Kamis, 16 Januari 2014

Mimpi Kesejahteraan 2014

Mimpi Kesejahteraan 2014

Mutamimah  ;   Dosen Fakultas Ekonomi,
Wakil Rektor 2 Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
SUARA MERDEKA,  02 Januari 2014
                                                                                                                        


MENDEKATI pengujung tahun, banyak pihak menganalisis kinerja perekonomian Indonesia 2013 untuk memprediksi perekonomian nasional 2014. Ada yang optimistis dengan nilai pertumbuhan ekonomi 6,3%, namun ada yang pesimistis dengan nilai ”hanya” sekitar 5,9%.

Apakah pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pihak asing mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara signifikan? Bagaimana pembangunan ekonomi ke depan bisa tercapai sesuai dengan harapan? Prestasi ekonomi Indonesia 2013 masih menyisakan berbagai persoalan yang tidak berujung, seperti pengangguran dan kemiskinan belum terselesaikan dengan baik, kemenurunan IHSG sebagai cermin investasi, kemelemahan rupiah, dan kemeningkatan angka inflasi.

Fenomena itu konsekuensi dari terintegrasinya ekonomi Indonesia dengan negara lain. Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi globalisasi ekonomi sehingga sangat rentan terhadap gejolak ekonomi luar negeri.

Fakta menunjukkan IHSG turun ketika krisis ekonomi melanda Eropa dan Amerika Serikat. Investor asing mendominasi kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan proporsi di atas 50%. Dengan kepemilikan mayoritas asing maka ketika terjadi krisis keuangan di luar negeri bisa dipastikan akhir tahun 2013 IHSG turun.

Selain itu, rupiah terus melemah, bahkan menembus angka sekitar Rp 12.000 per dolar AS, yang disebabkan antara lain pendanaan pembangunan ekonomi lebih dominan menggunakan utang luar negeri, yang ternyata terus naik menjadi Rp 2.600 triliun lebih sehingga menguras cadangan devisa. Pembangunan ekonomi nasional kita sangat didominasi asing, apalagi baru-baru ini ada informasi yang membuat dahi berkernyit, yaitu diperluasnya kesempatan pihak asing untuk terlibat pada bidang-bidang strategis.

Berdasarkan hasil revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) per Desember 2013, ada 5 sektor yang sebelumnya tertutup bagi investor asing, nantinya dibuka seperti pengelolaan pelabuhan 49%, operator bandara 100%, jasa kebandaraan pihak asing 49%, terminal darat untuk barang 49%, dan periklanan 51%. Masuknya investasi asing ke Indonesia memang tidak bisa dihindari karena pengaruh globalisasi.

Tapi hal itu mengandung konsekuensi Indonesia tak lagi punya kedaulatan ekonomi utuh. Bahkan tujuan esensial pembangunan ekonomi yaitu kualitas kesejahteraan rakyat, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, dikhawatirkan sulit tercapai. Dominasi asing dalam pembangunan ekonomi bisa kita lihat selama 2013 semisal banyak mal megah, hypermarket, hotel berbintang, bahkan perusahaan pertambangan asing yang dibangun di Indonesia.

Tiap hari kita dicekoki produk dan jasa asing, bahkan hampir semua bahan pangan diimpor seperti beras, kedelai, gula, dan sayur. Padahal pembangunan diharapkan bisa meningkatkan product domestic brutto sehingga mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Namun secara riil, berapa persen penduduk miskin yang bisa sejahtera dengan kehadiran investasi asing? Masyarakat lokal di sekeliling perusahaan asing, mal, dan hypermarket hanya menjadi buruh dengan upah yang tidak sepadan dengan keuntungan mereka. Kerusakan lingkungan dan ekologi sangat masif. Selain itu banyak petani tergusur karena sawah mereka untuk pembangunan hotel dan mal.

Paradigma pembangunan ekonomi kini lebih memprioritaskan kaum kapitalis, yang kaya modal. Dengan paradigma seperti itu banyak petani tergusur karena lahan mereka dipakai untuk membangun mal, hotel, industri dan sebagainya. Beberapa pihak berpendapat kehadiran mal dan sejenisnya dapat menyerap banyak tenaga kerja.

Namun realitasnya hanya tenaga kerja terdidik dan sesuai dengan kebutuhan industri itu yang bisa terserap. Hanya sebagian kecil penduduk yang bisa terserap pada angkatan kerja tersebut. Berarti pula pembangunan ekonomi yang didominasi asing tidak menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan kehadirannya menyisakan persoalan tidak berujung.

Daya Saing UMKM

Pemerintah perlu melakukan beberapa langkah supaya pembangunan ekonomi benar- benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Pertama; terus meningkatkan daya saing UMKM secara berkesinambungan dan konsisten sehingga mereka punya daya saing tinggi dan tentu bisa survive walau di luar negeri terjadi krisis keuangan dahsyat. Selain itu, UMKM sebagai kekuatan ekonomi nasional dapat menyerap 99,04% lapangan kerja dan mampu memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,5% atau Rp 1.451,4 triliun.

Sementara usaha besar seperti hotel-hotel berbintang, hypermarket dan sejenisnya hanya mampu menyumbang 42,5%. Asapun UMKM bisa menyerap 97,2% atau 107 juta orang dari total angkatan kerja nasional, dan sisanya yaitu 2,8% diserap oleh usaha besar.

Dengan kata lain, UMKM lebih mampu menyerap angkatan kerja dalam jumlah besar dan lebih mampu menurunkan kemiskinan dan pengangguran dibanding usaha besar seperti bidang-bidang usaha yang didominasi asing. Kedua; mengurangi campur tangan asing dalam industri strategis.

Dominasi negara asing dalam kepemilikan aset strategis memudahkan mereka mengendalikan perekonomian kita. Sebagaimana regulasi PPM 1995 yang menyebutkan bahwa dalam RUPS one share one vote sehingga pemegang saham mayoritas asing punya kendali kuat dalam ekonomi. Ketiga; memberi kesempatan kepada investor domestik untuk ikut terlibat dalam investasi.

Pemerintah perlu membuat komitmen dengan pihak asing supaya investasi yang mereka bangun bisa menyejahterakan rakyat Indonesia, dan tidak merusak lingkungan. Harus ada sanksi tegas bila investasi asing itu terbukti melanggar peraturan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar