Selasa, 07 Januari 2014

Benarkah PKB Memusuhi Gus Dur?

                         Benarkah PKB Memusuhi Gus Dur?

M Mas’ud Adnan  ;   Alumnus Pesantren Tebuireng, Direktur Harian Bangsa,
Wakil Ketua DPW PKB Jatim
JAWA POS,  03 Januari 2014
                                                                                                                        


TULISAN Ahmad Zainul Hamdi berjudul Gus Dur, PKB, dan Raja Dangdut (Jawa Pos, 30 Desember 2013) cukup menarik. Sayangnya, tulisan tersebut hanya mengungkap ''kulit luar'', tidak menyentuh substansi kasus PKB yang sebenarnya. Saya memaklumi karena Ahmad Zainul Hamdi menulis berdasar hasil pengamatan dari luar sehingga akar persoalan konflik PKB tidak terungkap. Akibatnya, muncul vonis bahwa PKB bermusuhan dengan Gus Dur. Itulah yang kemudian terekam dalam benak sebagian publik hingga sekarang. 

Secara hukum dan politik, PKB memang pernah terbelah dua yang kemudian menjelma dalam muktamar Parung dan Ancol. Persoalannya, siapa aktor pemecah belah PKB sehingga sukses membenturkan Gus Dur dengan para kader sendiri yang notabene adalah elite PKB dan kader NU?

Pada 2007, media ramai memberitakan seseorang bernama SHW yang tiba-tiba menjadi king maker di PKB. SHW itulah yang pertama memanggil teman-teman pengurus DPW dan DPC PKB ke Jakarta. Mereka ditanya apakah punya komitmen berjuang bersama Gus Dur atau tidak. Mereka menjawab ya (meski dalam hati tertawa karena mereka jauh lebih dulu mengenal Gus Dur ketimbang dia). Yang mengejutkan, dia mengajak teman-teman DPW dan DPC PKB untuk melengserkan A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dari ketua umum DPP PKB. 

Respons DPW dan DPC beragam. Ada yang mengiyakan, ada pula yang menolak. Yang menolak beralasan, skenario tersebut justru merusak citra PKB karena saat itu PKB baru saja selesai berkonflik. Harus kita akui, SHW sangat lihai memanfaatkan pengaruh dan mengatasnamakan Gus Dur. Akibatnya, posisi dia semakin kuat dan ditakuti di PKB. Bahkan, Gus Dur sempat memasukkannya ke dalam struktur PKB sebagai salah seorang anggota dewan syura.

Praktis, posisi Muhaimin Iskandar sekarat. Secara de jure, Muhaimin memang ketua umum DPP PKB. Tapi, secara de facto, kebijakan PKB dijalankan SHW. Bahkan, SHW tinggal mendepak Muhaimin lewat SK pemberhentian saja dan Muhaimin akan terjungkal. 

Berkali-kali Cak Imin mengontak saya tentang posisinya yang sudah di ujung tanduk. Cak Imin selalu berpesan agar kader PKB hati-hati supaya tidak mengalami nasib seperti dirinya. Cak Imin juga berpesan agar jangan sampai menyerang Gus Dur karena kader PKB sejatinya tidak berposisi berhadapan dengan Gus Dur.

Beberapa hari kemudian, muncul ide untuk menggugat. Itulah situasi paling dilematis. Pada satu sisi, gugatan harus dijalankan untuk menyelamatkan PKB dari kangkangan SHW. Pada sisi lain, gugatan itu harus ditujukan kepada Gus Dur karena menjadi objek hukum.

Saat itulah saya dipanggil Lily Wahid agar menandatangani gugatan kepada Gus Dur. Saya tentu saja menolak. Sebab, pertama, saya adalah orang Madura yang secara agama dan kultural sangat tawaduk kepada kiai. Kedua, saya alumnus Tebuireng, pesantren yang didirikan Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, kakek Gus Dur. Otomatis, Gus Dur adalah guru dan kiai saya. Mana mungkin saya menggugat kiai saya sendiri? Apalagi secara geneologi keilmuan saya nyambung ke Gus Dur. Sebab, selain saya santri Tebuireng, secara keilmuan hati dan otak saya terbuka karena pemikiran Gus Dur dan ayahnya, KH Wahid Hasyim, serta kakeknya, Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari.

Di pengadilan, kader PKB di bawah Cak Imin menang. Sementara itu, petualangan politik SHW di PKB terhenti setelah dipenjara karena terlibat pembunuhan Nasrudin Zulkarnain dalam kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar. 

Dari kronologi peristiwa itu, bisa kita lihat, Gus Dur maupun kader PKB yang kini di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar sejatinya adalah korban rekayasa orang luar yang sukses masuk ke dalam struktur PKB. Jadi, harus dipilah mana kader PKB yang pernah berkhianat kepada Gus Dur dan mana kader PKB yang setia kepada Gus Dur serta istiqamah di PKB, namun menjadi korban rekayasa politik sehingga distigma bermusuhan dengan Gus Dur. 

Juga, harus kita cermati munculnya sekelompok orang yang mengklaim sebagai Gusdurian, tapi sebenarnya dia pandai menyembunyikan sejarah buruknya yang pernah berkhianat dan mencaci Gus Dur. Semoga kita sebagai kader NU bisa berpolitik secara santun dan elegan sesuai doktrin ahlusunah waljamaah. Wallahua'lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar