Rabu, 15 Januari 2014

KPK dan SBY dalam Buku Anas Tahun 2009

KPK dan SBY dalam Buku Anas Tahun 2009

J Osdar  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  15 Januari 2014
                                                                                                                        


MENULIS buku itu perlu pertimbangan masak-masak. Apa yang tertulis itu menembus batasan ruang dan waktu. Apa yang tertulis akan tetap tertulis. Coba kita baca dua pepatah kuno berbahasa Latin di bawah ini.

Nescit vox missa reverti, arti harfiahnya ’kata yang telah dilontarkan tidak dapat ditarik kembali’. Kemudian pepatah kedua, vox audita perit, littera scripta manet, ’suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal’. Kalimat yang tertulis di dalam buku dan dibaca banyak orang di berbagai tempat akan selalu diingat dari generasi ke generasi.

Namun, di zaman sekarang, bukan hanya kalimat yang tertulis di buku saja, kata-kata yang dilontarkan juga bisa direkam dan ditayangkan berulang-ulang. Maka jangan marah atau geram jika buku lama kita dikumandangkan lagi. Ini risiko hidup manusia yang menulis buku atau bicara di media massa.

Mari sekali lagi kita baca buku mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang terbit tahun 2009, berjudul Bukan Sekadar Presiden—Daya Gugah SBY sebagai Seorang Pemimpin. Dalam buku ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan SBY adalah lembaga dan sosok yang dipuja Anas.

Kita cuplik beberapa kalimat dalam buku itu. Menurut Anas, SBY tidak merasa gentar sedikit pun oleh tuduhan orang yang menganggap pemerintahnya hanya tebar pesona. Ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Apalagi, lanjut Anas, ketika ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan KPK itu hanyalah tebang pilih semata.

”Kadang saya tidak habis pikir, apa dasar mereka menuduh KPK semacam itu? Apakah karena yang terjerat adalah teman mereka? Apakah yang ditangkap adalah mereka yang dianggap suci? Atau karena mungkin hanya ketakutan mereka?” 

Begitu tulis Anas di tahun 1999.

Maling

Masih lanjut apa yang dikatakan Anas. Fakta menunjukkan, yang terjerat KPK bukan hanya bekas pejabat. Mereka yang berkuasa pun bisa diproses secara hukum jika benar korupsi. Mereka yang diadili bukan hanya dari partai tertentu. Semua petinggi partai mana pun jika bersalah akan diganjar. Mereka yang tertangkap KPK bukan hanya departemen tertentu, institusi apa pun tak akan aman bagi persembunyian maling negara.

Mereka yang diadili tidak hanya orang-orang di luar kubu SBY, tetapi juga orang terdekatnya.

Soal penegakan keadilan, kata Anas, SBY telah menunjukkan kepada rakyat bahwa ia layak diacungi jempol. SBY mengatakan, begitu tulis Anas, ”Kalau kita ingin bersih, mari bikin bersih diri kita sendiri, dan di atas segalanya, marilah kita membangun good governance. Pembersihan ini adalah long term process dan harus dilakukan”.

Tentang korupsi ini, salah satu staf khusus presiden, Heru Lelono, dalam bukunya tahun 2008, Polytikus, Harus Dibasmi, (dengan huruf ”y”), antara lain mengatakan, 

”Saya bisa bayangkan, penyakit korupsi itu, sebelum berjangkit, ternyata sudah menular.”

”Koruptor sebelum menyerang atau melakukan perbuatannya pasti sudah merencanakannya, pasti sudah menularkan rencananya kepada orang lain, yang akan menjadi koruptor pula,” kata Heru di dalam artikel di bawah subjudul ”Penyakit Menular Itu Namanya Korupsi”

Selamat membaca dengan senyum merenung, tanpa harus marah dan jengkel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar