Fenomena
Politik Gadis Cantik
Gunawan Witjaksana ; Dosen dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
(Stikom)
Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 09 Januari 2014
“Kinerja dan prestasi Jokowi memunculkan efek kultivasi yang
makin menaikkan pamor dan citra PDIP”
SETELAH Ibu Negara Ani
Yudhoyono sebagai tokoh Partai Demokrat dalam sebuah acara memuji prestasi
Megawati saat menjabat Presiden ke-5 Republik Indonesia, selanjutnya giliran
Prabowo Subianto dan Surya Paloh. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra dan
Ketua Umum Partai Nasdem tersebut mendekati Megawati (SM, 28/11/13). Padahal
Mega menyatakan capres dari PDIP akan ditentukan lewat rakernas. Namun, dalam
kenyataan Mega tetap jadi penentu.
Hasil survei berbagai lembaga
makin menempatkan Jokowi, kader PDIP, pada posisi paling atas. Bahkan
dukungan sukarelawan terhadap pencapresan Jokowi seperti dimuat berbagai
media, makin membuat PDIP ibarat gadis cantik yang menjadi incaran
banyak pria. Kemungkinan selanjutnya, makin dekatnya pelaksanaan Pemilu 2014,
berbagai tokoh partai lain akan melakukan hal sama.
Berbagai tanggapan dan
penilaian terhadap apa yang dilakukan tiga tokoh itu pun mencuat ke
permukaan. Pertanyaannya, mengapa mereka melakukan hal itu? Mengapa
pula Megawati dan PDIP seolah-olah gadis cantik yang sangat menarik untuk
didekati?
Bila hal itu kita cermati dari
sisi dampak komunikasi politik yang paling sederhana maka Megawati dan PDIP
berada di luar kekuasaan, dan hal itu membuat keduanya sangat diuntungkan.
Terlebih bila dikaitkan dengan karut-marut kondisi negara kita saat ini yang
antara lain ditandai oleh makin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS.
Selain itu, berbagai kesulitan
dan bencana yang melanda berbagai wilayah, ketidakpuasan buruh, hingga
berbagai kasus yang menerpa eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif, secara
otomatis berpengaruh pada citra penguasa saat ini. Sebaliknya, seperti pada
teori-teori politik klasik maka oposisi, dalam hal ini PDIP, menjadi pihak
yang diuntungkan.
Selain itu, haruslah diakui,
bahwa naiknya pamor PDIP, bukan saja karena posisinya sebagai oposisi,
melainkan juga diuntungkan oleh fenomena spektakuler Joko Widodo, salah satu
kader andalnya. Prestasi Jokowi ketika menjadi Wali Kota Solo yang merupakan
salah satu wali kota terbaik dunia, kegigihan serta kerja kerasnya yang
terliput berbagai media dalam posisi sebagai Gubernur DKI, memunculkan efek
kultivasi yang makin menaikkan pamor sekaligus citranya. Ilmu public
relations pun mengisyaratkan dampak positif pada kemenaikan citra institusi
(partainya).
Dalam berbagai survei tentang
capres oleh berbagai lembaga, bahkan yang paling aktual adalah simulasi
pasangan capres-cawapres, nama Jokowi tetap saja bertengger pada urutan
paling atas. Bahkan secara persentase jauh melebihi calon-calon lainnya.
Dibantah oleh apa pun dan siapa pun, survei yang dilakukan oleh berbagai
lembaga tersebut, sangat naif bila dianggap by design survey.
Sinyal Positif
Sinyal positif terhadap PDIP
melalui fenomena Jokowi, rasanya makin meyakinkan tatkala masyarakat melihat
sinyal-sinyal positif Megawati terhadap Jokowi. Publik bisa mengamati
bagaimana sikap dan perlakuan Megawati kepada Jokowi saat rakernas PDIP
beberapa waktu lalu.
Bukan itu saja, meski dalam
berbagai kesempatan Mega selalu mengatakan PDIP masih berkonsentrasi pada
pileg, sinyal positif Mega kepada Jokowi makin lama tampak makin jelas. Lepas
dari peta perpolitikan dengan komunikasi politik yang makin dinamis, tetap
saja Megawati dengan PDIP saat ini bak gadis cantik yang menjadi idaman
banyak pria. Itulah fenomena politik yang tampak saat ini.
Naiknya pamor PDIP sebenarnya
makin mantap bila saat ini Megawati mau dan berani menetapkan capres dari
partainya. Terlebih bila ia tegas menjagokan Jokowi, entah dipasangkan dengan
siapa pun, tentu dengan kalkulasi politik yang bermuara pada
kepentingan bangsa dan negara.
Bila hal itu dilakukan, bukan
berarti PDIP latah dan ikut-ikutan partai lain, namun dari sisi komunikasi
politik yang persuasif, rakyat saat ini sedang membutuhkan pemimpin yang sepi ing pamrih, rame ing gawe sebagai
consumers insight, dan figur
semacam itu saat ini ada pada diri Jokowi.
Semuanya tentu sangat
bergantung pada keputusan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP, karena AD/ART
partai tersebut mensyaratkan demikian. Namun, terlepas dari apa pun keputusan
Megawati, ke depan hingga pileg dan pilpres, Megawati dan PDIP akan tetap
jadi gadis cantik yang menjadi idaman tiap pria. Semoga yang terpilih adalah
pria yang visioner demi kemajuan bangsa dan negara semata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar