Kamis, 16 Januari 2014

Menyoal Masalah Transportasi

Menyoal Masalah Transportasi

Jahen Fachrul Rezki  ;  Peneliti di LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
SINAR HARAPAN,  16 Januari 2014
                                                                                                                       


Akhir-akhir ini kita semakin disuguhi realita yang tidak bisa dielakkan lagi, kemacetan yang merajalela. Namun, kemacetan sekarang tidak hanya menjadi monopoli Jakarta. Hampir semua daerah di Indonesia mengalami masalah yang serupa. Sekarang sulit sekali melihat jalanan yang kosong.

Kalaupun ada, itu pun di daerah pelosok yang memiliki jumlah kendaraan bermotor yang tidak terlalu banyak. Keberadaan mobil dan motor pada beberapa tahun belakang sangatlah mengkhawatirkan. Jumlah kendaraan meningkat secara signifikan, tetapi tidak diiringi penyediaan jalan yang memadai.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor pada 2011 meningkat 11,3 persen dibandingkan 2010 atau meningkat 8,6 juta unit menjadi 85,6 juta unit. Sekitar 80 persen dari jumlah tersebut didominasi motor.

Di sisi yang lain, pada tahun yang sama, panjang jalan di Indonesia tidak mengalami penambahan yang terlalu besar. Penambahan panjang jalan di Indonesia dari tahun 2010-2011 hanya mencapai 2,1 persen.

Jika kita ambil rentang waktu yang lebih lama, sejak 1987-2011 jumlah kendaraan bermotor meningkat sebesar 972 persen, sedangkan dalam kurun waktu yang sama, panjang jalan hanya bertambah sebesar 131 persen.

Pada kurun waktu tersebut jumlah kendaraan bermotor di Indonesia meningkat delapan kali lebih besar ketimbang penambahan panjang jalan. Kita kalah jauh dengan Vietnam yang telah mulai membuat jalan secara besar-besaran, apalagi dengan China dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Di sisi yang lain, masalah kemacetan juga diperburuk dengan kondisi transportasi publik yang belum begitu baik.

Pengelolaan transportasi umum sepertinya belum dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bus-bus umum yang tersedia sudah sangat tua dan sering kali lebih lama waktu ngetemnya ketimbang waktu untuk jalan. Kondisinya pun sama menyedihkan, bangku yang tidak nyaman dan jumlah asap begitu banyak.

Penumpang harus menunggu lama untuk jalan hanya agar jumlah penumpang memenuhi seluruh tempat duduk. Untuk armada transportasi lainnya, seperti bus dan kereta bisa dibilang tidak lebih baik kondisinya. Jadwal bus atau kereta juga sering tidak jelas dan tidak tepat waktu. Entah karena jumlahnya yang tidak cukup atau karena faktor lainnya.

Ketika pilihan untuk menggunakan transportasi umum ternyata tidak lebih baik dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi, akhirnya masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dan mengeluarkan uang sedikit lebih banyak.

Padahal, seperti yang pernah diutarakan Wali Kota Bogota, Enrique Penalosa, “A developed country is no a place where the poor have cars, it’s where the rich use public transportation.”

Semakin maju suatu negara, masyarakat akan memilih menggunakan transportasi publik ketimbang kendaraan pribadi. Sayangnya, di Indonesia cara berpikir seperti ini masih sangat langka. Pemerintah lebih mengutamakan pengurangan pajak untuk mobil murah low cost green car (LCGC) ketimbang untuk TransJakarta.

Perbaiki dari Sekarang

Jika dibiarkan terus-menerus, dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi prospek perekonomian Indonesia. Transportasi publik dan infrastruktur merupakan salah satu faktor yang mampu mempercepat perpindahan barang dan jasa serta berimbas pada percepatan perputaran roda ekonomi.

Ketika biaya angkut barang menjadi lebih tinggi karena waktu tempuh semakin lama, harga barang menjadi tidak kompetitif lagi dan sama-sama merugikan, baik dari pihak produsen maupun konsumen.

Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan secara terus-menerus karena akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Untuk menghindari kemungkinan ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah.

Pertama, yang harus dilakukan adalah memperbaiki masalah infrastruktur dan jalan. Masalah penyediaan infrastruktur dan jalan yang memadai merupakan suatu hal yang harus segera dilakukan. Jangan sampai tiap tahun tugas pemerintah hanya memperbaiki jalanan yang rusak, bukan menambahkannya.

Kedua, pemerintah harus segera memperbaiki masalah transportasi publik. Untuk poin ini, kita tidak bisa hanya berharap kepada pemerintah, kehadiran pihak swasta sangat dibutuhkan untuk saat ini. Sulit bagi masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, jika kondisi dan layanan yang diberikan sangat memprihatinkan.

Ketiga, secara perlahan menaikkan harga BBM bersubsidi serta tarif parkir. Kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara langsung, tetapi harus bertahap. Ini agar masyarakat tidak merasakan efek langsung dari kebijakan ini.

Terakhir, sudah seharusnya pemerintah menambah panjang dan lebar trotoar. Saat ini, di Jakarta misalnya, sulit untuk menjadi pejalan kaki karena trotoar sudah penuh oleh dagangan kaki lima dan kadang kala oleh motor. Masyarakat menjadi terdisinsentif untuk berjalan kaki sehingga memilih menggunakan kendaraan umum.

Langkah-langkah ini harus segera dilakukan dan diperlukan koordinasi secara menyeluruh dari pihak pusat dan daerah, pihak swasta, serta masyarakat. Masalah transportasi tidak bisa kita mungkiri akan menjadi problem di seluruh daerah di Indonesia. Kita tentunya tidak ingin ketika kita melangkahkan kaki ke luar rumah, jalanan di depan rumah telah macet karena telah dipenuhi kendaraan bermotor.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar