Korupsi
sebagai Musuh Bersama
Muhammadun ;
Analis Studi Politik pada Program Pascasarjana UIN
Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 03 Januari 2014
Salah satu catatan penting tahun
baru 2014 adalah masih suramnya kasus korupsi di negeri tercinta ini.
Sepanjang 2013, kasus korupsi kaum elite justru makin tampak nyata. Para
petinggi partai terseret korupsi, tidak sedikit juga kepala daerah yang
mendekam di bui.
Masyarakat masih berada di pinggiran
dalam pemberantasan korupsi sehingga korupsi terus tumbuh subur mulai dari
bawah sampai ke atas. Padahal, pemberantasan korupsi bukan saja dimulai dari
“kepala”, tetapi juga dari bagian yang lain. Semuanya berpotensi melakukan
korupsi dengan seenaknya.
Momentum tahun baru ini sangat
penting untuk mengembalikan semangat pemberantasan korupsi. Negara selama ini
terpuruk akibat dilanda kejahatan para koruptor yang sedemikian rupa.
Terlebih di ihwal PNS muda yang banyak terindikasi mempraktikkan korupsi.
Jangan sampai negeri tercinta
Indonesia, yang dulunya dianggap sebagai bangsa yang ramah, santun, dan
bersahaja dalam percaturan dunia, ternyata ramahnya hanya untuk mengelabui
saudaranya sendiri dengan berkorupsi tanpa mengenal hati nurani.
Karena begitu luar biasa dampaknya
terhadap masa depan bangsa, sampai-sampai Kwik Kian Gie (2005) pernah
bertutur dengan nada yang sangat menggigit, "Aku bermimpi menjadi koruptor". Kritik Kwik Kian Gie
tersebut bukanlah mimpi, melainkan telah
menjadi realitas yang menggelut dalam dunia kebangsaan kita. Memang, kalau
kita mencermati secara jeli, korupsi di negara ini telah menjadi budaya yang
sulit dihilangkan.
Birokrasi pemerintah, mulai dari
pusat sampai daerah bahkan sampai para ke pelosok desa, korupsi seakan menjadi
keniscayaan. Semua sitem administrasi kepemerintahan sudah tidak bisa lagi
dilepaskan dalam kungkungan budaya korupsi. Istilah-istilah tanda terima
kasih, tali kasih, uang pelicin, dan uang lelah selalu diucapkan untuk
memperhalus budaya korupsi. Pelayanan aparat negara
kepada masyarakat selalu memunculkan praktik-praktik tersebut. Jadi, dalam
benak masyarakat kita sekarang, praktik-praktik uang lelah dan lain
sebagainya sudah menjadi budaya. Kemudian muncul perasaan tidak enak dan
keharusan melakukan
penyuapan dan penyogokan,
sekalipun itu merupakan penyelewengan.
Padahal kalau kita terus terang,
pelayanan aparat negara kepada masyarakat merupakan keniscayaan sebagai
tanggung jawabnya kepada bangsa dan negara. Para birokrat sebetulnya adalah
pelayanan masyarakat yang setiap saat harus siap melayani semua kebutuhan
masyarakat.
Ini karena birokrat dan pejabat
negara adalah pengabdian kepada rakyat, bukan pemerasan kepadanya. Dalam
konteks demikian, antara aparat pemerintahan dan rakyat telah terjadi kekuatan
budaya yang akan semakin mematikan masa depan bangsa.
Masa Depan Suram
Setelah mereka yang bermental
korup materialistis menduduki kursi birokrasi, siklus korupsi akan selalu
menghinggapi masa depan bangsa. Bahkan, menurut Aa Gym (2003), masa depan bangsa
ini akan semakin suram, manakala siklus korupsi yang dilakukan para kurikulum
kalangan terdidik semakin subur.
Ini karena dampak perilaku korup
masyarakat terdidik jauh lebih membunuh masa depan bangsa dari pada kaum
tidak terdidik. Oleh karena itu, sangat berbahaya menyerahkan pengelolaan
bangsa ini kepada kalangan terdidik yang tidak bermoral.
Untuk menyongsong masa depan
bangsa, pemberantasan korupsi yang dulu “diproklamasikan” Presiden SBY
merupakan momentum sangat efektif untuk merajut kembali semua elemen bangsa
dalam menatap masa depan bangsa.
Sudah saatnya para pejabat publik,
baik eksekutif maupun legislatif, baik yang ada di Jakarta maupun di
daerah-daerah, menabuh kembali genderang melarang korupsi.
Sudah saatnya para elite bangsa
ini untuk kembali memperkuat pemerintahan dalam memberantas korupsi. Ini
karena pemerintahan yang kuat, bersih, dan berwibawa akan sangat memengaruhi
jalannya roda pemerintahan dalam membangun masa depan bangsa.
Agenda-agenda besar bangsa yang telah direkomendasikan bersama harus segera
diselesaikan SBY. Jangan sampai kekuasaan yang dimiliki pemimpin bangsa kita
hanya digunakan untuk kongkalikong yang akhirnya hanya menyengsarakan
generasi bangsa di masa depan. Mari segenap bangsa ini bersama-sama memberantas korupsi untuk
mewariskan generasi mendatang dengan kemajuan dan kedamaian, bukan kebobrokan
dan kehancuran.
Teologi Antikorupsi
Di tengah jeratan korupsi yang
demikian, Abdul Munir Mulkhan menggagas adanya teologi antikorupsi. Munir
seolah menegaskan korupsi sebagai kemungkaran sosial. Menempatkan korupsi
sebagai kemungkaran sosial merupakan perangkat baru untuk membuka lembaran
kehidupan bernegara.
Dalam konteks kemungkaran sosial,
korupsi ditempatkan dalam berbagai konteks kehidupan. Pertanggungjawaban
korupsi tidak hanya kepada negara dan masyarakat, tetapi juga kepada aspek
keagamaan dan kemanusiaan.
Penempatan korupsi sebagai dosa
birokrasi pemerintahan hanya akan melanggengkan praktik korupsi karena semua
dimensi hukum yang ada di negeri ini juga terjerat dalam praktik korupsi.
Bahkan, aparat kepolisian yang sangat kompeten dalam hal ini, juga terjerat
praktik yang amat naif ini.
Oleh karena itu, menempatkan
korupsi sebagai kemungkaran sosial akan menjadikan seseorang untuk
bertanggung jawab kepada sang Khaliknya. Tuhan akan menghukum praktik munafik
ini. Kontrol hati nurani dan kemanusiaan hakiki seseorang dalam memberantas
korupsi akan lebih efektif untuk menyadarkan seseorang akan kejahatan yang
dilakukan.
Dalam konteks kemasyarakatan,
kontrol nurani sebagai kemungkaran sosial, kejahatan korupsi akan lebih
diterima masyarakat dari pada hanya dengan keputusan hukum yang ada.
Pembebasan seseorang dari kejahatan korupsi akan
lebih mendapatkan perhatian
masyarakat sebagai orang bersih manakala mampu membawa kontrol nuraninya
kepada masyarakat. Ini karena kontrol nurani selalu membawa seseorang pada
dimensi-dimensi kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran.
Untuk itulah, pemberantasan
korupsi sangat penting untuk dijadikan refleksi bersama warga bangsa ini.
Korupsi bukanlah kejahatan pribadi, tetapi kejahatan dan kemungkaran sosial
yang akan membungkam masa depan generasi kita. Oleh karena itu, tinggalkan
korupsi! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar