Melawan
Propaganda sang Teroris
Suyatno ; Dosen FISIP Universitas Terbuka
|
MEDIA
INDONESIA, 04 Januari 2014
AKSI baku tembak di Ciputat antara
Densus 88 Antiteror Polri dan enam terduga teroris tewas kian meneguhkan isu
terorisme sebagai alat propaganda guna mencapai target-target tertentu. Lagi-lagi
event besar seperti ingar-bingar pesta peringatan Tahun Baru menjadi momentum
lempangnya desakan propaganda kian mendera. Dengan gamblangnya Polri telah
mengungkapkan bahwa mereka yang tertembak ialah kelompok yang menembak
anggota kepolisian di Cireundeu, Cilandak, Pondok Aren, dan perampok BRI
Curug Tangerang. Rakyat tentu salut, kagum, dan merasa nyaman terlindungi
oleh keperkasaan aparat keamanan mengungkap pelaku teror. Barang bukti yang
disita juga sangat meyakinkan kemampuan itu, rinci, dan relevan dengan
aktivitas sang teroris. Mestinya akan tumbuh harapan besar bahwa terorisme
akan segera terungkap dengan gamblang dan ceritanya segera purna.
Namun, terorisme menjadi tindakan
propaganda karena di balik tindakan tertentu terkandung maksud yang
tersembunyi. Isu terorisme telah mengukuhkan pemahaman bahwa agenda dan modus
yang endemis dan senantiasa berubah. Sejumlah aksi masih kita ingat, mulai
aksi peledakan bom di tempat keramaian, peledakan tempat-tempat ibadah,
pengeboman kantor kedutaan atau representasi perusahaan asing, hingga
penembakan dan pengeboman aparat kepolisian. Terorisme telah menjadi
propaganda multidimensional yang tak pernah kering.
Propaganda
dilawan
Propaganda isu terorisme harus
dilawan, sebab merupakan suatu gerakan yang mengandung pesan tersembunyi di
bawah permukaan sadar manusia yang tidak langsung atau dengan cepat
diketahui. Harus disadari, banyak pesan sangat halus ditujukan untuk
keinginan atau target tertentu sehingga apa yang sengaja ditampilkan bukanlah
sasaran yang sebenarnya. Penyamaran itu berakibat pada tujuan yang
sesungguhnya berada di bawah permukaan. Jangan sampai orang dapat dibujuk
untuk melakukan hal tertentu yang secara normal tidak akan mereka lakukan.
Perlu dicegah agar target tidak
dengan halusnya merasuk melalui bawah sadar yang semua usaha itu tidak akan
kelihatan secara kasatmata.
Menciptakan situasi yang tidak
kondusif terhadap propaganda menjadi salah satu kata kunci perlawanan. Aksi
yang bisa kita artikan lain ‘penyebarluasan’ itu juga bisa berkembang dalam
waktu yang singkat dalam wilayah yang luas. Melalui medium tertentu, ia
memperkenalkan, memublikasikan, dan melanjutkannya sehingga sebuah tema akan
berkembang menuju ke arah tertentu. Ibarat biji-bijian yang menyebar karena
tertiup oleh angin atau memang sengaja disebarkan ke tanah, akan tumbuh dan
berkembang menjadi tumbuhan besar yang sempurna. Kondisi itulah yang tidak
boleh diberi peluang.
Semua orang bisa menjadi sasaran
propaganda terorisme. Objek propaganda isu terorisme adalah masyarakat yang
terdiri dari manusia yang tidak hanya bersifat pasif, tapi juga aktif. Banyak
di antara mereka kemudian menginterpretasi, mengartikan, dan memodifikasi
pengertian yang ada. Inilah lahan yang subur yang bisa mendukung tumbuh dan
berkembangnya propaganda terorisme. Akan tetapi, sebenarnya orang juga bisa
menolak isu yang ada. Bahkan ada pula kemungkinan propaganda terorisme
berbelok dari arah yang sebelumnya.
Dampak
tak diharap
Bila tidak dilawan, dampak
propaganda bisa menggilas semua. Propaganda merupakan cara untuk meraih
tujuan tertentu baik di bidang sosial, politik, ekonomi, maupun bidang
lainnya. Karena sifatnya, tentu masyarakat tidak ingin menjadi korban
propaganda isu terorisme yang dapat menimbulkan beberapa dampak. Pertama,
pihak yang menjadi sasaran kadang-kadang tidak menyadari tujuan sebenarnya
yang dilontarkan kepadanya. Hal itu disebabkan propaganda memunculkan kesan di
permukaan berbeda dengan maksud yang sesungguhnya. Apa yang dikehendaki
cenderung bersifat manifes.
Kedua, sering mengakibatkan saling
curiga bahkan pertentangan dalam suatu kelompok yang menjadi sasaran karena
propaganda akan memunculkan pro dan kontra sebagai akibat ketidakjelasan yang
sengaja diciptakannya. Dalam kasus terorisme, orang yang tidak setuju adanya
sarang terorisme bisa jadi justru dituduh membenarkan aksi terorisme oleh
pihak yang setuju dengan isu itu. Sementara itu, pemikiran akan adanya tujuan
propaganda yang lain dianggap hanya sebagai alasan pembenar.
Ketiga, makna yang sesungguhnya
dari manuver propaganda itu sering dapat dipahami dalam jangka waktu yang
lama. Bahkan itu mungkin tidak pernah dipahami secara jelas oleh pihak yang
menjadi sasaran. Oleh karena itu, banyak orang tidak sadar bila diri mereka
telah menjadi `korban' dari sebuah aksi propaganda.
Langkah
perlawanan
Bila melihat sifat-sifat dari
propaganda terorisme dan dampak yang mungkin diakibatkannya, ada beberapa
langkah antisipasi yang dapat ditempuh. Pertama, pada tataran masyarakat,
kita hendaknya tidak menelan mentah-mentah informasi yang muncul. Orang harus
cermat terhadap sebuah opini yang beredar. Sudah saatnya sering memunculkan
pertanyaan, “Ada apa di balik itu semua?“ Pertanyaan agar tidak terkecoh oleh
aksi yang dilakukan orang lain.
Kedua, kalangan elite dan
pemerintah hendaknya tidak mudah larut dalam permainan `lawan' dengan tidak
menanggapi semua isu yang dilontarkan. Bila itu dilakukan, pihak lain akan
selalu mendiktekan kehendak dan tindakannya. Energi akan lebih banyak keluar bila kita terpengaruh oleh apa yang
dilontarkan pihak lain. Sementara itu, pembuat propaganda sudah menyiapkan
langkah berikutnya.
Ketiga, harus diciptakan persatuan
dan kebersamaan antara elite dan kelompok akar rumput. Baik yang di atas
maupun yang di bawah saling percaya untuk menghadapi propaganda dari pihak
lain sehingga aksi saling curiga dan saling tuduh antarsesama anak bangsa
dapat dihindarkan. Terorisme telah memunculkan dampak buruk yang begitu luas.
Ia merupakan musuh yang ingin menguasai banyak bangsa dan karena itu harus
dilawan. Segenap bangsa ini harus bertekad bulat untuk menghindarkan diri
dari cengkeramannya. Kita tentunya tidak ingin menjadi bangsa yang dijajah propaganda
terorisme. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar