Jumat, 10 Januari 2014

Redenominasi Rupiah 2014, Mungkinkah?

                Redenominasi Rupiah 2014, Mungkinkah?

Hesty Dewi Maria S  ;   Mahasiswi Statistika IPB
SINAR HARAPAN,  06 Januari 2014
                                                                                                                        


Pemerintah menilai saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menyederhanakan digit mata uang atau yang dikenal dengan kebijakan redenominasi. Kebijakan ini memang pas diterapkan kala inflasi rendah. Jadi, tidak memicu gejolak yang berlebihan.

Perubahan nominal rupiah dalam kebijakan redenominasi akan menciptakan situasi yang sangat berbeda dibandingkan sekarang. Berdasarkan naskah akademik RUU Perubahan Harga Rupiah, berikut adalah penjelasan nilai rupiah yang rencananya berlaku mulai 1 Januari 2014. Seperti dikutip Sinar Harapan, Kamis (27/12/2012), nilai mata uang Rp 1.000 berubah menjadi Rp 1 setelah redenominasi atau Rp 1 tersebut memiliki nilai yang setara Rp 1.000 tanpa mengurangi harga. Namun, benarkah redenominasi rupiah bisa terealisasi?

Istilah redenominasi berbeda dengan pemotongan mata uang/sanering. Kata “redenominasi” berasal dari bahasa Inggris yaitu redenomination. Denominasi mata uang berarti penyebutan satuan harga untuk mata uang suatu negara, baik dalam satuan kertas maupun koin. Redenominasi berarti penyederhanaan nilai mata uang atau dengan kata lain pengurangan nilai mata uang, tetapi tidak mengurangi nilai tukar.

Redenominasi di Indonesia sebetulnya bukanlah hal yang baru. Pada 1959, Menteri Keuangan Kabinet Hatta II, Sjarifuddin Prawiranegara, menerapkan redenominasi mata uang dengan mengurangi satu digit nol (0). Pada 1965, Wakil Perdana Menteri III Chairul Saleh mencoba menyelesaikan masalah ekonomi lainnya dengan memberlakukan redenominasi.

Akan tetapi, kebijakan tersebut tidak dilaksanakan secara komprehensif karena pengaruh gejala politik dalam negeri serta tidak didukung perangkat ekonomi lainnya. Oleh karena itu, tahun 1966 inflasi naik drastis sampai titik 650 persen.

Tahapan Redenominasi

Awalnya, jika berjalan mulus, rencana redenominasi akan diberlakukan dalam tiga tahapan. Pertama, tahap persiapan yang berlangsung selama 2013. Dalam tahapan ini, pemerintah menyiapkan payung hukum pelaksanaan redenominasi, yaitu undang-undang tentang redenominasi rupiah. Pemerintah dan BI akan menggelar pengadaan bahan pembuatan, pencetakan, dan pendistribusian uang. Kedua, tahap transisi yang berjalan mulai 2014-2016. Rupiah baru akan diberlakukan dalam berbagai transaksi perekonomian. Pada akhir masa transisi, yaitu 2016, pemerintah dan BI akan menarik rupiah lama dari peredaran. Ketiga, tahap kelar (phasing out) antara tahun 2017-2020. Pada 2017-2018, rupiah baru menjadi satu-satunya legal tender dan transaksi yang berlaku di Indonesia. Pada awal 2019, BI akan menerbitkan rupiah dengan desain baru. BI kemudian melakukan pemberlakuan redenominasi pada 2020.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito dalam Sinar Harapan, Senin (10/12/2012), menuturkan rencana pemerintah menyederhanakan satuan nilai rupiah tersebut akan banyak manfaat bagi pasar modal Indonesia. Menurutnya, penyederhanaan pecahan mata uang khususnya penyederhanaan digit angka dapat mempercepat penyelesaian transaksi (settlement) perdagangan saham yang melantai di BEI. Nantinya, data transaksi setiap investor bisa menjadi lebih sederhana.

Selain itu, manfaat redenominasi dari sisi teknologi informasi akan membuat kerja sistem menjadi lebih efisien dan cepat. "Dengan adanya redenominasi, otomatis digit angkanya akan lebih sedikit dan akan membuat pekerjaan komputer atau IT lebih cepat," tuturnya.

Akan tetapi, tidak semua redenominasi menuai keberhasilan, seperti halnya yang terjadi di Argentina, Zimbabwe, Korea Utara, dan Brasil. Hal yang memengaruhi kegagalan ini ialah karena negara-negara tersebut tidak memenuhi syarat mendasar, seperti tingkat inflasi dan kondisi perekonomian.

Penyebab lainnya, di Brasil misalnya, sebelum berhasil pada 1994, rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah memicu konflik dan pemburukan kepastian berusaha. Di sinilah letak pekerjaan berat pemerintah, sosialisasi yang mendalam. Selain aspek psikologi pasar dan masyarakat, aspek ketepatan waktu menjadi pertimbangan penting untuk mengeksekusi kebijakan tersebut.

Syarat Pelaksanaan

Beberapa studi mensyaratkan pentingnya faktor fundamental ekonomi yang kuat untuk menjalankan redenominasi. Bukan hanya dari faktor makro, melainkan juga mikro, yaitu pertama, distribusi penduduk. Permasalahan akses ke daerah pedalaman semakin rumit karena faktor infrastruktur dan cuaca. Kedua, tingkat pendidikan, mayoritas penduduk Indonesia masih berpendidikan sekolah dasar ke bawah. Ketiga, struktur tenaga kerja. Keempat, tantangan geografis dan topografis. Sampai sekarang, konektivitas nasional masih sangat buruk, terutama di wilayah-wilayah di luar Jawa, seperti Sulawesi, sebagian Sumatera, Papua, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Dibutuhkan pembedaan alokasi dana untuk provinsi yang memiliki daerah-daerah pelosok.

Selanjutnya terdapat tiga hal yang dipandang BI sebagai syarat utama pelaksanaan redenominasi. Pertama, inflasi stabil di bawah 5 persen selama empat tahun berturut-turut. Sesuai tugasnya seperti diatur dalam Pasal 7, UU Bank Indonesia No 3/2004, Bank Sentral mempunyai kewajiban mengatasi jumlah uang yang beredar. Ini untuk mencegah jangan sampai uang yang beredar melebihi kebutuhan perekonomian. 

Kedua, stabilitas perekonomian terjaga dan jaminan stabilitas harga. Diperlukan jaminan stabilitas harga dari pemerintah sebelum redenominasi itu dilakukan. Ini agar stabilitas perekonomian tetap terjaga karena dengan nominal yang kecil, bukan tidak mungkin masyarakat merasa barang yang dijualnya lebih murah, kemudian menaikkan harga. Ketiga, kesiapan masyarakat sebelum redenominasi yaitu pemahaman tentang istilah redenominasi. Terlebih untuk masyarakat yang pernah mengalami masa dilakukannya sanering pada 1950-an.

Sampai sekarang, Indonesia sudah punya ketiga syarat di atas. Oleh karena itu, tunggu apalagi?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar