Dari
Mana Biaya Partai Politik?
Ahan Syahrul Arifin ;
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia,
Ketua PB HMI
2013-2015
|
SINAR
HARAPAN, 07 Januari 2014
Pembenahan partai politik (parpol)
banyak didengungkan. Namun, pembenahan itu tanpa menyertakan amburadulnya
masalah pendanaan partai. Jika demikian, wacana pembenahan tidak akan sampai
pada akar masalah utamanya. egitu powerful-nya peran partai
sebagaimana diatur undang-undang (UU), menyimpan bara sekam tanpa kejelasaan
asal partai mendanai aktivitasnya. Penyalahgunaan wewenang, korupsi,
oligarki, hingga kartelisasi menjadi celah utama penyelewengan.
Betapa tidak, kuasa parpol begitu
menggurita, hampir dalam setiap pengambilan kebijakan strategis. Parpol bisa
mengambil peran dan mengintervensi. Dalam konstitusi dijelaskan, pemilihan
anggota MPR, DPR, DPRD, presiden, dan wakil presiden melalui parpol,
penentuan dipilih lewat pemilu.
Selanjutnya, pemilihan anggota
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Kontitusi (MK), Komisi Yudisial (KY) setelah
diusulkan presiden, akan dipilih melalui DPR.
Pemilihan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), panglima TNI, Kapolri, akan dipilih DPR setelah diusulkan Presiden.
Ada jejak parpol dalam setiap prosesnya.
Itu merupakan ruang transaksi,
yang mau tak mau sangat mungkin dimanfaatkan parpol mencari amunisi aktivitas
politiknya. Apalagi, parpol dituntut kebutuhan anggaran yang sangat besar
untuk operasional sehari-hari, konsolidasi, pendidikan politik, sosialisasi,
dan perjalanan dinas.
Very Junaidi dalam Anomali
Keuangan Partai Politik: Pengaturan dan Praktek membuat simulasi. Dalam
setahun, anggaran partai mencapai 51,2 miliar rupiah, di luar kebutuhan
kampanye.
Padahal, parpol hanya dibekali
aturan pencariaan anggaran yang berasal dari perseorangan dengan batas
maksimal 1 miliar per tahun dan badan usaha 7 miliar per tahun. Ada pula
sumbangan anggota yang diatur AD/ART partai.
Lalu, dari mana partai mencari
pendanaan jika partai hanya menyebutkan detail sumbangan yang wajib diberikan
anggotanya yang duduk di parlemen. Itu terkecuali PAN yang menyebutkan kader
parpol di eksekutif juga wajib menyumbang. Aturan sumbangan anggota partai yang
diatur AD/ART masing-masing tanpa batasan oleh UU.
Sumbangan anggota partai yang
berada di eksekutif menjadi celah yang memungkinkan untuk tambal sulam.
Kelonggaran bagi masuknya dana-dana para penyumbang besar, pengusaha, dana
haram, cuci uang, dan lain sebagainya.
Untuk itu, terobosan dalam
penggalangan dana sangat diperlukan agar transparansi dan akuntabilitas dapat
ditingkatkan.
Tanpa batasan yang tegas, parpol
akan selalu mencari celah menggalang dana dari pihak-pihak lain secara
ilegal. Akibatnya, partai menjadi sarang koruptor, lebih-lebih terkorporasi
kepentingan sepihak elite-elite partai dan pemilik modal besar. Eksesnya,
oligarki, gerontokrasi, dan kartelisasi tumbuh subur tanpa kendali.
Indikasi tumbuhnya kartelisasi dan
oligarki aromanya terasa jika partai digunakan bukan sekadar untuk
kepentingan kekuasan, perebutan konstituen, massa, dan kepemimpinan. Namun,
merembet pada aset-aset ekonomi yang berkaitan erat dengan sumber-sumber
pendapatan dan bisnis.
Bukti sahihnya, secara teoretis,
sistem presidensial tidak cocok dengan sistem multipartai. Kestabilan politik
akan terganggu sebab koalisi harus dibangun dengan banyak parpol yang berbeda
kepentingan.
Akan tetapi di Indonesia, teori
tersebut tidak mempan. Bahkan, koalisi-koalisi yang dibangun tidak lagi
memikirkan pendulum ideologi. Kontestasi hanya terjadi pada pemilu,
selebihnya kepentingan yang berkuasa.
Kuskrido Ambardi dalam
disertasinya “Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di
Indonesia Pasca-Reformasi”menilai kondisi ini karena sistem kepartaian yang
mirip kartel. Oligarki dalam tubuh partai tersambung dengan kartelisasi.
Oleh karena itu, sistem pendanaan
parpol dari pendapatan dan pengeluaran harus diatur detail. Selain berguna
untuk aktivitas pelaporan keuangan partai, pengaturan pada pendapatan dan
pengeluaran yang diperbolehkan konstitusi akan membuat partai dapat bertarung
lebih sportif, adil, dan kompetitif untuk meraih dukungan dan suara.
Keran Pembiayaan
Guna membangun partai yang
kuat, harus dimulai dengan pembenahan sistem pendanaan partai. Untuk itu,
pertama, parpol diperbolehkan berbisnis resmi. Tentunya diperlukan
syarat-syarat yang sangat ketat dan jenis usaha yang terbatas pula.
Kedua, parpol diperbolehkan
memanfaatkan dana negara, baik melalui proyek APBN, hibah, dan bantuan
sosial. Bantuan ini juga dibatasi dengan jumlah yang bisa dipergunakan dan
peruntukkannya untuk apa. Ingat, korupsi sering lahir dari penyelewengan dana
bantuan sosial dan hibah.
Ketiga, negara wajib meningkatkan
peran subsidi, sebagaimana peranan penting parpol dalam kehidupan bernegara.
Metode reimbuersment bisa juga diberikan untuk kegiatan-kegiatan parpol yang
terkait upaya peningkatan kesadaran politik masyarakat atau kegiatan kampanye
selama masa pemilu. Pemberian anggaran tersebut harus diatur detail, apa-apa
saja yang bisa ditanggung pemerintah.
Keempat, sumbangan swasta
tidak perlu dibatasi. Tentunya hal ini syaratnya ada aturan mengenai
pembatasan pengeluaran, terutama pembatasan saat kampanye. Adanya aturan baku
yang menyebutkan pembatasan mengenai pengeluaran kampanye akan sangat penting
untuk menjaga kompetisi parpol berjalan seimbang.
Aspek pendanaan adalah aspek
yang sangat krusial dalam tubuh parpol. Namun, hingga kini jarang disentuh
dan diperhatikan serius. Bahkan, dalam UU No 2/2008 juncto UU No 2/2011
tentang Partai Politik, aturan mengenai pelaporan dana parpol tidak diatur
tegas ke mana pelaporanya.
Padahal dalam UU No 32/2002,
parpol memiliki kewaiban melaporkan keuangannya pada KPU setelah diaudit.
Pada UU No 2/1999, partai politik wajib menyampaikan laporan keuanganya pada
MA.
Sebaliknya, pada UU No 2/2011,
parpol tak memiliki kewajiban kepada siapa pun untuk melaporkan, meskipun
publik wajib tahu laporan keuangan partai. Namun, di manakah dan bagaimana mengetahuinya?
Keterkaitan ini jelas merupakan
kemunduran bagi proses transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol. Inilah
urgensi pembenahan parpol yang harus dimulai dari sumber pendanaannya. Jangan
sampai parpol jadi lahan cuci uang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar