Selasa, 23 Desember 2014

Tragedi Paniai

Tragedi Paniai

Jaya Suprana  ;  Cantrik Gus Dur
KOMPAS,  20 Desember 2014

                                                                                                                       


TRAGEDI berlumuran darah menimpa warga Desa Ipakiye, Kecamatan Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, yang terjadi dua hari menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia, 17 hari menjelang perayaan Natal.

Diberitakan bahwa sekitar pukul 09.00, Senin, 8 Desember 2014, ratusan warga berkumpul di depan markas Koramil Paniai Timur di kawasan lapangan Karel Gobay, Enarotali.

Mereka menuntut pertanggungjawaban atas kematian seorang pemuda Papua konon akibat masalah tidak menyalakan lampu mobil saat melintas di waktu malam.

Tidak mampu menahan amarah, massa bersenjatakan panah, parang, dan batu menyerbu markas Koramil disambut hujan tembakan aparat yang mencederai 17 warga dan menewaskan empat siswa sekolah lanjutan atas setempat.

Tragedi Paniai mengingatkan saya kepada almarhum Gus Dur. Mungkin menyadari bahwa saat meninggalkan dunia fana ini makin dekat, Gus Dur sempat berkisah kepada saya tentang tugas-tugasnya yang belum selesai. Salah satunya adalah perjuangan yang belum selesai dalam upaya menghadirkan keamanan, keadilan, kesejahteraan, dan ketenteraman bagi rakyat Papua.

Memang Gus Dur sudah mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua sesuai aspirasi rakyat Papua. Namun, masih banyak hal yang belum berhasil Gus Dur lakukan bagi rakyat Papua akibat sudah terburu dilengserkan oleh para lawan politik sang guru bangsa.

Menurut Gus Dur, masih banyak yang bisa dilakukan negara bagi rakyat Papua, terutama dalam hal kesejahteraan. Misalnya, pembangunan ekonomi di Papua yang lebih dinikmati oleh kaum pendatang.

Roda ekonomi daerah Papua berada di bawah kendali para pendatang, bahkan mayoritas penjual di pasar-pasar tradisional adalah kaum pendatang. Orang Papua lebih berperan sebagai pembeli.

Sekolah-sekolah memang dibangun di Papua, tetapi murid-muridnya lebih banyak anak-anak kaum pendatang. Eksplorasi kelimpahruahan pertambangan Papua didominasi perusahaan asing.

Mahakaya raya

Papua mahakaya raya perbendaharaan hasil hutan dan hasil tambang ataupun hasil laut. Namun, ibarat ayam kelaparan di lumbung padi, penduduk asli Papua kurang dapat menikmati hasil yang dipetik orang luar Papua dari hutan, bumi, dan lautannya. Konon bukan hanya emas yang dapat ditambang di Papua, melainkan juga uranium yang bernilai komersial mengungguli emas.

Hasil hutan Papua termasuk terdahsyat di planet Bumi ini yang apabila dikelola dan ditata laksana secara tepat akan bernilai ekonomi sekaligus ekologi. Perairan yang mengelilingi tiga penjuru mata angin Papua menyediakan kekayaan hasil-laut seolah tanpa batas.

Kederasan arus laut di antara dua benua Asia dan Australia sebenarnya juga siap menjadi sumber daya energi tak terhabiskan.

Di samping sumber minyak bumi yang belum kesemuanya ditemukan, sebenarnya Papua memiliki potensi angin, sinar surya, panas bumi, gas, arus laut, bioenergi nan berlimpah ruah yang siap didayagunakan sebagai energi terbarukan dalam kuantitas tak terbatas. Sebagai destinasi pariwisata alam dan budaya, Papua menyajikan kekayaan alam dan budaya tiada duanya di jagat raya ini.

Dengan dukungan infrastruktur paripurna, Papua siap menjadi tujuan kunjungan para wisatawan domestik ataupun internasional.

Keanekaan hayati Papua benar-benar merupakan perbendaharaan alam luar biasa akbar. Dengan begitu, banyak kemiripan suasana alam dan budaya Papua dengan Australia. Maka, bukanlah muluk-muluk mengharapkan potensi industri pariwisata di Papua siap dilangitkan seperti di Australia.

Kesenian Papua juga memiliki nilai, sukma, serta kepribadian tersendiri dan mandiri. Segenap potensi alam, budaya, energi, dan ekonomi Papua sudah disadari Gus Dur yang menghendaki tata kelola pembangunan yang lebih baik.

Kesejahteraan

Gus Dur sadar bahwa sebenarnya rakyat Papua tidak menghendaki kemerdekaan, tetapi mendambakan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat Papua. Gus Dur juga menyadari bahwa apabila pembangunan Papua lebih dinikmati warga luar daerah Papua, bukan mustahil semangat memerdekakan diri kembali berkobar!

Sebagai ungkapan ketulusan perhatian terhadap Papua, Gus Dur sebagai Presiden RI menyempatkan diri khusus terbang ke Papua untuk mendengarkan aspirasi rakyat Papua langsung dari rakyat Papua. Maka, Gus Dur merestui penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua sesuai kehendak rakyat Papua. Sayang, Gus Dur belum sempat berbuat lebih banyak akibat gara-gara dilengserkan DPR dan MPR.

Kini, Joko Widodo telah resmi terpilih menjadi Presiden VII Republik Indonesia. Maka, besar harapan kita bahwa Jokowi akan melanjutkan derap langkah perjuangan Gus Dur dalam memperhatikan dan membangun Papua demi kesejahteraan rakyat Papua.

Semoga Jokowi juga segera blusukan ke Papua untuk secara langsung mendengar dan melihat bumi Papua mengenai apa saja yang sebenarnya benar-benar dibutuhkan rakyat Papua.

Insya Allah, semangat ketulusan dan kerakyatan Jokowi juga akan dibaktikan bagi rakyat Papua agar jangan sampai tertinggal dalam arus gelombang perjuangan meraih cita-cita terluhur bangsa Indonesia: masyarakat adil, makmur, dan sejahtera!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar