Koruptor dalam Komik
Agus Dermawan T ; Penulis Buku-buku Seni, Sosial,
dan Budaya
|
KOMPAS,
26 Januari 2014
Sejarah membuktikan bahwa komik
hadir sebagai seni paling efektif untuk mendekatkan cerita kehidupan kepada
masyarakat luas. Bahkan, lantaran acap tersimpan sebagai sesuatu yang
kolektibel, komik sanggup hadir sebagai pengabadi kisah. Lewat komik,
berbagai cerita peristiwa direkam, disimpan, untuk kemudian sekali waktu dilongok
dan ”diputar” kembali dalam penglihatan.
Hal itulah yang dirasakan oleh Kho
Wan Gie, seorang komikus Tionghoa masa silam. Pada 1930-an seniman ini
mengatakan bahwa kehidupan orang-orang Tionghoa tak cukup hanya dicatat dalam
berbagai berita, risalah atau buku ilmiah. ”Ulah orang-orang Tionghoa menarik apabila disosialisasikan lewat
komik,” katanya. Lalu pada 1931, ia pun membuat serial komik Put On di
koran Sinpo. Daya tarik Put On adalah karena komik ini mendokumentasi
tingkah-ulah sosial banyak tokoh. Seperti Ibundanya, dua adiknya, Si Tong dan
Si Peng. Dortji, pacarnya. Serta A Liuk dan On Tek yang jadi sahabatnya.
Put On menyentuh hati karena
nasibnya yang selalu tertimpa kemalangan kecil-kecil. Swee-siao, orang
Tionghoa bilang. Namun lebih dari itu, Put On dikenal sebagai figur yang suka
menolong, punya empati tinggi, bergaul dengan semua suku, dan cinta kepada
Indonesia. Itu sebabnya Put On beraksi terus sampai hampir 30 tahun kemudian.
Ketika Indonesia akan merebut Irian Barat, Put On yang tak pernah tua itu
menyatakan ingin jadi sukarelawan!
Apa yang dipikirkan Kho Wan Gie
sungguhlah tepat. Sampai sekarang komik Put On, dan tingkah laku Koh Put On
beserta kerabatnya, tetap jadi referensi representatif ketika orang ingin
melihat kehidupan Tionghoa masa lalu.
Jutaan eksemplar
Bahwa komik merupakan media sangat
efektif untuk menyebarkan dan sekaligus mengabadikan hal ihwal, pakar
kebudayaan massa berbagai negara telah mengakuinya. Di Eropa dan Amerika,
komik menjadi ikon besar. Ingat peran Marvel dan DC Comics yang menginspirasi
sinema untuk terus menghidupkan kepahlawanan Superman, Spiderman, dan
lain-lain. Di Meksiko setiap bulan beredar jutaan komik-gambar dan komik-foto
(fotonovelas). Komik itu tak henti
meninggikan kebudayaan Meksiko, sambil terus mengkritisi perilaku banal dalam
kehidupan sosial.
Beberapa tahun setelah Perang
Dunia II, Jepang memproduksi komik (manga) sebagai sarana untuk meluruskan
jalan hidup, dengan muara pengajaran antiperang dan kehidupan egaliter.
Selain sebagian diterbitkan semata sebagai hiburan. Menurut pengamat budaya,
Takahashi Mizuki, dalam setahun rata-rata lebih dari 2 miliar komik dicetak
di Jepang. Ini mengiringi majalah komik Shonen Jump, yang secara berkala
beredar sekitar 4 juta eksemplar sejak 1980-an. Penerbit Edizioni Master,
Italia, baru-baru ini meluncurkan komik tentang Paus Fransiskus, pemimpin
umat Katolik sedunia, penerima anugerah Man
of the Year 2013 majalah Time. Tujuan pengomikan adalah agar spirit
kesetaraan dan sifat reformis Paus tersosialisasi kepada semua lapisan segala
usia.
Sementara itu Indonesia harus
berterima kasih kepada Herge, pencipta komik The Adventure of Tintin, yang telah mengabadikan menara
penerbangan Bandara Kemayoran, Jakarta, dalam kisah ”Flight 714 to Sydney, 1968”. Tanpa pengabadian itu, menara
tersebut mungkin sudah dilupakan, untuk kemudian dibikin rata tanah, dan
digantikan mal.
Peran gemilang komik juga
dirasakan sebagian besar orang Indonesia generasi 1960-an, yang
mengenal Mahabharata dan Ramayana melalui komik gubahan RA
Kosasih. Di masa sekarang, bagai tampak dalam Pekan Produk Kreatif Indonesia
ujung November 2013 lalu, komik Indonesia semakin punya peluang untuk
menawarkan peran. Apalagi kini komik juga dihidupkan dalam
bentuk i-comic, yang bisa diakses secara online. Menurut catatan Divisi Gaming & Content Indosat, i-comic yang
memublikasikan komik Indonesia dalam waktu singkat mendatangkan hampir
seratus ribu pengakses.
Komik para koruptor
Belajar dari keabadian Put On dan
menyadari magnet komik serta dahsyatnya sosialisasi komik, rasanya cocok
apabila dunia korupsi di Indonesia ramai-ramai dibikin komik. Setiap episode
korupsi dikemas dalam satu judul. Dan, setiap komik akan menghadirkan sederet
pelaku yang tergambar sesuai dengan aslinya, dengan tokoh sentral si pecundang.
Tentu pecundang yang sudah dibekuk dengan kekuatan hukum tetap. Jalan cerita
pastilah tidak usah dikarang lagi, karena gelora cerita, setting-nya,
trik penggarongannya, lika-liku tipu muslihatnya, pat-gulipatnya, berbagai
omong kosongnya, dan kehebohan penangkapannya tinggal mengisah-ulang
kejadian.
Sudah ada puluhan kisah seru
korupsi yang skenarionya siap digarap, dan gambarnya siap diolah. Karena
korupsi memang telah jadi cerita masif tragedi-komedi di Indonesia Raya. Dari
yang duitnya ”kecil” namun ujungnya memilukan, sampai yang uangnya mahabesar,
tetapi muaranya menggelikan. Kemudian muncullah judul-judul ini: Petualangan
Nazar di Rimba Harta; Tangisan Angel Ina; Suap-suapan di Meja Hijau; Misteri
Bunda Puteri; Dongeng Fathanah tentang Daging; Siasat Dewan Bandit Rakyat;
Menangkap Buto (C)Akil; dan sebagainya.
Tak sedikit yang berkeyakinan
bahwa sumber cerita ihwal korupsi di negeri ini masih mengalir deras dalam
tempo cukup lama. Karena korupsi di Indonesia sudah merajalela di mana-mana
dalam berbagai modus. Dan cerita semakin ”berbobot” ketika berhubungan dengan
politik. Tak bisa dipungkiri, ini adalah aset besar bagi penerbit, penyusun
cerita, serta pembuat gambarnya.
Kita bisa melabeli komik ini
sebagai ”Komik Sejarah”. Menarik apabila komik ini diterbitkan oleh KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi), bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan serta Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif. Dan, komik ini
didistribusikan secara luas, bahkan jadi bacaan ”hiburan” di sekolah-sekolah,
dalam bentuk cetak atau online. Dengan pengabadian koruptor dalam komik,
mungkin calon koruptor akan berpikir balik untuk jadi orang baik-baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar