Tragedi
Paniai
Jaya Suprana ; Cantrik Gus Dur
|
KOMPAS,
20 Desember 2014
TRAGEDI berlumuran darah menimpa
warga Desa Ipakiye, Kecamatan Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, yang terjadi
dua hari menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia, 17 hari menjelang
perayaan Natal.
Diberitakan bahwa sekitar pukul
09.00, Senin, 8 Desember 2014, ratusan warga berkumpul di depan markas
Koramil Paniai Timur di kawasan lapangan Karel Gobay, Enarotali.
Mereka menuntut
pertanggungjawaban atas kematian seorang pemuda Papua konon akibat masalah
tidak menyalakan lampu mobil saat melintas di waktu malam.
Tidak mampu menahan amarah,
massa bersenjatakan panah, parang, dan batu menyerbu markas Koramil disambut
hujan tembakan aparat yang mencederai 17 warga dan menewaskan empat siswa
sekolah lanjutan atas setempat.
Tragedi Paniai mengingatkan saya
kepada almarhum Gus Dur. Mungkin menyadari bahwa saat meninggalkan dunia fana
ini makin dekat, Gus Dur sempat berkisah kepada saya tentang tugas-tugasnya
yang belum selesai. Salah satunya adalah perjuangan yang belum selesai dalam
upaya menghadirkan keamanan, keadilan, kesejahteraan, dan ketenteraman bagi
rakyat Papua.
Memang Gus Dur sudah mengganti
nama Irian Jaya menjadi Papua sesuai aspirasi rakyat Papua. Namun, masih
banyak hal yang belum berhasil Gus Dur lakukan bagi rakyat Papua akibat sudah
terburu dilengserkan oleh para lawan politik sang guru bangsa.
Menurut Gus Dur, masih banyak
yang bisa dilakukan negara bagi rakyat Papua, terutama dalam hal
kesejahteraan. Misalnya, pembangunan ekonomi di Papua yang lebih dinikmati
oleh kaum pendatang.
Roda ekonomi daerah Papua berada
di bawah kendali para pendatang, bahkan mayoritas penjual di pasar-pasar
tradisional adalah kaum pendatang. Orang Papua lebih berperan sebagai
pembeli.
Sekolah-sekolah memang dibangun
di Papua, tetapi murid-muridnya lebih banyak anak-anak kaum pendatang.
Eksplorasi kelimpahruahan pertambangan Papua didominasi perusahaan asing.
Mahakaya raya
Papua mahakaya raya
perbendaharaan hasil hutan dan hasil tambang ataupun hasil laut. Namun,
ibarat ayam kelaparan di lumbung padi, penduduk asli Papua kurang dapat
menikmati hasil yang dipetik orang luar Papua dari hutan, bumi, dan
lautannya. Konon bukan hanya emas yang dapat ditambang di Papua, melainkan
juga uranium yang bernilai komersial mengungguli emas.
Hasil hutan Papua termasuk
terdahsyat di planet Bumi ini yang apabila dikelola dan ditata laksana secara
tepat akan bernilai ekonomi sekaligus ekologi. Perairan yang mengelilingi
tiga penjuru mata angin Papua menyediakan kekayaan hasil-laut seolah tanpa
batas.
Kederasan arus laut di antara
dua benua Asia dan Australia sebenarnya juga siap menjadi sumber daya energi
tak terhabiskan.
Di samping sumber minyak bumi
yang belum kesemuanya ditemukan, sebenarnya Papua memiliki potensi angin,
sinar surya, panas bumi, gas, arus laut, bioenergi nan berlimpah ruah yang
siap didayagunakan sebagai energi terbarukan dalam kuantitas tak terbatas.
Sebagai destinasi pariwisata alam dan budaya, Papua menyajikan kekayaan alam
dan budaya tiada duanya di jagat raya ini.
Dengan dukungan infrastruktur
paripurna, Papua siap menjadi tujuan kunjungan para wisatawan domestik
ataupun internasional.
Keanekaan hayati Papua
benar-benar merupakan perbendaharaan alam luar biasa akbar. Dengan begitu,
banyak kemiripan suasana alam dan budaya Papua dengan Australia. Maka,
bukanlah muluk-muluk mengharapkan potensi industri pariwisata di Papua siap
dilangitkan seperti di Australia.
Kesenian Papua juga memiliki
nilai, sukma, serta kepribadian tersendiri dan mandiri. Segenap potensi alam,
budaya, energi, dan ekonomi Papua sudah disadari Gus Dur yang menghendaki
tata kelola pembangunan yang lebih baik.
Kesejahteraan
Gus Dur sadar bahwa sebenarnya
rakyat Papua tidak menghendaki kemerdekaan, tetapi mendambakan pembangunan
yang berorientasi pada kepentingan rakyat Papua. Gus Dur juga menyadari bahwa
apabila pembangunan Papua lebih dinikmati warga luar daerah Papua, bukan
mustahil semangat memerdekakan diri kembali berkobar!
Sebagai ungkapan ketulusan
perhatian terhadap Papua, Gus Dur sebagai Presiden RI menyempatkan diri
khusus terbang ke Papua untuk mendengarkan aspirasi rakyat Papua langsung
dari rakyat Papua. Maka, Gus Dur merestui penggantian nama Irian Jaya menjadi
Papua sesuai kehendak rakyat Papua. Sayang, Gus Dur belum sempat berbuat
lebih banyak akibat gara-gara dilengserkan DPR dan MPR.
Kini, Joko Widodo telah resmi
terpilih menjadi Presiden VII Republik Indonesia. Maka, besar harapan kita
bahwa Jokowi akan melanjutkan derap langkah
perjuangan Gus Dur dalam memperhatikan dan membangun Papua demi kesejahteraan
rakyat Papua.
Semoga Jokowi juga segera
blusukan ke Papua untuk secara langsung mendengar dan melihat bumi Papua
mengenai apa saja yang sebenarnya benar-benar dibutuhkan rakyat Papua.
Insya Allah, semangat ketulusan
dan kerakyatan Jokowi juga akan dibaktikan bagi rakyat Papua agar jangan
sampai tertinggal dalam arus gelombang perjuangan meraih cita-cita terluhur
bangsa Indonesia: masyarakat adil, makmur, dan sejahtera! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar