Kamis, 04 Desember 2014

Media Indonesia dalam Sekuel The Hunger Games

     Media Indonesia dalam Sekuel The Hunger Games

M Qodarul Fittron  ;   Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unair
JAWA POS,  03 Desember 2014

                                                                                                                       


DISTRIK-distrik di Kota Panem sudah luluh lantak ketika Katniss berusaha kabur dalam permainan khas kediktatoran Snow, presiden Kota Capitol. Tindakan Katniss merupakan bentuk kegiatan revolusi untuk memerangi sikap jahat Snow. Katniss ditunjuk sebagai ikon perubahan oleh Kota Panem dan mempersiapkan kru untuk membuat video propaganda guna melawan Capitol. Snow pun melakukan hal yang sama sehingga kedua pihak mencitrakan bahwa masing-masing pihak adalah benar.

Mockingjay Part 1 memiliki konflik yang menarik, yakni sebuah media –baik cetak maupun televisi– sebenarnya memiliki kekuatan yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Media massa benar-benar mengambil alih kontrol kehidupan masyarakat, mengajak masyarakat untuk mengikuti jalur yang disediakan media massa.

Sekuel kedua The Hunger Games tersebut baru saja diputar di seluruh bioskop dalam negeri. Didukung Jennifer Lawrence sebagai pemeran utama Katniss, The Hunger Games merupakan film adaptasi dari buku bertema fantasi yang ditulis Suzanne Collins. Buku tersebut berbentuk trilogi dan seri terakhir dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dirilis tahun ini dan bagian kedua diedarkan tahun depan.

Beberapa adegan dalam film tersebut menggambarkan ’’perang’’ sebuah media di Kota Panem dan Capitol oleh pion-pion yang ditunjuk sebagai wakil dari masing-masing kota tersebut. Ketika Katniss menyebarkan video propaganda untuk melawan Snow dan Capitol-nya, ada usaha dari pihak Snow dan Capitol untuk menyerang kembali Katniss dan Panem-nya.

Hal itu mengingatkan bagaimana media, khususnya di Indonesia, sangat berperan dalam pesta demokrasi. Memang, pesta politik terbesar itu sudah lewat beberapa bulan lalu. Tetapi, film Mockingjay Part 1 memanggil kembali memori penonton tentang fenomena media massa saat pesta politik terbesar diadakan.

Sudah bukan rahasia, media massa mulai menunjukkan keberpihakan mereka saat pesta demokrasi berlangsung. Mementingkan urusan-urusan politik dan menyiarkan berita-berita yang bersangkutan dengan kepentingan pihak yang didukung. Siaran-siaran yang diedarkan secara luas lewat stasiun televisi itu secara tidak langsung memengaruhi pemikiran masyarakat yang mengonsumsi tayangan itu.

Media massa, khususnya stasiun televisi, semakin terlihat menunjukkan keberpihakan mereka ketika pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Jokowi dan Prabowo bersaing sangat sengit untuk saling unjuk kekuatan lewat media massa. Anggap saja, Jokowi dan Prabowo adalah Katniss dan Snow versi dalam negeri.

Mereka saling ’’berperang’’ lewat siaran-siaran propaganda yang menunjukkan kualitas diri masing-masing. Propaganda memiliki tujuh jenis untuk dikelompokkan. Salah satunya adalah plain folks. Yakni, seseorang –yang ditunjuk satu media massa–diartikan sederajat dengan masyarakat lewat siaran atau propaganda mereka. Katniss-Snow dan Jokowi-Prabowo masing-masing memasukkan plain folks sebagai dasar propaganda mereka, meski memiliki segmentasi yang berbeda.

Di Mockingjay Part 1, Katniss direpresentasikan untuk mewakili para rakyat Panem yang sedang berjuang meraih kemenangan. Begitu pula Jokowi yang digambarkan penuh kesederhanaan dan prorakyat. Snow dan Prabowo merepresentasikan diri mereka sebagai pemimpin yang kuat, memiliki tanggung jawab penuh dan kontrol penuh terhadap negara atau kota mereka. Sebuah realitas adalah abstraksi. Setiap individu berhak memilah realitas mana yang ingin diterima dan mana yang tidak. Begitu pun dengan media massa, mereka memilah setiap berita sebelum akhirnya disebarluaskan untuk dikonsumsi publik.

Ada satu adegan ketika Katniss merekam satu video propaganda berisi semangat berkobar untuk melawan Capitol. Adegan tersebut diambil di dalam sebuah studio dan melalui proses sunting. Tetapi, yang dilakukan Katniss terlihat sedang dilakukan di luar ruangan. Adegan tersebut bagaikan sedang menggambarkan media massa, khususnya televisi, sedang menyeleksi realitas yang akan ditampilkan kepada publik. Begitu pun ketika pemilihan calon presiden dan wakil presiden berlangsung, publik tidak akan benar-benar tahu keadaan sebenarnya sosok calon presiden dan wakilnya.

Publik belum tentu tahu apakah Jokowi benar-benar prorakyat dan apakah Prabowo benar-benar seorang pemimpin yang kuat. Semua yang diketahui publik pun hanya sebatas siaran propaganda atau seleksi realitas oleh media massa, khususnya stasiun televisi. Publik pun mengambil kesimpulan dari tayangan-tayangan tersebut untuk mengambil tindakan dan berada di pihak siapa. Hal itu juga digambarkan dalam film arahan Francis Lawrence, yakni ketika para penghuni distrik-distrik di dalam Kota Panem mulai mencari cara untuk melawan para penjajah dari Kota Capitol setelah video propaganda Katniss disebarluaskan.

Ketika sebuah media massa sudah mengalami pergeseran kegunaan, yang seharusnya menjadi pihak yang netral dan mengabarkan berita atau menyiarkan tayangan sesuai realitas malah berubah menjadi saling berpihak sesuai dengan kepentingan politik masing-masing, hal tersebut sangat berbahaya. Sebab, publik sangat membutuhkan berita yang sesuai dengan fakta. Namun, yang diterima publik hanyalah tayangan propaganda, saling menunjukkan kualitas diri. Mockingjay Part 1 merupakan sedikit gambaran mengenai media Indonesia sekarang. Apakah akan tetap begini nanti? Semoga tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar