Mimpi
Kesejahteraan 2014
Mutamimah ; Dosen Fakultas Ekonomi,
Wakil
Rektor 2 Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 02 Januari 2014
MENDEKATI pengujung tahun, banyak pihak
menganalisis kinerja perekonomian Indonesia 2013 untuk memprediksi
perekonomian nasional 2014. Ada yang optimistis dengan nilai pertumbuhan
ekonomi 6,3%, namun ada yang pesimistis dengan nilai ”hanya” sekitar 5,9%.
Apakah pertumbuhan ekonomi yang
mengandalkan pihak asing mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
signifikan? Bagaimana pembangunan ekonomi ke depan bisa tercapai sesuai
dengan harapan? Prestasi ekonomi Indonesia 2013 masih menyisakan berbagai
persoalan yang tidak berujung, seperti pengangguran dan kemiskinan belum
terselesaikan dengan baik, kemenurunan IHSG sebagai cermin investasi,
kemelemahan rupiah, dan kemeningkatan angka inflasi.
Fenomena itu konsekuensi dari
terintegrasinya ekonomi Indonesia dengan negara lain. Indonesia belum
sepenuhnya siap menghadapi globalisasi ekonomi sehingga sangat rentan
terhadap gejolak ekonomi luar negeri.
Fakta menunjukkan IHSG turun ketika krisis
ekonomi melanda Eropa dan Amerika Serikat. Investor asing mendominasi
kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan proporsi di atas 50%.
Dengan kepemilikan mayoritas asing maka ketika terjadi krisis keuangan di
luar negeri bisa dipastikan akhir tahun 2013 IHSG turun.
Selain itu, rupiah terus melemah, bahkan
menembus angka sekitar Rp 12.000 per dolar AS, yang disebabkan antara lain
pendanaan pembangunan ekonomi lebih dominan menggunakan utang luar negeri,
yang ternyata terus naik menjadi Rp 2.600 triliun lebih sehingga menguras
cadangan devisa. Pembangunan ekonomi nasional kita sangat didominasi asing,
apalagi baru-baru ini ada informasi yang membuat dahi berkernyit, yaitu
diperluasnya kesempatan pihak asing untuk terlibat pada bidang-bidang
strategis.
Berdasarkan hasil revisi Daftar Negatif
Investasi (DNI) per Desember 2013, ada 5 sektor yang sebelumnya tertutup bagi
investor asing, nantinya dibuka seperti pengelolaan pelabuhan 49%, operator
bandara 100%, jasa kebandaraan pihak asing 49%, terminal darat untuk barang
49%, dan periklanan 51%. Masuknya investasi asing ke Indonesia memang tidak
bisa dihindari karena pengaruh globalisasi.
Tapi hal itu mengandung konsekuensi
Indonesia tak lagi punya kedaulatan ekonomi utuh. Bahkan tujuan esensial
pembangunan ekonomi yaitu kualitas kesejahteraan rakyat, mengurangi angka
pengangguran dan kemiskinan, dikhawatirkan sulit tercapai. Dominasi asing
dalam pembangunan ekonomi bisa kita lihat selama 2013 semisal banyak mal
megah, hypermarket, hotel berbintang, bahkan perusahaan pertambangan asing
yang dibangun di Indonesia.
Tiap hari kita dicekoki produk dan jasa
asing, bahkan hampir semua bahan pangan diimpor seperti beras, kedelai, gula,
dan sayur. Padahal pembangunan diharapkan bisa meningkatkan product domestic brutto sehingga
mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
Namun secara riil, berapa persen penduduk
miskin yang bisa sejahtera dengan kehadiran investasi asing? Masyarakat lokal
di sekeliling perusahaan asing, mal, dan hypermarket hanya menjadi buruh
dengan upah yang tidak sepadan dengan keuntungan mereka. Kerusakan lingkungan
dan ekologi sangat masif. Selain itu banyak petani tergusur karena sawah
mereka untuk pembangunan hotel dan mal.
Paradigma pembangunan ekonomi kini lebih
memprioritaskan kaum kapitalis, yang kaya modal. Dengan paradigma seperti itu
banyak petani tergusur karena lahan mereka dipakai untuk membangun mal,
hotel, industri dan sebagainya. Beberapa pihak berpendapat kehadiran mal dan
sejenisnya dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Namun realitasnya hanya tenaga kerja
terdidik dan sesuai dengan kebutuhan industri itu yang bisa terserap. Hanya
sebagian kecil penduduk yang bisa terserap pada angkatan kerja tersebut.
Berarti pula pembangunan ekonomi yang didominasi asing tidak menyelesaikan
persoalan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan kehadirannya menyisakan
persoalan tidak berujung.
Daya
Saing UMKM
Pemerintah perlu melakukan beberapa langkah
supaya pembangunan ekonomi benar- benar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara signifikan. Pertama; terus meningkatkan daya saing UMKM
secara berkesinambungan dan konsisten sehingga mereka punya daya saing tinggi
dan tentu bisa survive walau di
luar negeri terjadi krisis keuangan dahsyat. Selain itu, UMKM sebagai
kekuatan ekonomi nasional dapat menyerap 99,04% lapangan kerja dan mampu
memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,5% atau Rp 1.451,4 triliun.
Sementara usaha besar seperti hotel-hotel
berbintang, hypermarket dan sejenisnya hanya mampu menyumbang 42,5%. Asapun
UMKM bisa menyerap 97,2% atau 107 juta orang dari total angkatan kerja
nasional, dan sisanya yaitu 2,8% diserap oleh usaha besar.
Dengan kata lain, UMKM lebih mampu menyerap
angkatan kerja dalam jumlah besar dan lebih mampu menurunkan kemiskinan dan
pengangguran dibanding usaha besar seperti bidang-bidang usaha yang
didominasi asing. Kedua; mengurangi campur tangan asing dalam industri
strategis.
Dominasi negara asing dalam kepemilikan
aset strategis memudahkan mereka mengendalikan perekonomian kita. Sebagaimana
regulasi PPM 1995 yang menyebutkan bahwa dalam RUPS one share one vote sehingga pemegang saham mayoritas asing punya
kendali kuat dalam ekonomi. Ketiga; memberi kesempatan kepada investor
domestik untuk ikut terlibat dalam investasi.
Pemerintah perlu membuat komitmen dengan
pihak asing supaya investasi yang mereka bangun bisa menyejahterakan rakyat
Indonesia, dan tidak merusak lingkungan. Harus ada sanksi tegas bila
investasi asing itu terbukti melanggar peraturan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar