Jumat, 10 Januari 2014

Korupsi sebagai Musuh Bersama

                              Korupsi sebagai Musuh Bersama

Muhammadun  ;   Analis Studi Politik pada Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
SINAR HARAPAN,  03 Januari 2014
                                                                                                                        


Salah satu catatan penting tahun baru 2014 adalah masih suramnya kasus korupsi di negeri tercinta ini. Sepanjang 2013, kasus korupsi kaum elite justru makin tampak nyata. Para petinggi partai terseret korupsi, tidak sedikit juga kepala daerah yang mendekam di bui.

Masyarakat masih berada di pinggiran dalam pemberantasan korupsi sehingga korupsi terus tumbuh subur mulai dari bawah sampai ke atas. Padahal, pemberantasan korupsi bukan saja dimulai dari “kepala”, tetapi juga dari bagian yang lain. Semuanya berpotensi melakukan korupsi dengan seenaknya.
Momentum tahun baru ini sangat penting untuk mengembalikan semangat pemberantasan korupsi. Negara selama ini terpuruk akibat dilanda kejahatan para koruptor yang sedemikian rupa. Terlebih di ihwal PNS muda yang banyak terindikasi mempraktikkan korupsi.

Jangan sampai negeri tercinta Indonesia, yang dulunya dianggap sebagai bangsa yang ramah, santun, dan bersahaja dalam percaturan dunia, ternyata ramahnya hanya untuk mengelabui saudaranya sendiri dengan berkorupsi tanpa mengenal hati nurani.

Karena begitu luar biasa dampaknya terhadap masa depan bangsa, sampai-sampai Kwik Kian Gie (2005) pernah bertutur dengan nada yang sangat menggigit, "Aku bermimpi menjadi koruptor". Kritik Kwik Kian Gie tersebut bukanlah mimpi, melainkan telah menjadi realitas yang menggelut dalam dunia kebangsaan kita. Memang, kalau kita mencermati secara jeli, korupsi di negara ini telah menjadi budaya yang sulit dihilangkan.

Birokrasi pemerintah, mulai dari pusat sampai daerah bahkan sampai para ke pelosok desa, korupsi seakan menjadi keniscayaan. Semua sitem administrasi kepemerintahan sudah tidak bisa lagi dilepaskan dalam kungkungan budaya korupsi. Istilah-istilah tanda terima kasih, tali kasih, uang pelicin, dan uang lelah selalu diucapkan untuk memperhalus budaya korupsi. Pelayanan aparat negara kepada masyarakat selalu memunculkan praktik-praktik tersebut. Jadi, dalam benak masyarakat kita sekarang, praktik-praktik uang lelah dan lain sebagainya sudah menjadi budaya. Kemudian muncul perasaan tidak enak dan keharusan melakukan
penyuapan dan penyogokan, sekalipun itu merupakan penyelewengan.

Padahal kalau kita terus terang, pelayanan aparat negara kepada masyarakat merupakan keniscayaan sebagai tanggung jawabnya kepada bangsa dan negara. Para birokrat sebetulnya adalah pelayanan masyarakat yang setiap saat harus siap melayani semua kebutuhan masyarakat.

Ini karena birokrat dan pejabat negara adalah pengabdian kepada rakyat, bukan pemerasan kepadanya. Dalam konteks demikian, antara aparat pemerintahan dan rakyat telah terjadi kekuatan budaya yang akan semakin mematikan masa depan bangsa.

Masa Depan Suram

Setelah mereka yang bermental korup materialistis menduduki kursi birokrasi, siklus korupsi akan selalu menghinggapi masa depan bangsa. Bahkan, menurut Aa Gym (2003), masa depan bangsa ini akan semakin suram, manakala siklus korupsi yang dilakukan para kurikulum kalangan terdidik semakin subur.

Ini karena dampak perilaku korup masyarakat terdidik jauh lebih membunuh masa depan bangsa dari pada kaum tidak terdidik. Oleh karena itu, sangat berbahaya menyerahkan pengelolaan bangsa ini kepada kalangan terdidik yang tidak bermoral.
Untuk menyongsong masa depan bangsa, pemberantasan korupsi yang dulu “diproklamasikan” Presiden SBY merupakan momentum sangat efektif untuk merajut kembali semua elemen bangsa dalam menatap masa depan bangsa.

Sudah saatnya para pejabat publik, baik eksekutif maupun legislatif, baik yang ada di Jakarta maupun di daerah-daerah, menabuh kembali genderang melarang korupsi.
Sudah saatnya para elite bangsa ini untuk kembali memperkuat pemerintahan dalam memberantas korupsi. Ini karena pemerintahan yang kuat, bersih, dan berwibawa akan sangat memengaruhi jalannya roda pemerintahan dalam membangun masa depan bangsa. Agenda-agenda besar bangsa yang telah direkomendasikan bersama harus segera diselesaikan SBY. Jangan sampai kekuasaan yang dimiliki pemimpin bangsa kita hanya digunakan untuk kongkalikong yang akhirnya hanya menyengsarakan generasi bangsa di masa depan. Mari segenap bangsa ini bersama-sama memberantas korupsi untuk mewariskan generasi mendatang dengan kemajuan dan kedamaian, bukan kebobrokan dan kehancuran.

Teologi Antikorupsi

Di tengah jeratan korupsi yang demikian, Abdul Munir Mulkhan menggagas adanya teologi antikorupsi. Munir seolah menegaskan korupsi sebagai kemungkaran sosial. Menempatkan korupsi sebagai kemungkaran sosial merupakan perangkat baru untuk membuka lembaran kehidupan bernegara.

Dalam konteks kemungkaran sosial, korupsi ditempatkan dalam berbagai konteks kehidupan. Pertanggungjawaban korupsi tidak hanya kepada negara dan masyarakat, tetapi juga kepada aspek keagamaan dan kemanusiaan.

Penempatan korupsi sebagai dosa birokrasi pemerintahan hanya akan melanggengkan praktik korupsi karena semua dimensi hukum yang ada di negeri ini juga terjerat dalam praktik korupsi. Bahkan, aparat kepolisian yang sangat kompeten dalam hal ini, juga terjerat praktik yang amat naif ini.

Oleh karena itu, menempatkan korupsi sebagai kemungkaran sosial akan menjadikan seseorang untuk bertanggung jawab kepada sang Khaliknya. Tuhan akan menghukum praktik munafik ini. Kontrol hati nurani dan kemanusiaan hakiki seseorang dalam memberantas korupsi akan lebih efektif untuk menyadarkan seseorang akan kejahatan yang dilakukan.

Dalam konteks kemasyarakatan, kontrol nurani sebagai kemungkaran sosial, kejahatan korupsi akan lebih diterima masyarakat dari pada hanya dengan keputusan hukum yang ada. Pembebasan seseorang dari kejahatan korupsi akan
lebih mendapatkan perhatian masyarakat sebagai orang bersih manakala mampu membawa kontrol nuraninya kepada masyarakat. Ini karena kontrol nurani selalu membawa seseorang pada dimensi-dimensi kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran.

Untuk itulah, pemberantasan korupsi sangat penting untuk dijadikan refleksi bersama warga bangsa ini. Korupsi bukanlah kejahatan pribadi, tetapi kejahatan dan kemungkaran sosial yang akan membungkam masa depan generasi kita. Oleh karena itu, tinggalkan korupsi!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar