Anas,
Bernyanyilah!
Sumaryoto Padmodiningrat ; Anggota DPR
|
SUARA
MERDEKA, 15 Januari 2014
SETELAH terjadi tarik-ulur, akhirnya Anas
Urbaningrum memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
diperiksa sebagai tersangka gratifikasi proyek Hambalang, Jumat (10/ 1/2014),
dan langsung ditahan. KPK tak perlu menjemput paksa, dan sikap kesatria
mantan ketua umum Partai Demokrat itu patut diapresiasi.
Penahanan Anas adalah
Jumat keramat bagi KPK untuk kali ke sekian, setelah sejumlah tersangka
korupsi lain ditahan pada hari Jumat, seperti Soemarmo HS, Murdoko,
Zulkarnaen Djabar, Angelina Sondakh, Aat Syafaat, Miranda S Goeltom, Fahd El
Fouz, Budi Mulya, dan Ratu Atut Chosiyah.
Namun berbeda dari para tersangka lain,
dalam Jumat keramat itu, Anas menyampaikan ucapan terima kasih atas
penahanannya bagi sejumlah pihak, termasuk Ketua KPK Abraham Samad, penyidik
KPK. Yang paling menggetarkan adalah buat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), yang disebutnya kado tahun baru 2014 bagi SBY.
Berbeda pula dari para tersangka lainnya,
di antara keriuhan wartawan di halaman gedung KPK, ada oknum tak bertanggung
jawab yang melemparkan telur ke arah kepala Anas. Ini patut disesalkan karena
KPK berarti gagal melindungi tersangka dari aksi kriminal pihak-pihak
tertentu. Sistem pengamanan di KPK perlu dievaluasi.
Lalu ada apa dengan SBY? Apakah Anas akan
menggunakan penahanannya oleh KPK sebagai lembaran baru seperti pernah ia
janjikan seusai mundur dari ketua umum Partai Demokrat pada 23 Februari 2013
atau sehari setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka? Apakah dengan lembaran
baru itu akan terbuka sebuah kotak pandora?
Kepalang
Basah
Melalui ucapan terima
kasihnya, tampaknya Anas ingin memberikan pesan bahwa yang harus diwaspadai
adalah Abraham Samad dan penyidik KPK yang mengkriminalisasikan dia, dan
bagaimana hubungan mereka dengan Istana, serta keluarga Cikeas yang juga
diduga terlibat kasus Hambalang.
Bersama Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja,
3 April 2013, Abraham divonis bersalah melanggar kode etik oleh Komite Etik
KPK terkait bocornya draf Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Anas. Pelaku
pembocornya adalah Wiwin Suwandi, Sekretaris Abraham. Yang masih menyisakan tanda tanya adalah Abraham tak mau Bcackberry
Messanger-nya dikloning. Maka nuansa politis penetapan Anas sebagai tersangka
tak bisa dielakkan, dan diduga ada benang merah dengan permintaan SBY agar
KPK segera memperjelas status Anas.
Sampai masuk ruang tahanan,
Anas tak yakin kasusnya tidak bernuansa politik. Makanya ia tak mau
menandatangani surat perintah penahanannya. Ia juga mendesak
agar orang-orang dari pihak rivalnya dalam kongres Partai Demokrat di Bandung
2010 juga diperiksa KPK, termasuk Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Sudah kepalang basah, akankah
Anas mengikuti jejak M Nazaruddin? Berkat ”nyanyian” mantan bendahara
umum Partai Demokrat itulah, Angelina Sondakh, Andi Alifian Mallarangeng, dan
Anas masuk penjara. Maka bernyanyilah, Anas! Anda tak sendirian.
Sangat disayangkan bila Anda tahu ada kotak
pandora tapi tidak mau membukanya. Bukan hanya dalam kasus Hambalang,
melainkan juga kasus lain yang diduga melibatkan Anda, yang oleh karena itu
KPK dalam surat panggilannya menulis ’’tersangka
gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya’’.
Seperti diberitakan, penyidik KPK menemukan
kasus lain saat mengusut perkara
dugaan korupsi proyek Hambalang. Kasus
tersebut berkaitan dengan korupsi di proyek bagian kesehatan di Bandung dan
pendidikan di Jawa Timur.
Dinilai
Berjasa
Anas perlu bersiap menjadi justice collaborator dengan membuka
kotak pandora dan bekerja sama dengan KPK mengungkap pihak-pihak lain yang
diduga terlibat dalam kasus Hambalang dan kasus lainnya. Anas juga perlu
segera mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) bila merasa keselamatannya terancam saat akan membuka kotak
pandora. Selain akan meringankan hukumannya kelak, Anas juga akan dinilai
berjasa dalam membuka kasus korupsi sebagaimana Agus Condro Prayitno dalam
kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangi
Miranda S Goeltom tahun 2003.
Kalau mau melawan, lawanlah sekalian,
jangan setengah-setengah. Yen wani aja
wedi-wedi, yen wedi aja wani-wani. Pilihan ada di tangan Anas. Bangsa ini
sangat berkepentingan dengan kesediaan dan keberaniaan Anas membuka kotak
pandora demi keterbongkaran kasus korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebaliknya,
bila Anas tidak berani maka ancaman hendak membuka ’’lembaran baru’’ hanya
dianggap sebagai gertak sambal, sebagaimana sesumbar Anas siap digantung di
Monas bila terbukti korupsi serupiah pun dalam proyek Hambalang.
Apalagi KPK juga sudah menyatakan siap
memeriksa Ibas bila ada bukti yang disodorkan Anas. Soal
bukti, seharusnya menjadi tugas KPK menemukannya. Anas cukup memberikan petunjuk atau indikator kepada
KPK. Bukankah selama ini yang menemukan alat bukti sampai kemudian seseorang
ditetapkan sebagai tersangka adalah KPK, bukan
semata-mata saksi?
Penuntasan kasus Hambalang sampai ke akar-akarnya,
tidak tebang pilih, akan menjadi jawaban atas pertanyaan apakah penetapan
Anas sebagai tersangka itu bernuansa politik atau tidak. Apakah KPK bisa
dikendalikan atau diintervensi oleh kekuasaan atau tidak. Maka, sekali lagi,
bernyanyilah Anas supaya KPK menindaklanjutinya, sebagaimana Nazaruddin
bernyanyi yang berujung pada penahanan Anda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar