Mengungkap
Narkoba Akil Mochtar
Kunarto Marzuki ; Analis pada Badan Narkotika Nasional
(BNN),
Anggota
Tim Investigasi Kasus Akil Mochtar
|
SUARA
MERDEKA, 23 Januari 2014
SETELAH melalui proses penyelidikan
panjang, Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Jumat (17/1/14) mengumumkan
status mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebagai tersangka
kepemilikan narkoba.
BNN meyakini Akil dapat dijerat dengan UU
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Berdasarkan dua alat bukti yang
dimiliki penyidik, BNN menjeratnya dengan Pasal 111 (kepemilikan narkotika
alami jenis ganja), Pasal 112 (kepemilikian narkotika sintetis jenis sabu),
dan Pasal 116 (menyediakan narkotika untuk orang lain).
Kasus narkoba tersebut bermula ketika pada
awal Oktober 2013 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi
tangkap tangan dalam kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas
Kalimantan Tengah yang melibatkan (waktu itu) Akil sebagai Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK). Saat KPK menggeledah ruang kerja Akil, penyidik komisi
antirasuah ini menemukan barang yang diduga narkoba di laci meja kerja.
Namun karena barang tersebut tidak masuk
dalam objek penyidikan, KPK menyerahkan barang itu kepada MK untuk diurus
lebih lanjut. Selanjutnya MK meminta BNN untuk menguji lab terhadap barang
yang diduga narkoba tersebut. Apa petunjuk hukum yang membuat penyidik BNN
berani menaikkan status Akil sebagai tersangka kasus narkoba? Dalam proses
penyelidikan, setidak- tidaknya ditemukan 4 petunjuk hukum yang bisa
dijadikan dasar menjerat sebagai tersangka kasus narkoba.
Pertama; hasil tes DNA yang berkesesuaian
(identik) dengan sampel air liur dalam potongan ganja bekas pakai tersebut
menunjukkan bahwa Akil pernah menyentuh benda tersebut.
Hasil DNA itu bisa dijadikan alat bukti
karena dikeluarkan lembaga resmi dan secara medis dapat
dipertanggungjawabkan. Seandainya Akil tetap membantah narkoba tersebut
miliknya, jaksa punya hasil medis untuk meyakinkan hakim. Kedua; dari hasil
penyelidikan ditemukan bahwa plastik yang digunakan membungkus narkoba adalah
kemasan obat dari poliklinik Mahkamah Konstitusi.
Di plastik tersebut tertera tulisan
”Poliklinik MK” yang setelah diselidiki ternyata benar bahwa plastik tersebut
milik poliklinik lembaga penjaga konstitusi tersebut. Temuan kedua ini
memperpendek sumbu keterkaitan Akil dengan kasus narkoba tersebut.
Ketiga; selain mendalami bukti-bukti yang
ditemukan, BNN juga sudah memeriksa sedikitnya 15 saksi, terdiri atas
penyidik KPK yang menggeledah ruangan Akil. BNN juga sudah mendapatkan
rekaman video penggeledahan, yang salah satu bagiannya merekam detik-detik
penemuan narkoba di meja Akil.
Sinkronisasi
Temuan
Dari hasil pemeriksaan rekaman video
tersebut, diyakini narkoba di meja Akil bukanlah ditaruh (dijebak) oleh
penyidik KPK, melainkan memang ditemukan dari laci meja. Karena temuan ini
sinkron dengan keterangan saksi dari KPK maka rekaman video ini juga akan
memberi petunjuk jelas untuk menyangka bahwa narkoba tersebut memang sudah
ada di meja Akil. Keempat; penyidik BNN juga telah merekonstruksi penemuan
narkoba di ruangan Akil.
Rekonstruksi tersebut tercatat dalam berita
acara yang menggambarkan secara utuh awal mula penyidik KPK menemukan narkoba
di ruangan tersebut.
Rekonstruksi ini menjadi bagian penting
karena menjadi salah satu titik terang bagaimana narkoba ditemukan dan
akhirnya diserahkan ke BNN. Berangkat dari empat hal itu, BNN meyakini dan
menyangka Akil setidak-tidaknya memiliki atau menguasai atau menyediakan
narkoba jenis ganja dan sabu yang ditemukan di ruangannya sebagaimana
konstruksi hukum dalam Pasal 111, 112, dan 116.
BNN tidak menjerat dengan pasal pemakai
atau penyalah guna (Pasal 127) karena memang hasil tes urine dan darah
menunjukkan dia negatif menggunakan barang tersebut.
Salah satu kemungkinannya adalah ia sudah
menggunakan dalam waktu lama sehingga zat narkoba tidak terdeteksi dalam
kandungan urine dan darahnya. Tapi yang lebih penting adalah BNN harus
menyelidiki lebih lanjut guna mengungkap tabir dari mana sebenarnya narkoba
berasal.
Pasalnya, sangat memungkinkan pejabat
pengguna narkoba di puncak kekuasaan negeri ini bukanlah Akil semata. Tentu
ini bukan pekerjaan mudah tetapi harus dimulai untuk membersihkan pejabat
pemakai narkoba di Indonesia. Untuk mengungkap hal tersebut, setidak-tidaknya
ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan BNN.
Pertama; maksimal memeriksa Akil untuk
mengungkap pemasok narkoba itu. Hal ini bergantung dari sejauh mana Akil
kooperatif memberikan keterangan.
Kedua; penyidik BNN memeriksa alat
komunikasi milik Akil secara forensik (kloning) yang tentu saja sudah
dilakukan KPK. Artinya BNN dan KPK bersinergi dan berbagi data, guna melacak
jejak komunikasi Akil, apakah terdapat ”jejak” narkoba atau tidak. Ketiga;
BNN dapat menerjunkan tim intelijen untuk menemukan jenis narkoba seperti
yang dimiliki Akil.
Penggunaan narkoba merupakan sisi gelap
yang dapat menghampiri siapa pun, tanpa memedulikan jabatan orang tersebut.
Yang lebih penting sekarang adalah memikirkan bagaimana membangun sistem
supaya lembaga-lembaga strategis di negeri ini tidak jebol oleh upaya
sindikat narkoba yang terus mencoba menembusnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar