Menuju Pemilu Serentak Indonesia
Suyatno ;
Analis Politik Pemerintahan pada FISIP Universitas Terbuka
|
MEDIA
INDONESIA, 25 Januari 2014
IDEALNYA pergantian kepemimpinan dalam
sistem demokrasi ditempuh melalui mekanisme sederhana, murah, tetapi
membuahkan hasil yang berkualitas. Sederhana dalam arti bisa dimengerti dan
mudah dilakukan rakyat awam sekalipun. Murah maksudnya dapat mengurangi
pengeluaran atau dilakukan penghematan.
Terpenuhinya syarat tersebut akan
melahirkan mekanisme pemilu yang ideal. Itulah setidaknya yang bisa dibaca
dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemilihan umum
legislatif dan pemilihan umum presiden/wakil presiden dilakukan serentak pada
2019 dan seterusnya. Majelis mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU No
42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak. Pelaksanaan pemilu serentak pada 2019
dan pemilu seterusnya.
Sebagai sebuah rezim, pemilu
dilakukan serentak dalam upaya mewujudkan mekanisme ideal tersebut. Ide
pemilu serentak bahkan bisa menjadi awal pemikiran akan pemilu yang
integratif (terpadu) di Indonesia. Ada sejumlah hal dapat dipetik dari pemilu
serentak. Hal tersebut tentu demi kebaikan bersama.
Pelaksanaan pemilu serentak akan
meningkatkan kinerja penyelenggara pemilihan. Dampak pertama yang akan dirasakan ialah KPU bisa lebih
berkonsentrasi. Pemilu serentak dilaksanakan KPU dan KPU provinsi, kabupaten,
dan kota. Pemilu terpadu membuat KPU lebih terfokus untuk merencanakan,
mempersiapkan, dan melaksanakan proses pemilihan. Semua itu dilaksanakan
dalam satu waktu, pekerjaan menjadi bisa lebih sederhana. Berbeda jika pemilu
tidak serempak selama ini. Terpisah-pisahnya tempat dan waktu pemilu akan
memengaruhi konsentrasi dari kerja KPU.
Hal lain yang akan diperoleh ialah
persiapan secara matang dapat dilakukan. Adanya pemilu serentak akan memberi
waktu yang cukup banyak tersedia. Berbagai kemudahan didapatkan seperti
pengaturan waktu sosialisasi, masa kampanye, pelaksanaan, dan penghitungan
suara. Pemilu yang menjadi kesatuan kerja, meski menyangkut tempat dan jenis
pemilihan yang lebih dari satu, memudahkan persiapan. Bisa dibayangkan
sulitnya mempersiapkan kerja yang banyak dan susul-menyusul.
Faktor lain yang didapat ialah
bisa meningkatkan koordinasi. Untuk dua jenis pemilihan sekaligus dapat
ditempuh koordinasi sehingga bisa menghemat tenaga dan pikiran. Di satu sisi
KPU bisa berkoordinasi dalam pemilihan legislatif dan eksekutif sekaligus
bisa dilakukan. Pekerjaan yang terkoordinasi akan menghemat energi. Kesalahan yang mungkin terjadi secara dini segera
bisa terdeteksi. Koordinasi membuat pekerjaan lebih teliti. Terpisah-pisahnya
pekerjaan sulit untuk dilakukan kontrol. Antisipasi bisa mengalami
keterlambatan.
Proses pemerintahan
Pemilu serentak
tidak saja berpeluang meletakkan pada jalur pemilu yang terpadu. Sejumlah hal
negatif dihadapi dalam pelaksanaan pemilu yang selama ini berlangsung terkait
dengan proses pemerintahan bisa dikurangi. Pertama, menekan penggunaan biaya
yang sangat banyak. Bayangkan bila tiap tahun dilaksanakan pemilu dan pemilu
kada, betapa besar biaya dari APBN atau APBD akan selalu tersedot untuk
pelaksanaan pemilu. Sementara itu, program-program harus terus berjalan.
Bandingkan bila pemilu kada berlangsung serentak.
Dana yang banyak tersedot untuk
pemilihan pejabat publik yang berulang kali bisa dihemat. Penghematan itu bisa
diarahkan untuk kepentingan rakyat miskin yang jauh lebih membutuhkan.
Sebagaimana terbentuknya pemerintahan yang memang diperuntukkan kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
Kedua, perbedaan waktu dalam rekrutmen kepemimpinan akan berpengaruh terhadap
jalannya keserentakan program pembangunan. Memang pengaruh pemilu terhadap
kebijakan sampai saat ini belum menghasilkan kesimpulan yang pasti. Namun,
bukan berarti tidak ada pengaruhnya sama sekali. Pemilihan kepemimpinan
publik akan menyedot perhatian lebih daripada penerapan program-pro gram yang
ada. Apalagi jika terjadi persengketaan hasil pemilu. Pelaksanaan pemilu yang
terpadu akan membawa konsolidasi pembangunan akan lebih tercipta. Bukankah
perangkat demokrasi senantiasa diabdikan bagi berlangsungnya kemajuan dan
peningkatan kehidupan yang salah satunya melalui tepatnya pelaksanaan program
pembangunan.
Ketiga, bagaimanapun pemilu akan
menyita perhatian dan mengusik kelancaran program-program pembangunan. Meski
pelaksanaannya hanya dalam hitungan minggu, gaungnya lebih lama dari itu.
Apalagi bila hal itu terjadi terlalu sering. Dengan pemilu serentak,
sinkronisasi kegiatan, terutama dari tingkat nasional, provinsi, atau lintas
daerah, lebih bisa terjaga. Di samping itu, koordinasi dalam menjaga keamanan
lebih dapat dijamin. Selain efisiensi, tugas aparat keamanan bisa menjadi
lebih ringan dan terfokus.
Makna
bagi rakyat
Rakyat ialah pihak yang paling
berperan dalam pemilu. Rakyat merupakan kelompok yang sangat heterogen. Kondisi
dan latar belakang mereka berbeda-beda. Ada yang tingkat pendidikan dan sosialisasi
politik tinggi, ada pula yang rendah. Kemudahan dan sederhananya proses
pemilihan akan meningkatkan partisipasi dan ketepatan dalam memilih. Kondisi
itu akan menghasilkan jumlah pemberi suara menjadi tinggi. Demikian juga
suara sah ada pada taraf yang lebih banyak.
Dari sisi politik memang akan
diperoleh efisiensi yang signifikan. Rakyat sebagai pemilih juga mengeluarkan
biaya-biaya mental atau psikologi yang diwujudkan dalam jumlah waktu yang
dipergu nakan untuk menyerap informasi politik, mencerna kemu dian memutuskan
pilihan politiknya.
Selain itu, meminimalkan potensi
kerawanan sosial yang tinggi. Seringnya rakyat terlibat dalam pemilahan
akibat mendukung kandidat yang terlibat pemilu dan pemilu kada tidak urung
juga akan mendatangkan peluang terjadinya benturan sosial. Itu bisa dikurangi
dengan menata waktu pelaksanaan pemilu kada sekaligus dengan pelaksanaan
pemilu untuk jabatan publik lainnya. Hal lain perlu dipikirkan jika terjadi
sengketa hasil pemilu kada dalam waktu bersamaan. Jumlahnya boleh jadi tidak
sedikit. Dibutuhkan kerja keras aparat pengadil sengketa pemilu, mengingat
terbatasnya waktu yang disediakan.
Ide pemilu serentak itu patut
diapresiasi bagi pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Nantinya bahkan pemilu di Indonesia bisa cukup paling banyak dua kali. Pemilu legislatif (pusat-daerah), pemilu presiden dan (bahkan) pemilu kada terpadu. Atau bisa pula pilpres bersamaan dengan pemilu kada terpadu sebagai pemilihan eksekutif sehingga boleh jadi pemilu justru hanya dua macam, pemilu eksekutif dan legislatif dalam rentang waktu lima tahun. Memang akan menghadapi persoalan terkait dengan masa jabatan. Untuk itu, dibutuhkan masa transisi terhadap masa jabatan pimpinan eksekutif daerah. Namun, dalam masa pemilihan berikutnya masa jabatan akan kembali normal.
Perubahan dan penataan sejumlah sistem yang
dianut negara ini muncul sebagai proses pencarian jati diri bangsa ini.
Pemikiran tentang sistem mana yang cocok hendaknya lebih didasarkan pada
kepentingan untuk meningkatkan kehidupan bersama yang lebih baik di negeri
yang kita cintai ini. Kepentingan itu salah satunya melalui cara sederhana,
mudah dan murah bisa terpilih para elite yang benar-benar memperjuangkan
kepentingan rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar