Menuju
Demokrasi Berkeadaban
C Wahyu Haryo PS ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
02 Januari 2014
Tahun 2014 akan jadi momentum
untuk menghadirkan sejumlah perubahan dan kemajuan yang lebih baik lagi
bagi Indonesia. Tahun 2014 penting karena ada transisi kepemimpinan nasional
penentu arah bangsa.
Di hari pertama tahun 2014, Rabu
(1/1) pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam wawancara khusus
dengan Kompas memberikan sejumlah pandangannya tentang perjalanan
demokrasi di Indonesia. Dalam perbincangan selama satu jam di teras gedung
pemandian air panas Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Presiden menuturkan
bagaimana sebaiknya pemimpin selanjutnya menatap masa depan.
Di tengah hawa Cipanas yang sejuk
dan asri, serta diiringi kicau burung bersahut-sahutan, Presiden menilai
proses demokrasi di Indonesia sejak reformasi 1998 berada di jalur yang benar
dengan catatan perbaikan.
Dalam peralihan
Pertama, dalam konteks peralihan
sistem dari otoritarian menjadi sistem demokrasi, ia menilai Indonesia
berhasil. Ada perubahan konstitusi dan undang-undang, perubahan struktur
kelembagaan dan tata negara yang memungkinkan check and
balances lebih baik, serta kehidupan yang lebih demokratis.
Tidak semua negara di dunia
berhasil dalam transisi demokrasi. Banyak yang gagal, kandas, kembali ke
belakang, dan bahkan jadi negara tidak demokratis.
Kedua, dalam konteks hadirnya
nilai-nilai demokrasi, Yudhoyono menilai transisi dan konsolidasi demokrasi
belum matang. ”Kita tengah dalam proses konsolidasi demokrasi. Pihak luar
negeri mengatakan menakjubkan perjalanan reformasi di Indonesia, damai, dan
sebagainya. Tetapi sebetulnya saya harus mengatakan, masih ada tantangan dan
persoalan yang kita hadapi untuk memastikan konsolidasi atau pematangan
demokrasi berjalan baik dan menjadi demokrasi yang kuat, berkeadaban, dan
berkualitas,” katanya.
Presiden memaparkan, Indonesia
surplus kebebasan dan pada saat yang sama defisit kepatuhan terhadap pranata,
terutama pranata hukum. Akibatnya, sering terjadi benturan, kekerasan, dan
kesalahan menggunakan kebebasan. Menurut dia, seharusnya kebebasan dan
kepatuhan berjalan beriringan.
”Transisi dari otoritarian ke
demokrasi (berjalan) baik, tetapi konsolidasi demokrasi belum rampung.
Menjadi tugas kita semua untuk memastikan dua nilai utama, yakni kebebasan
dan kepatuhan pranata, termasuk pranata hukum, makin kuat,” katanya.
Secara historis, menurut dia,
demokrasi yang berkembang di era Reformasi lebih baik dibandingkan masa pemerintahan
Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. Pada masa Soekarno, politik tidak
stabil dan jatuh bangun. Bukan karena faktor Soekarno, melainkan lebih karena
kondisi politik saat itu. Pada masa Soeharto, politik stabil, tetapi
demokrasi tidak tumbuh.
Dibandingkan bangsa lain yang juga
tengah berada dalam transisi demokrasi seperti di Timur Tengah, Afrika, dan
Amerika Latin, Indonesia dinilai lebih baik. Penilaian itu, menurut
Yudhoyono, datang dari pemimpin negara lain. Mereka berharap Indonesia dapat
berbagi pengalaman tentang proses transisi itu. ”Indonesia bisa menjadi model
karena berpenduduk Islam terbesar di dunia, tetapi bisa berdemokrasi,”
katanya.
Agenda utama
Sepanjang hampir satu dasawarsa
memimpin, Yudhoyono merasakan betul betapa pentingnya memberi prioritas
perhatian pada toleransi dan kerukunan. Apalagi ia juga mempunyai pengalaman
untuk terlibat dan menjadi pelaku sejarah dalam menyelesaikan konflik komunal
di Ambon, Poso, dan Sampit.
Persoalan konflik yang cukup
krusial itu, menurut dia, bisa diatasi dan diselesaikan dengan tuntas, bahkan
dicegah, apabila ada niat dan didukung perangkat perundang-undangan. Bukan
hanya memberikan pernyataan tentang pentingnya toleransi dan kerukunan,
tetapi dengan niat dan tindakan nyata. Buah dari perhatiannya itu, salah
satunya tampak dari perayaan hari besar keagamaan yang berlangsung damai 10
tahun terakhir.
Yudhoyono juga berharap pemimpin
yang akan menggantikannya menjadikan toleransi dan kerukunan sebagai agenda
utama. ”Agenda utama bangsa ini di masa depan adalah toleransi dan kerukunan.
Itu sangat fundamental,” katanya.
Menurut Yudhoyono, jika ada
pemimpin yang mengatakan tidak ada masalah dengan kemajemukan, kerukunan, dan
toleransi, hal itu tidak jujur. ”Harus kita akui (ada masalah), tetapi dengan
niat, semangat, dan kepercayaan yang tinggi, kita memperkuat toleransi dan
kerukunan sepanjang perjalanan negeri ini,” katanya.
Terkait upaya mencegah konflik
komunal, Presiden berinisiatif menerbitkan Instruksi Presiden No 2/2013
tentang pencegahan dan penanganan konflik komunal di daerah. Melalui inpres
ini, ia memfungsikan pemimpin daerah, aparat penegak hukum dan keamanan di
daerah, serta tokoh masyarakat dan agama di daerah untuk terlibat mencegah
dan menangani konflik.
Persoalan toleransi dan kerukunan,
menurut Yudhoyono, masih jadi agenda penting pemimpin nasional dalam kurun
waktu 10-30 tahun mendatang.
Yudhoyono juga menganggap penting
stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi untuk dijaga bersama-sama. Selama
sembilan tahun, hal itu dilakukan dengan tetap menjaga demokrasi mekar,
politik terjaga, ketatanegaraan makin matang, dan ekonomi tumbuh dengan
penguatan fundamentalnya.
”Kalau hanya mengutamakan ekonomi,
rakyat yang sudah makin cukup tingkat hidupnya, ekonominya, tapi tidak
merasakan kebebasan, tidak ada kemerdakaan, akan jebol juga. Revolusi sosial
terjadi. Kalau politik menjadi-jadi, sangat gaduh, akan mengganggu
perekonomian kita,” katanya.
Transisi kepemimpinan
Yudhoyono menekankan pentingnya
transisi kepemimpinan dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 berjalan mulus
sebagai momentum memantapkan demokrasi menjadi lebih kuat, stabil, dan
berkeadaban. Media massa, menurut dia, berperan penting untuk mengedukasi
rakyat agar memahami integritas, kapasitas, serta rekam jejak calon pemimpin.
”Kalau
rakyat bisa menyuarakan kepada calon pemimpin, apa yang menjadi pekerjaan
rumah, agenda, dan permasalahan kita, dan itu didengar dan dijalankan
pemimpin terpilih, maka kebaikan akan datang di negeri kita, dan makin ke
depan akan makin baik,”
katanya.
Presiden optimistis, momentum
pemilu dan transisi kepemimpinan dapat berjalan baik menuju demokrasi yang
berkeadaban. ”Saya yakin rakyat Indonesia sungguh ingin menjalankan demokrasi
yang berkeadaban,” ujarnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar