Minggu, 05 Januari 2014

Menuju Demokrasi Berkeadaban

                              Menuju Demokrasi Berkeadaban

C Wahyu Haryo PS  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  02 Januari 2014

                                                                                                                       


Tahun 2014 akan jadi momentum untuk menghadirkan sejumlah perubahan dan kemajuan yang lebih baik lagi bagi Indonesia. Tahun 2014 penting karena ada transisi kepemimpinan nasional penentu arah bangsa.

Di hari pertama tahun 2014, Rabu (1/1) pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam wawancara khusus dengan Kompas memberikan sejumlah pandangannya tentang perjalanan demokrasi di Indonesia. Dalam perbincangan selama satu jam di teras gedung pemandian air panas Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Presiden menuturkan bagaimana sebaiknya pemimpin selanjutnya menatap masa depan.

Di tengah hawa Cipanas yang sejuk dan asri, serta diiringi kicau burung bersahut-sahutan, Presiden menilai proses demokrasi di Indonesia sejak reformasi 1998 berada di jalur yang benar dengan catatan perbaikan.

Dalam peralihan

Pertama, dalam konteks peralihan sistem dari otoritarian menjadi sistem demokrasi, ia menilai Indonesia berhasil. Ada perubahan konstitusi dan undang-undang, perubahan struktur kelembagaan dan tata negara yang memungkinkan check and balances lebih baik, serta kehidupan yang lebih demokratis.

Tidak semua negara di dunia berhasil dalam transisi demokrasi. Banyak yang gagal, kandas, kembali ke belakang, dan bahkan jadi negara tidak demokratis.

Kedua, dalam konteks hadirnya nilai-nilai demokrasi, Yudhoyono menilai transisi dan konsolidasi demokrasi belum matang. ”Kita tengah dalam proses konsolidasi demokrasi. Pihak luar negeri mengatakan menakjubkan perjalanan reformasi di Indonesia, damai, dan sebagainya. Tetapi sebetulnya saya harus mengatakan, masih ada tantangan dan persoalan yang kita hadapi untuk memastikan konsolidasi atau pematangan demokrasi berjalan baik dan menjadi demokrasi yang kuat, berkeadaban, dan berkualitas,” katanya.

Presiden memaparkan, Indonesia surplus kebebasan dan pada saat yang sama defisit kepatuhan terhadap pranata, terutama pranata hukum. Akibatnya, sering terjadi benturan, kekerasan, dan kesalahan menggunakan kebebasan. Menurut dia, seharusnya kebebasan dan kepatuhan berjalan beriringan.

”Transisi dari otoritarian ke demokrasi (berjalan) baik, tetapi konsolidasi demokrasi belum rampung. Menjadi tugas kita semua untuk memastikan dua nilai utama, yakni kebebasan dan kepatuhan pranata, termasuk pranata hukum, makin kuat,” katanya.
Secara historis, menurut dia, demokrasi yang berkembang di era Reformasi lebih baik dibandingkan masa pemerintahan Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. Pada masa Soekarno, politik tidak stabil dan jatuh bangun. Bukan karena faktor Soekarno, melainkan lebih karena kondisi politik saat itu. Pada masa Soeharto, politik stabil, tetapi demokrasi tidak tumbuh.

Dibandingkan bangsa lain yang juga tengah berada dalam transisi demokrasi seperti di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin, Indonesia dinilai lebih baik. Penilaian itu, menurut Yudhoyono, datang dari pemimpin negara lain. Mereka berharap Indonesia dapat berbagi pengalaman tentang proses transisi itu. ”Indonesia bisa menjadi model karena berpenduduk Islam terbesar di dunia, tetapi bisa berdemokrasi,” katanya.

Agenda utama

Sepanjang hampir satu dasawarsa memimpin, Yudhoyono merasakan betul betapa pentingnya memberi prioritas perhatian pada toleransi dan kerukunan. Apalagi ia juga mempunyai pengalaman untuk terlibat dan menjadi pelaku sejarah dalam menyelesaikan konflik komunal di Ambon, Poso, dan Sampit.

Persoalan konflik yang cukup krusial itu, menurut dia, bisa diatasi dan diselesaikan dengan tuntas, bahkan dicegah, apabila ada niat dan didukung perangkat perundang-undangan. Bukan hanya memberikan pernyataan tentang pentingnya toleransi dan kerukunan, tetapi dengan niat dan tindakan nyata. Buah dari perhatiannya itu, salah satunya tampak dari perayaan hari besar keagamaan yang berlangsung damai 10 tahun terakhir.

Yudhoyono juga berharap pemimpin yang akan menggantikannya menjadikan toleransi dan kerukunan sebagai agenda utama. ”Agenda utama bangsa ini di masa depan adalah toleransi dan kerukunan. Itu sangat fundamental,” katanya.

Menurut Yudhoyono, jika ada pemimpin yang mengatakan tidak ada masalah dengan kemajemukan, kerukunan, dan toleransi, hal itu tidak jujur. ”Harus kita akui (ada masalah), tetapi dengan niat, semangat, dan kepercayaan yang tinggi, kita memperkuat toleransi dan kerukunan sepanjang perjalanan negeri ini,” katanya.

Terkait upaya mencegah konflik komunal, Presiden berinisiatif menerbitkan Instruksi Presiden No 2/2013 tentang pencegahan dan penanganan konflik komunal di daerah. Melalui inpres ini, ia memfungsikan pemimpin daerah, aparat penegak hukum dan keamanan di daerah, serta tokoh masyarakat dan agama di daerah untuk terlibat mencegah dan menangani konflik.

Persoalan toleransi dan kerukunan, menurut Yudhoyono, masih jadi agenda penting pemimpin nasional dalam kurun waktu 10-30 tahun mendatang.

Yudhoyono juga menganggap penting stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi untuk dijaga bersama-sama. Selama sembilan tahun, hal itu dilakukan dengan tetap menjaga demokrasi mekar, politik terjaga, ketatanegaraan makin matang, dan ekonomi tumbuh dengan penguatan fundamentalnya.

”Kalau hanya mengutamakan ekonomi, rakyat yang sudah makin cukup tingkat hidupnya, ekonominya, tapi tidak merasakan kebebasan, tidak ada kemerdakaan, akan jebol juga. Revolusi sosial terjadi. Kalau politik menjadi-jadi, sangat gaduh, akan mengganggu perekonomian kita,” katanya.

Transisi kepemimpinan

Yudhoyono menekankan pentingnya transisi kepemimpinan dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 berjalan mulus sebagai momentum memantapkan demokrasi menjadi lebih kuat, stabil, dan berkeadaban. Media massa, menurut dia, berperan penting untuk mengedukasi rakyat agar memahami integritas, kapasitas, serta rekam jejak calon pemimpin.

”Kalau rakyat bisa menyuarakan kepada calon pemimpin, apa yang menjadi pekerjaan rumah, agenda, dan permasalahan kita, dan itu didengar dan dijalankan pemimpin terpilih, maka kebaikan akan datang di negeri kita, dan makin ke depan akan makin baik,” katanya.

Presiden optimistis, momentum pemilu dan transisi kepemimpinan dapat berjalan baik menuju demokrasi yang berkeadaban. ”Saya yakin rakyat Indonesia sungguh ingin menjalankan demokrasi yang berkeadaban,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar