Minggu, 05 Januari 2014

Saatnya Mengonsolidasikan “Orang Baik”

                Saatnya Mengonsolidasikan “Orang Baik”

Tim Kompas  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  02 Januari 2014
                                                                                                                       


KEBANGGAAN menjadi anggota DPR kini telah berangsur surut, bahkan bagi sebagian anggota Dewan, dirasa sudah sirna dengan banyaknya rekan mereka yang terseret kasus korupsi. Meskipun demikian, di tengah wajah buram DPR itu, masih ada harapan besar di ujung sana karena masih ada yang ingin terus berjuang memperbaikinya.

Terlepas dari berbagai kekurangan yang terjadi, dunia internasional juga masih menghargai perkembangan demokrasi yang terjadi di negeri ini. Dunia memandang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga. Inilah yang menjadi tantangan proses demokrasi Indonesia ke depan.

Indonesia juga memiliki geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam melimpah, dan penduduk yang besar dan majemuk. Pertumbuhan ekonomi juga luar biasa. Apabila ini semua dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi bangsa besar.

Proses demokrasi Indonesia, saatnya, mengalami pendewasaan dan pemantapan. Hal ini yang akan menentukan apakah bangsa ini nantinya akan mengalami kemunduran karena proses korupsi yang mengharu biru; hanya menjadi bangsa medioker, atau justru menjadi bangsa yang besar karena mau mengoreksi diri dan kemudian bangkit.

Ini tentunya menjadi tantangan bagi siapa pun yang sekarang ini akan masuk dalam arena Pemilihan Umum 2014. Mereka harus menjawab harapan publik agar benar-benar menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya.

Postur caleg 2014

Melihat postur calon anggota legislatif (caleg) yang akan bertanding dalam Pemilu 2014, memang harapan tidak bisa terlalu banyak digantungkan. Rata-rata caleg yang ada sekarang ini mayoritas, yaitu 3.212 orang atau sekitar 49 persen, berlatar belakang non-kader partai. Mereka yang berasal dari kader partai hanya 2.202 orang atau sekitar 33 persen, sedangkan 18 persen sisanya tanpa keterangan.

Dengan tingginya caleg nonkader dan berasal dari luar partai politik ini, sangat kecil kemungkinan dari mereka yang memahami secara mendalam ideologi partainya. Padahal, ideologi partai politik pada umumnya menawarkan sebuah visi perjuangan tentang membangun kesejahteraan bersama secara berkeadilan.

Dari total 6.607 caleg yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum, sebanyak 3.241 caleg (49,1 persen) berlatar belakang pengusaha. Jumlahnya kontras dengan mereka yang berlatar belakang aktivis, yaitu hanya 244 caleg (3,7 persen).

Dari 560 anggota DPR periode 2009-2014, hampir 90 persennya juga kembali mencalonkan diri. Sebanyak 80 persen di antaranya bahkan ditempatkan oleh partai politiknya masing-masing di nomor urut 1 dan 2. Karena itu, diperkirakan 70 persen anggota DPR periode 2014-2019 nanti akan diisi anggota-anggota DPR lama. Bukan tidak mungkin, anggota Dewan yang malas tetapi memiliki banyak uang pun akhirnya terpilih kembali.

Dengan masuknya kembali wajah-wajah lama di DPR, tanpa munculnya kesadaran baru dan adanya perubahan sistem berdemokrasi yang radikal, wajah DPR 2014-2019 kemungkinan tidak akan banyak berubah dibandingkan periode sebelumnya. Apabila ini yang terjadi adalah celaka.

Konsolidasi

Menghadapi situasi ini yang terpenting saat ini adalah bagaimana menemukan dan mengonsolidasikan orang baik. Komisi Pemilihan Umum seharusnya dapat lebih berperan untuk menyampaikan informasi secara utuh ke publik profil dari 6.607 caleg ini. Sayangnya, hal tersebut belum dikerjakan optimal oleh KPU.

Banyak caleg yang tidak mengisi biodata secara lengkap tetapi dokumennya telah diterima dan diberi cap oleh KPU. Data informasi para caleg ini pun masih sulit didapatkan oleh publik. Karena itu, publik tidak bisa mengetahui secara pasti latar belakang para caleg. Pemilih perlu diberi informasi untuk membedakan mana caleg yang emas dan caleg yang loyang. Sesungguhnya, anggota DPR yang bertindak korup pun di bawah 10 persen dan pemainnya hanya orang-orang tertentu. Artinya, masih banyak yang baik di lembaga DPR.

Para ”orang baik” ini pun hendaknya dengan rasa saling percaya satu sama lain dapat saling bertukar gagasan untuk membangun kepentingan bersama yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa. Apabila itu bisa terjadi, akan sangat dahsyat pengaruhnya.

Salah satu kesadaran bersama yang juga perlu dibangun di antara para caleg ”putih” adalah sejak awal mau membangun mekanisme kontrol pada diri sendiri. Sebagai pejabat publik, mereka harus bersedia melaporkan secara terbuka aset, kekayaan pribadi, dan pajak yang dibayarkan.

Para caleg yang idealis ini juga harus didukung publik karena sesungguhnya beban moral yang dihadapi DPR juga tidak ringan di tengah tiadanya kebanggaan menjadi caleg. Kalau itu bisa terjadi, masih ada harapan.

Kado DPR 2004-2009

DPR periode 2009-2014 pun di akhir masa jabatan hendaknya memberikan kado yang terbaik untuk DPR periode 2014-2019, yaitu sistem yang bisa meningkatkan mekanisme kontrol di lembaga DPR. Sebab, tanpa ada kontrol, dengan kekuasaan yang sedemikian besar, anggota DPR bisa terjebak pada abuse of power.

Revisi Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah salah satu yang penting dilakukan. Dalam revisinya harus diatur tentang larangan conflict of interest.

Partai politik pun harus berbenah sehingga bisa menjadi sekolah politik bagi kader-kadernya dan menjadi pabrik politisi berintegritas yang duduk di eksekutif ataupun legislatif. Partai politik harus menjadi ”obor” seperti yang dicita-citakan Soekarno. Partai bukan sekadar sekumpulan orang yang berkumpul dan bergerak, tetapi mampu memberikan penyadaran.

Apabila itu terjadi, di tengah sejuta pesimisme masih ada optimisme. Seperti kisah tentang perundingan Osla, perundingan rahasia antara sejumlah elite Israel dengan Palestina yang ingin menciptakan perdamaian di tengah perang yang terus berkecamuk. Mereka tak memedulikan apa yang terjadi di lapangan, tetapi terus-menerus melakukan perundingan dan mencari solusi hingga akhirnya didapatlah sejengkal Gaza dengan Ramalah.

Demikian pula di tengah keputusasaan tentang situasi partai, tentang DPR, yang marak oleh korupsi, ketika masih ada sekelompok orang yang terus melakukan ikhtiar untuk memperbaikinya, di sanalah masih tebersit harapan akan adanya masa depan negeri yang lebih baik.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar