SURVEI KOMPAS (3)
Konvensi Belum
Mendongkrak Demokrat
Bambang Setiawan ;
Litbang Kompas
|
KOMPAS,
10 Januari 2014
PARTAI Demokrat, sementara ini,
tak lagi menjadi partai yang populer untuk dipilih seperti pada Pemilu 2009.
Konvensi pun belum mampu menahan laju kemerosotan. Mengapa?
Suara Partai Demokrat diperkirakan
turun cukup jauh dibandingkan dengan pada Pemilu 2009. Pada pemilu sebelumnya
itu, Demokrat tercatat sebagai partai fenomenal. Suaranya terus melesat, dari
partai papan menengah yang meraih 7,45 persen pada Pemilu 2004 kemudian
menduduki posisi puncak perolehan suara dengan 20,85 persen dukungan pada
Pemilu 2009.
Kepercayaan masyarakat yang sangat
tinggi terhadap ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi kunci
kesuksesan partai penguasa itu meraih dukungan luas dalam pemilu.
Akan tetapi, empat bulan menjelang
Pemilu 2014, Partai Demokrat diprediksi menjadi sebuah partai yang mengalami
kemerosotan tajam. Hasil survei Litbang Kompas, yang dilaksanakan enam
bulan sekali, menunjukkan, Demokrat tak akan bertahan sebagai partai papan
atas. Angka psikologis di atas 10 persen tampaknya makin jauh dari harapan.
Hasil survei terkini menunjukkan,
Demokrat hanya meraih 7,2 persen suara, menyamai posisi awal kiprah partai
ini, kembali ke pusaran partai papan menengah. Tren suaranya pun cenderung
turun. Survei setahun sebelumnya tercatat 11,1 persen dan enam bulan lalu
menjadi 10,1 persen. Tren ini, jika konsisten terus turun, akan melesakkan
posisi partai ini makin jauh ke bawah pada saat pemilu nanti.
Gonjang-ganjing partai, setelah
sejumlah kadernya terjerat kasus korupsi dan ditangani Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), berpengaruh besar terhadap penurunan suara Demokrat. Bahkan,
sekarang Demokrat menjadi partai yang paling tidak diinginkan untuk menang.
Suara yang tidak menginginkan Demokrat menang sekarang 17 persen. Sementara
yang menginginkan Demokrat menang hanya separuhnya, sekitar 8 persen.
Resistansi juga tak beranjak turun
dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, bahkan menunjukkan gejala
menguat. Pada survei setahun lalu masih 12,2 persen, lalu menjadi 16,1 persen
pada enam bulan lalu. Derajat penolakan yang membesar tampaknya telah
menjepit partai ini dari segala upaya, termasuk usaha perbaikan lewat
konvensi calon presiden.
Konvensi partai
Konvensi Partai Demokrat, yang
mulai memperkenalkan 11 kandidat sejak September lalu, belum memiliki daya
tarik yang signifikan untuk menopang kemerosotan suara. Cara yang mirip
dilakukan Partai Golkar pada Pemilu 2004 itu tak membuat Demokrat mampu
membangkitkan harapan baru.
Ada sejumlah hal yang membuat
konvensi partai berlambang segitiga berlian tersebut tidak mampu menggerus
resistansi masyarakat. Hal pertama adalah popularitas yang rendah dari
tokoh-tokoh yang diikutkan dalam konvensi.
Dari 11 nama kandidat, hanya
Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan yang cukup dikenal publik, itu
pun tidak terlalu menonjol. Hanya 59,1 persen masyarakat yang mengenalnya.
Adapun tingkat pengenalan
calon-calon lain berada di bawah 50 persen, malahan ada yang hanya 12,8
persen. Dengan tingkat pengenalan yang rata-rata rendah, sulit membuat
konvensi Partai Demokrat menarik perhatian untuk ditonton sebagai pergelaran
demokrasi.
Hal kedua adalah kualitas
kepemimpinan peserta konvensi yang dinilai belum mencukupi untuk menjadi
calon presiden. Bahkan, pada mereka yang mengenalnya, kualitas tokoh-tokoh
yang disajikan hanya dinilai mendekati rata-rata, yakni skor 5,5. Tertinggi
adalah Dahlan Iskan dengan rata-rata skor 6,39.
Penilaian yang cukup rendah
terhadap kualitas kepemimpinan mereka membuat konvensi kurang gereget.
Terlebih, di luar peserta konvensi beredar sejumlah nama yang ketokohannya
dinilai lebih berkualitas oleh publik, dan menarik minat untuk diikuti
perkembangannya.
Sulit bagi mereka untuk mengejar
popularitas nama-nama seperti Joko Widodo (Jokowi), Prabowo Subianto, Jusuf
Kalla, dan Megawati Soekarnoputri.
Apakah tahap debat kandidat
antar-peserta konvensi yang mulai dilaksanakan awal Januari ini akan
berpengaruh terhadap kekuatan Partai Demokrat pada hari-hari ke depan, sangat
tergantung dari situasi politik secara keseluruhan.
Namun, menilik karakteristik
pemilih Demokrat yang saat ini tersisa, kecil kemungkinan akan melahirkan
sebuah gerakan moral untuk kembali mendukung partai ini.
Partai Demokrat sudah ditinggalkan
pemilih yang progresif. Berdasarkan hasil analisis psikografis pemilih, yang
tersisa pada simpatisan Demokrat lebih didominasi oleh pemilih dengan
karakter konservatif (66,7 persen).
Mereka cenderung
menginginkan status quo, atau mempertahankan nilai-nilai, keadaan, dan
kondisi yang sudah ada, daripada menerima perubahan. Mereka tak tertarik
kepada partai baru dan memilih pemimpin yang sudah pernah menjabat.
Yang cukup fatal dari karakter
mereka adalah tidak menyukai pemimpin yang menawarkan ide baru. Meskipun
memilih Demokrat, mereka belum tentu setia mengikuti acara konvensi yang
mempertontonkan ide-ide baru.
Demokrat saat ini juga didukung
kalangan yang memiliki kepentingan yang lebih pragmatis daripada idealis.
Sebanyak 69,3 persen dari pemilih Demokrat mendukung partai ini karena
didasarkan pada perhitungan untung-rugi. Janji atau pemberian yang langsung
bermanfaat bagi kepentingan mereka menjadi daya tarik utama.
Kurang loyal
Idealisme yang coba dibangun
sebagai partai yang demokratis tampaknya kini menemui jalan terjal. Partai
Demokrat kurang dipandang sebagai sebuah entitas organ politik, tempat orang
menggapai cita-cita berbangsa, tetapi sebagai kelompok yang dapat memberi
manfaat seketika.
Mereka memilih partai ini lebih
karena hubungan dengan calon daripada keterikatan ideologis kepada lembaga,
sebagaimana dinyatakan 84,2 persen responden pemilih Demokrat.
Sikap kurang loyal juga
ditunjukkan 62,7 persen pemilih partai tersebut. Mereka cenderung tidak akan
mengajak orang lain untuk memilih partai pilihan mereka dan tidak melakukan
pembelaan ketika partainya dipermalukan.
Dalam ranah kepribadian pemilih
yang demikian, masyarakat luas juga sekarang makin ragu, apakah Partai
Demokrat lebih cenderung sebagai partai yang demokratis ataukah
paternalistis. Pendapat ini terbelah sama kuatnya.
Lewat konvensi seharusnya Demokrat
menyajikan pertunjukan demokrasi. Namun, kuatnya pengaruh lembaga dewan
pembina membuat partai ini diragukan akan menghasilkan sebuah keputusan
demokratis.
Bergerak dalam ruang
paternalistis, jangan sampai konvensi sekadar menjadi tarian demokrasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar