Menjelmakan
Pancasila
Maman Rachman ; Guru Besar Jurusan Politik dan Kewarganegaraan
Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (Unnes)
|
SUARA
MERDEKA, 03 Januari 2014
LATAR belakang sosialisasi
empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara oleh MPR, dalam bahasa
penelitian disebut discourse theoretic,
yakni isu-isu penting dan menarik yang menjadi titik perhatian peneliti
dengan isu-isu yang berkembang berkait realitas di lapangan.
Ini dilakukan oleh peneliti
mendasarkan hasil kajian pustaka, hasil diskusi dengan pakar, kajian awal
dalam bentuk kajian dokumenter ataupun lapangan.
Mengapa demikian? Slogan awal
dekade kemerdekaan NKRI adalah ’’Nation
and Character Building’’. Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup
bangsa, dan paradigma pembangunan merupakan acuan dasar. Pancasila diidealkan
menjadi basis bagi pembangunan bangsa dan negara merdeka.
Namun, dalam dekade berikutnya,
Pancasila sebagai ideologi dan acuan nation
and character building meredup. Karakter Pancasila kehilangan roh
sejatinya. MPR menyatakan, sejak krisis multidimensioal 1997, muncul ancaman
serius terhadap persatuan dan kesatuan serta nilainilai luhur kehidupan
berbangsa.
Konflik sosial muncul berkepanjangan,
sopan santun dan budi pekerti luhur dalam pergaulan sosial berkurang,
kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa melemah, ada pengabaian
terhadap ketentuan hukum dan peraturan dan sebagainya yang disebabkan oleh
berbagai faktor dari dalam dan luar negeri.
Dasar Nilai Pancasila merupakan
dasar nilai dan norma untuk mengatur organ negara dan penyelenggaraan negara.
Konsekuensinya, nilai-nilai tersebut harus dijabarkan.
Dialah sumber kaidah hukum
negara yang secara konstitusional mengatur NKRI beserta seluruh unsurnya.
Sebagai sumber tertib hukum, Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi,
yaitu Pembukaan UUD 1945, dijelmakan dalam pasal-pasalnya, dikonkretisasikan
pada hukum positif lainnya. Dalam bahasa penelitian, penjelmaan itu adalah
indikator dari variabel Pancasila sebagai dasar negara.
Di sisi lain, manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan YME, yang berkehendak untuk hidup lebih layak
memerlukan pandangan hidup, sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan
diri ataupun dalam interaksi antarmanusia dalam masyarakat serta alam
sekitarnya. Manusia hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih
luas (keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara).
Maka perumusan pandangan hidup
masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, dan
pandangan hidup negara. Dengan pandangan hidup yang jelas, bangsa ini
memiliki pegangan dan pedoman dalam mengenal dan memecahkan berbagai masalah.
Hal itu terkandung dalam konsepsi dasar mengenai kehidupan yang
dicitacitakan, dasar pikiran terdalam, dan gagasan mengenai wujud kehidupan
yang dianggap baik, yaitu Pancasila.
Persoalannya, bagaimanakah
jabaran pandangan hidup yang memberi pedoman dan kekuatan rohaniah untuk
berperilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari? Dalam bahasa penelitian, apa
dan bagaimanakah indikator yang dijadikan alat ukur bahwa seseorang telah
melaksanakan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa?
Pembangunan adalah
keniscayaan dari sebuah negara merdeka.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung kosekuensi bahwa segala aspek harus
mendasarkan sila-sila Pancasila. Pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan
seluruh warga harus dikembalikan pada dasar hakikat manusia monopluralis
(rohani-jasmani, individu-makhluk sosial, dan manusia sebagai makhluk Tuhan).
Pancasila dijabarkan dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta kehidupan beragama. Dalam bahasa penelitian,
pertanyaannya sudah adakah indikator pemerintah melaksanakan Pancasila sebagai
paradigma pembangunan?
Siapa Berwenang
Seorang peneliti perlu membuat
instrumen berdasarkan indikator yang ditemukan dari definisi variabel atau
fokus penelitian untuk menyusun pertanyaan.
Karena itu, dulu, kita dengan
mudah menjawab pertanyaan bagaimanakah jabaran Pancasila sebagai dasar
negara, sebagai pandangan hidup bangsa, dan sebagai paradigma pembangunan?
Bagaimana kriteria pemimpin konstitusional, yang Pancasilais, dan yang
menyelenggarakan pembangunan secara sistemik?
Jawabannya, yang berpedoman
pada UUD 1945, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan yang
menjalankan GBHN.
Lalu siapakah yang dewasa ini
berwenang menjelmakan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan
paradigma pembangunan? Dalam bahasa penelitian adalah populasi. Mengingat
populasi yang tersedia (accessible
population) terhingga dan jumlahnya sangat banyak, peneliti dapat
menggunakan sampel dari populasi (cluster
random sampling).
Dalam NKRI, rakyat adalah
populasi, MPR adalah sampel. Maka yang berwenang menjabarkan adalah MPR
karena majelis itu merupakan penjelmaan seluruh rakyat, yang beranggota
terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu.
Kulminasinya, harapan tertuju
kepada organ-organ hasil Pemilu 2014 yang dapat menjawab tantangan
penyesuaian atau kekosongan UUD 1945 sebagai penjelmaan Pancasila dasar
negara, semacam P4 penjelmaan Pancasila sebagai pandangan hidup, dan semacam
GBHN penjelmaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar