Menelisik
Komitmen Capres
Suyatno ;
Dosen FISIP
Universitas Terbuka
|
KORAN
JAKARTA, 10 Januari 2014
Banyak nama telah bermunculan
menjelang pemilihan presiden. Meski belum ada kepastian
yang akan bertarung secara resmi dalam bursa pemilihan 2014, namun
sudah terdapat sederet nama untuk dijagokan seperti sejumlah
tokoh yang kini muncul dalam konvensi Partai Demokrat. Rakyat jadi bingung
memilih karena mereka memililiki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Di
tataran elite persaingan untuk merebut pengaruh baik dari massa
akar rumput maupun kekuatan politik lain juga tidak kalah sengit.
Ini menambah panjang deretan nama, program, serta janji-janji
yang ditawarkan.
Capres harus diajukan lewat partai politik. Hanya pemilihan presiden sekarang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Logikanya, rakyatlah yang seharusnya menentukan seseorang bisa masuk dalam pertarungan. Lantas bagaimana memberi ruang bagi rakyat untuk turut serta dalam menentukan calon presiden? Fenomena calon nonkader partai menjadi peserta konvensi capres cukup menarik. Bila gagal juara dalam konvensi Demokrat, dia harus mencari partai lain yang bersedia mencalonkan. Meskipun mungkin didukung rakyat, tetapi tanpa dicalonkan partai jalan menuju kursi presiden akan tertutup. Kecenderungannya, sebuah partai akan mencalonkan kader dari internal dan kecil kemungkinan mencalonkan dari luar. Apalagi belum dikenal oleh partai tersebut atau bahkan memiliki visi yang tidak sejalan dengan partai bersangkutan. Partai lebih berorientasi pada terlaksananya kebijakannya dan tidak akan mengambil risiko dengan mencalonkan kader dari luar. Memang ada situasi tertentu yang mengharuskan kerja sama untuk memenangkan pertarungan atau paling tidak mengimbangi kekuatan lawan yang lebih besar. Proses seperti ini akan memunculkan persoalan, bila partai ternyata tidak dapat memosisikan diri secara proporsional sebagai penyambung lidah rakyat. Artinya, partai tidak mampu menyerap aspirasi konstituennya untuk disalurkan melalui kebijakan partai termasuk dalam menjaring capres keinginan rakyat. Demikian juga demi memenangkan persaingan dengan kekuatan politik yang berbeda, seorang calon atau sebuah partai akan berhitung dalam menjalin kerja sama. Mereka tentu akan menentukan pilihan pada sebuah jalinan kerja sama yang memiliki kans besar mampu bersaing dan juga menguntungkan. Banyaknya tokoh yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan, sementara hanya sedikit wadah yang bisa menyalurkannya dalam bursa pemilihan inilah yang bisa diistilahkan sebagai dilema aksi kolektif. Sulit untuk menciptakan kerja sama antarkekuatan yang saling bersaing. Kondisi demikian perlu pengelolaan karena berbagai praktik politik seperti ini bisa mengakibatkan partai pecah. Kebutuhan akan wadah memenangkan pemilihan presiden akan terwujud bila tiap-tiap pihak memiliki komitmen sama. Komitmen inilah yang akan menentukan koalisi. Meski demikian, dalam menciptakan koalisi bisa muncul berbagai persoalan yang harus diatasi. Misalnya, keterbatasan informasi jumlah pendukung terhadap seorang calon atau partai. Ketidakjelasan ini membuat setiap kelompok tidak bisa memastikan waktu koalisi harus dimulai atau terpaksa bertarung sendirian dalam bursa pencalonan. Koalisi itu tidak ada yang gratis. Artinya, untuk menentukan bersedia tidaknya diajak atau mengajak bekerja sama diperlukan pertimbangan untung rugi. Tidak mudah menciptakan basis kerangka kerja sama karena sangat ditentukan komitmen tiap-tiap pihak untuk setia pada kerangka yang dibentuk. Apabila ada yang curang atau diperlakukan tidak adil, kesepakatan bisa gagal. Bila kondisi politik berubah, kerja sama mungkin sulit tercipta kembali. Seperti “poros tengah”, saat ini mungkin sulit untuk terbentuk kembali karena situasinya sudah sangat berubah. Dalam konteks ini, institusi seperti partai dianggap arena yang netral bagi seorang kandidat dan hanya menstrukturkan aturan main. Komitmen Capres Kecenderungan yang dirasakan rakyat belakangan, janji-janji atau program partai saat kampanye tidak direalisasikan. Sesudah pemilu dan kekuasaan diraih, parpol lupa dengan janji kepada para pemilih. Demikian juga tokoh yang dulu diharapkan mampu menjadi tumpuan harapan rakyat tidak bisa berbuat sesuai harapan karena menghadapi kebijakan partai atau kekuatan politik lain saat memangku jabatan. Maka, komitmen seorang capres harus dicermati. Hans-Dieter Klingemann dalam bukunya Parties, Policies and Democracy mengatakan ada tiga gaya partai mengeluarkan kebijakan publik dalam program-program. Model agenda mengasumsikan prioritas-prioritas kebijakan yang muncul akan mencerminkan penekanan-penekanan pragmatis dari satu atau lebih partai besar yang bersaing dalam pemilu sebelumnya. Kebijakan yang muncul, hasil dari penyesuaian terhadap diskursus kebijakan. Parpol cenederung akan mengubah penekanan programitasinya dan kemungkinan bergeser dari program semula. Model mandat mengasumsikan bahwa pemenang adalah segala-galanya. Pro gram-program dari pemenanglah yang diberlakukan. Program dari pihak yang kalah diabaikan atau ditolak. Dalam model ini partai yang berkuasa memiliki kesempatan luas mewujudkan programprogramnya menjadi kebijakan publik. Model ideologi memandang orientasi ideologis dan sejarah partai yang telah berlangsung lama memberi alasan kuat pada para pemilih untuk mengharapkan tercerminkannya suara mereka ke dalam konsekuensi kebijakan. Ada basis abadi jangka panjang yang mendasari program-program partai. Pendekatan ini akan menggambarkan secara jelas bahwa kader yang ditawarkan memiliki visi dan misi sesuai dengan ideologi partai. Orang yang memiliki ideologi berbeda tidak akan bergabung pada partai semacam ini. Komitmen para capres mendatang, bisa dilihat dari kualitas pribadi, visi, misi, dan partai tempat bernaung. Partai yang mampu menjaring calon kredibel dan memberi keleluasaan bagi kadernya untuk konsisten kepada platform politiknya, akan memunculkan pemimpin alternatif yang dapat membawa negara lebih baik. Presiden mendatang harus ber komitmen kuat mewujudkan visi dan misinya baik sebelum maupun sesudah pemilu. Dia harus berani membenahi negara yang karut-marut, menegakkan keadilan, serta menyejahterakan rakyat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar