual menjadi penting digarap bersama. Ulama, tokoh masyarakat, pendidik patut berintegrasi untuk mengawal kehidupan buruh yang sehat. Pemerintah bertugas menghimpunnya agar dapat membentuk nilai yang dapat mengubah prilaku seperti Rokeach (1984) tuliskan. Dengan pengintegrasian sikap, pandangan dan nilai, buruh pun mampu menjadi mitra industri untuk melangkah tanpa salah dan berguna bagi bangsa dan negaranya. Untuk itu seluruh elite negeri harus courage dalam mengubah sikap dan pandangan agar tidak orientasi pribadi dengan mengorbankan bangsanya.

Agaknya hari pendidikan nasional kali ini dapat menjadi media renungan agar seluruh komponen bangsa mampu menjadi pengawal perkembangan yang ada di negeri ini. Industri dikawal oleh buruhnya yang cerdas dan memiliki integritas kebangsaan yang baik. Untuk itu kewajiban pendidik untuk menjadikan buruh menjadi cerdas yang tidak hanya dipandang sebagai obyek oleh industri dan kelompok kepentingan lainnya untuk dimanfaatkan memuluskan kepentingan mereka. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar