Kamis, 16 Januari 2014

Memilih Presiden Pelayan Rakyat

Memilih Presiden Pelayan Rakyat

Bambang Soesatyo  ;    Anggota Komisi III DPR,
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SUARA MERDEKA,  11 Januari 2014
                                                                                                                        


SEPANJANG paruh pertama 2014, hampir seluruh elemen rakyat Indonesia akan disibukkan kegiatan mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan umum. Dalam rentang waktu itu,  warga negara pemilik suara dituntut berpikir jernih, independen, dan memahami hakikat kebutuhan. Pasalnya Indonesia harus mencari dan memilih pemimpin. Bukan sembarang pemimpin melainkan yang mau menjadi abdi sejati bagi rakyat.

Ketidaknyamanan hidup berbangsa dan bernegara selama hampir satu dekade terakhir ini  merupakan buah dari sikap dan pilihan tidak cerdas. Maka, jadikan pengalaman tidak enak tersebut sebagai pelajaran supaya pada saat menggunakan hak pilih nanti, sikap dan pilihan tidak cerdas itu tak terulang.

Semua elemen rakyat harus bertekad mengakhiri ketidaknyamanan hidup berbangsa dan bernegara yang telah berlangsung hampir satu dekade terakhir ini. Karena itu, hindari kesalahan dalam memilih wakil rakyat, baik anggota DPR maupun DPRD. Jangan juga mengulang kesalahan dalam memilih pemimpin atau presiden. Sebagai acuan untuk mengoreksi kesalahan dalam memilih, silakan masing-masing mengalkulasi dampak buruk atau ekses dari kesalahan memilih itu.

Kalkulasi bisa dimulai dengan menimbang-nimbang perubahan derajat kesejahteraan bersama dalam waktu hampir 10 tahun belakangan ini. Pertanyakan juga militansi pemerintah dalam membela dan menjaga kepentingan nasional, serta kepentingan rakyat. Apakah pemerintahan cerdas dan berani mengelola semua komoditas kebutuhan pokok rakyat? Tentu, yang juga sangat penting adalah mengkaji seberapa jauh pemerintahan ini efektif dan bersih.

Dengan demikian, pada tahun politik 2014, target seluruh elemen rakyat hanya satu: mencari pelayan atau abdi rakyat. Mencari anggota DPR/DPRD yang melayani, dan mencari presiden yang mau dan fokus melayani rakyat dan negara. Fokus anggota DPR/DPRD serta presiden dan pemerintahan yang dipimpin hanya melayani negara dan rakyat. Melayani berarti harus menjadi abdi negara dan abdi rakyat dalam arti sebenar-benarnya, bukan sekadar slogan untuk meraih popularitas.

Pemilu 2014 dilaksanakan dalam dua tahap; pemilu legislatif pada 9 April 2014 yang memilih anggota DPR/DPRD, dan pemilu presiden pada 9 Juli 2014 yang memilih presiden dan wakil presiden. Apa yang akan didapatkan rakyat dari pesta demokrasi itu, terpulang kepada warga negara yang berhak memilih. Ingin dilayani atau melayani?

Menjadi abdi rakyat yang sejati berarti harus memahami dan menghayati persoalan rakyat. Bahkan, demi efektivitas pela­ya­nan dan pengabdian kepada rakyat, ang­gota DPR/­ DPRD serta pre­siden dan para birokrat di semua institusi pemerintahan harus menyatu dengan rakyat. Tak boleh ada jarak agar DPR/DPRD dan presiden tahu betul jalan keluar seperti apa yang diperlukan untuk memecahkan aneka persoalan yang dihadapi rakyat kebanyakan. Contoh praktik demikian telah diperlihatkan oleh sejumlah pemerintahan daerah.

Karena itu, jangan memilih abdi atau pelayan semu. Bila berperan sebagai pelayan semu, anggota DPR/DPRD dan presiden tak akan pernah dan mau tahu persoalan yang dihadapi rakyat. Kalau persoalan rakyat saja tidak dipahami, bagaimana mungkin mereka bisa merumuskan jalan keluar. Berarti, anggota DPR/DPRD harus rajin ke daerah pemilihan pada masa reses untuk menyerap aspirasi konstituen.

Presiden pun hendaknya rajin mengunjungi daerah untuk mengetahui perkembangan pembangunan di tiap pelosok. Urgensi perjalanan ke luar negeri harus jelas, dan tentu saja harus berkait kepentingan negara dan rakyat. Karena itulah, menjadi sangat penting bagi presiden dan legislator untuk tidak mempunyai agenda lain, kecuali melayani negara dan rakyat.

Jika hak pilih digunakan dengan pikiran jernih dan independen, rakyat pasti bisa mendapatkan wakil rakyat dan pemimpin yang siap melayani. Sebaliknya, jika hak pilih digunakan secara sembrono, yang didapatkan bukanlah abdi rakyat sejati melainkan legislator dan pemimpin yang justru dirundung masalah, termasuk terjerat kasus hukum.

Pada Februari 2013, Ke­men­dagri menyatakan 2.976 wakil rakyat  (DPRD provinsi dan kabupaten/Kota) terjerat kasus hukum. Saat itu, 431 anggota DPRD provinsi terjerat kasus hu­kum dengan 83,76% perkara tipikor. Adapun jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang terseret kasus hukum 2.545 orang, 40,07% kasus tipikor.

Di Senayan, beberapa anggota DPR pun terjerat kasus yang sama. Sementara itu, 304 pejabat level pimpinan daerah bermasalah dengan hukum, meliputi 22 gubernur, 7 wakil gubernur, 156 bupati, 46 wakil bupati, 41 wali kota, dan 20 wakil wali kota.

Dalam kasus Bank Century, proyek Hambalang, suap kepala SKK Migas hingga kasus suap impor daging sapi, sangat jelas menggambarkan pemerintah pusat tidak bersih. Persoalan penggelembungan dana talangan Century bahkan merusak citra pemerintahan sekarang karena tak satu pun pejabat dan institusi berani tampil untuk mempertanggungjawabkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar