Belum pernah terbayang
oleh aku bahwa sedemikian bermakna menekan sebuah tombol. Masalah ini pertama
kali aku alami beberapa minggu yang lalu ketika tengah ”mengutak-atik”
Blackberry-ku yang rada kedaluwarsa itu. ”Terlalu banyak nama”, pikirku,
melihat betapa panjang daftar nama kontak teleponku. ”Akan cepat full!
Perlu dibersihkan! Jadi, ada yang harus di-delete (dihapus).
Tanpa ba-bi-bu, aku langsung memulainya.
Calon yang patut di-delete pertama, no
problem: hilanglah tukang reparasi komputer yang lama. Orangnya memang
bego! Calon penerima pen-delete kedua: no
problem juga, bahkan aku
lega: lenyaplah nama bekas pemilik majalah seni yang telah lama ”lupa”
membayar utangnya. Datanglah calon delete ketiga. Sudah lebih rumit:
dia adalah seorang koneksi bagi pembuatan ”buku impian” yang tak mungkin
disetujui oleh penerbitnya. Kasihan ”ego” serta kantong gue, tetapi biarlah!
Orangnya memang tukang membual, maka dihapus saja! Berikutnya adalah kandidat
”kategori delete”
keempat; kali ini aku langsung batal men-delete
namanya: dia orang kaya yang ingin menyewa pena orang bule, dan aku ini bule
pilihannya. Maka lebih baik sabar dulu, kan? Siapa tahu?
Masalah serius pertama muncul untuk calon delete berikutnya, yaitu nomor lima,
sebutlah dia si X, yaitu nama yang hingga kini hendak aku sembunyikan. Aku
kaget melihat namanya masih hadir bugil di tengah nama-nama lainnya. Tidak
pernah aku delete sebelumnya. Maka aku
ragu-ragu: sudah aku ”select”
untuk men-delete-nya
ketika… aku batalkan niatku. Entah bagaimana, aku merasa bersalah. Seakan ada
sesuatu yang menahan aku. Dan memang ada, di memoriku: X itu bukanlah seorang
X yang sebenarnya, yaitu orang anonim. Dia sebaliknya adalah si F, suatu nama
yang terukir tebal-tebal di daging kalbuku!
Ya, F, beban bawaan hidupku yang lama;
bawaan rahasia dari negeri menara Eiffel dan cewek-cewek aduhai nan harum
yang mana, dahulu kala, aku tinggalkan untuk dilupakan saja. Tetapi kini,
aneh, kan? Gara-garanya sebuah nama saja, yaitu F itu, dunia tangisku yang
lalu, berikut sayup-sayup gelap memori yang kuduga mati, tiba-tiba tampil
berkelebat kembali memedihkan hati. Tak heran bila aku tidak kuasa me-delete-nya.
Biarlah dia tetap hadir di ”batas”, berdiam tersisip, selain di hati, di
sela-sela tombol-tombol Blackberry-ku yang tua.
Setelah F, aku sangat sulit men-delete apa pun. Apalagi setelah
pengalaman lagi satu ini. Kala itu, asyik mengulur-ulur daftar kenalan, aku
melihat terpampang sebuah nama yang kurasa tak ada lagi faedahnya berada di
situ. ”Aku delete,
ayuk!” Tetapi, untunglah!
Sebelum aku melakukannya, tepat ketika ujung jariku
sudah berada di atas tombol dan akan kubengkokkan telunjuk ini untuk menekan delete untuk selamanya, aku
tiba-tiba terenyak, gundah: ”janganlah”, pikirku. ”Orang itu sejatinya sudah
meninggal. Apakah kini harus aku mengirimnya ke dunia tombol tanpa ”restore”
kembalinya, ke dunia awang-awang yang tak pasti juntrungnya. Apakah aku kuasa
melakukan hal itu? Bukankah orang itu pernah kucintai dan sayangi, bukankah
kukagumi keluhurannya, dan kini maukah kuhapus lambang terakhir kehadirannya?
”Tidak”. Lebih jauh, apakah mereka yang sudah di-delete dari hidup nyata harus pula
di-delete dari simbol digital hidupnya,
dan dengan demikian meninggal untuk keduakalinya sebelum terbawa untuk
seterusnya oleh surutnya gelombang memori manusia.
Kini, waktu telah lagi berlalu, dan tangis
pedih meninggalnya ibu telah menyusul tangis pedih meninggalnya mertua. Kini,
aku juga menyadari bahwa tombol-tombol yang kutekan guna mengulur daftar nama
nyatanya juga mengulur balik waktu: waktuku, tentu saja, tetapi juga waktu
Anda dan kita sekalian, teman-teman! Maka tak heran bila tombol-tombol
Blackberry-ku kini kerap kupakai untuk menggali memori dan mencari arti pada
peristiwa-peristiwa yang dulu aku sangka tak ada artinya. Ya! Bahkan siapa
tahu, Tuhan, akan kutemukan Kau tersisip di sela-sela tombol-tombol
Blackberry-ku, di urutan nama-nama yang terus bermunculan berikut bayangan
tempat, kerja, suka, dan juga duka masa laluku itu! Itu harapanku, Tuhan.
Sambil menanti tekanan tombol-Mu: ”delete”.
Tanda Kebesaran-Mu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar