Kebangsaan
Harus Diperjuangkan
Sayidiman Suryohadiprojo ; Mantan Gubernur Lemhannas
|
KOMPAS,
02 Januari 2014
TERBUKTI globalisasi dan segala
macam internasionalisme tidak dapat meniadakan eksistensi bangsa dalam
kehidupan umat manusia.
Sebab itu, bangsa
Indonesia yang lahir dalam Sumpah Pemuda 1928 dan dinyatakan kemerdekaan dan
kedaulatannya pada 17 Agustus 1945 harus selalu kita bina eksistensinya
melalui perjuangan kebangsaan yang penuh semangat. Kebangsaan Indonesia tidak
dapat lepas dari Dasar Negara Pancasila yang juga jati diri bangsa.
Menurut
Bung Karno yang menggali Pancasila dari akar kehidupan bangsa, kebangsaan
Indonesia harus hidup dan berkembang dalam taman sari internasionalisme. Itu
berarti, kebangsaan Indonesia selalu mengusahakan harmoni dengan
bangsa-bangsa lain untuk mewujudkan umat manusia yang aman damai dan
sejahtera lahir batin. Kebangsaan Indonesia bukan hendak mendominasi
bangsa lain seperti dilakukan, terutama, bangsa-bangsa Barat hingga kini.
Namun untuk mewujudkan
harmoni dengan bangsa lain, bangsa Indonesia harus kuat, maju, dan
sejahtera. Bangsa yang lemah, miskin, dan tertinggal akan merangsang
bangsa lain menguasainya dan menjajahnya, sebagaimana kita alami di masa
lalu. Bangsa Indonesia maju, kuat, dan sejahtera lahir batin dapat terwujud
jika bangsa Indonesia sadar akan karunia Allah yang telah diterima
berlimpah. Sumber daya alam yang aneka ragam dan tinggi nilainya,
negara kepulauan antara dua benua dan samudra dengan kelautan luas
penuh kekayaan di dalamnya serta daratan yang subur, dan SDM yang berpotensi
tinggi serta besar jumlahnya. Karunia Allah ini bukan main pentingnya untuk
menjadikan bangsa Indonesia maju, kuat, dan sejahtera. Hingga kini, ini
justru lebih dimanfaatkan bangsa lain yang jadi kaya karenanya, sedangkan
kita tetap miskin, lemah, dan tertinggal.
Untuk dapat
memanfaatkan karunia Allah itu dengan sebaik-baiknya, bangsa Indonesia harus
menumbuhkan kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin
maju. Ada sementara orang berpendapat untuk dapat menguasai iptek, bangsa
kita harus bersikap dan berpikir seperti manusia Barat. Namun, itu berarti
meninggalkan jati diri bangsa.
Memang dunia Barat
yang telah mengembangkan iptek itu sejak mereka melakukan Renaisans.
Renaisans memberikan tempat penting bagi pikiran. Hal itu
memungkinkan mereka mengembangkan iptek secara dinamis dan menghasilkan
kemampuan produksi makin maju dalam segala aspek kehidupan. Tercipta berbagai
barang kebutuhan hidup, seperti benda, alat serta senjata yang makin
membuat masyarakat Barat sejahtera dan kuat. Akan tetapi, Renaisans juga
mengutamakan tempat dan peran individu dengan kebebasan penuh untuk
mencapai apa saja yang dikehendaki, termasuk menjalankan dominasi atas
manusia lain serta menjajah bangsa lain. Individualisme dan liberalisme
sebagai sikap hidup Barat tidak mengenal harmoni antara individu dan
masyarakat.
Nafsu berkuasa
Kebersamaan hanya
dianggap perlu kalau ada manfaatnya bagi kepentingan individu. Sikap itu
serta alat dan senjata makin maju menjadikan bangsa Barat mendominasi dan
menjajah bangsa-bangsa lain di dunia. Namun, ketika bangsa lain sudah
didominasi semua, sedangkan nafsu berkuasa dan sikap agresif makin menguasai
mentalitas Barat, bangsa Barat terpaksa mencari sasarannya di sesama bangsa
Barat. Maka berkobar Perang Dunia I di antara mereka yang mengakibatkan
kematian dan kehancuran besar terhadap Barat sendiri. Setelah perang selesai
para pemimpin Barat mau mencegah berulangnya perang, tetapi nafsu berkuasa
tak dapat dikendalikan dan hanya 20 tahun setelah Perang Dunia I berakhir,
pecah Perang Dunia II. Kematian dan kehancuran lebih besar dan banyak
karena teknologi militer makin berkembang dan puncaknya senjata nuklir berupa
bom atom.
Sudah sejak awal abad
XX sebetulnya ada pemimpin-pemimpin di Barat yang mengatakan bahwa
sikap hidup masyarakatnya akan menghancurkan dirinya sendiri. Dengan
kenyataan itu kita simpulkan, masa depan yang maju dan sejahtera bagi seluruh
rakyat Indonesia tak mungkin dicapai dengan bersikap Barat. Mungkin
segolongan kecil bangsa akan maju dan kaya, tetapi mayoritas rakyat Indonesia
akan tetap miskin dan tertinggal. Dan, itulah gambar masyarakat Indonesia
kini yang gandrung liberalisme dan mengabaikan Pancasila sebagai jati
dirinya.
Padahal, penguasaan
iptek tak hanya bisa dicapai dengan bersikap Barat. Bangsa Jepang telah
membuktikan itu ketika melakukan Restorasi Meiji untuk menolak usaha Barat
menguasai Jepang. Yang dilakukan Jepang ialah mengembangkan kemampuan
berpikir bangsanya untuk ”merebut” kemampuan iptek yang dikuasai Barat. Juga
membangun kemampuan produksi di segala bidang untuk menjadikan bangsa Jepang
makin mampu menyamai kesejahteraan dan kekuatan Barat. Ini dilakukan tanpa meninggalkan
jiwa dan semangat Jepang hidup dengan dasar harmoni antara manusia Jepang dan
masyarakatnya. Solidaritas kelompok tetap kuat dan membuat Jepang maju dan
sejahtera sampai ia membuat kelalaian, mengikuti Barat melakukan penguasaan
dan penjajahan bangsa lain.
Maka, bangsa Indonesia
pun dengan dasar Pancasila dapat menguasai iptek dan membangun kemampuan
produksi dan jasa di segala aspek kehidupan. Untuk itu, harus diberikan
tempat penting kepada pikiran untuk menguasai iptek yang makin berkembang maju.
Bersamaan dengan itu, kepemimpinan nasional mengajak seluruh bangsa
untuk menguatkan niat, tekad, dan semangat untuk makin mampu memanfaatkan
karunia Allah kepada Indonesia. Dan menyadarkan seluruh bangsa, terutama kaum
elite, pentingnya Pancasila dan Kebangsaan. Hal itu akan menimbulkan
perkembangan dinamis bangsa Indonesia untuk jadi maju, sejahtera, dan kuat.
Sasaran pertama
perjuangan itu menciptakan kesejahteraan yang tinggi bagi penduduk Indonesia
yang 250 juta dan masih bertambah banyak. Bukan hanya kekayaan tinggi
bagi 10 persen penduduknya sedangkan yang 90 persen miskin, melainkan juga
kesejahteraan yang adil merata bagi seluruh bangsa sesuai dasar Pancasila.
Hal itu menjadi landasan kuat untuk membangun kemajuan di seluruh aspek
kehidupan sehingga tercipta peradaban Indonesia berdasar Pancasila.
Dengan begitu terwujud
ketahanan nasional, yaitu kondisi dinamis bangsa Indonesia berupa keuletan
dan ketangguhan yang memungkinkan bangsa menjamin survival-nya
menghadapi segala macam ancaman, tantangan dan gangguan, serta mewujudkan
tujuan nasionalnya. Indonesia akan makin mampu menjadi
kontributor yang kuat bagi perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia.
Lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” akan menjadi kenyataan! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar