Kamis, 16 Januari 2014

Anas, Bernyanyilah!

Anas, Bernyanyilah!

Sumaryoto Padmodiningrat  ;  Anggota DPR
SUARA MERDEKA,  15 Januari 2014
                                                                                                                        


SETELAH terjadi tarik-ulur, akhirnya Anas Urbaningrum memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka gratifikasi proyek Hambalang, Jumat (10/ 1/2014), dan langsung ditahan. KPK tak perlu menjemput paksa, dan sikap kesatria mantan ketua umum Partai Demokrat itu patut diapresiasi. 

Penahanan Anas adalah Jumat keramat bagi KPK untuk kali ke sekian, setelah sejumlah tersangka korupsi lain ditahan pada hari Jumat, seperti Soemarmo HS, Murdoko, Zulkarnaen Djabar, Angelina Sondakh, Aat Syafaat, Miranda S Goeltom, Fahd El Fouz, Budi Mulya, dan Ratu Atut Chosiyah.

Namun berbeda dari para tersangka lain, dalam Jumat keramat itu, Anas menyampaikan ucapan terima kasih atas penahanannya bagi sejumlah pihak, termasuk Ketua KPK Abraham Samad, penyidik KPK. Yang paling menggetarkan adalah buat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang disebutnya kado tahun baru 2014 bagi SBY.

Berbeda pula dari para tersangka lainnya, di antara keriuhan wartawan di halaman gedung KPK, ada oknum tak bertanggung jawab yang melemparkan telur ke arah kepala Anas. Ini patut disesalkan karena KPK berarti gagal melindungi tersangka dari aksi kriminal pihak-pihak tertentu. Sistem pengamanan di KPK perlu dievaluasi.

Lalu ada apa dengan SBY? Apakah Anas akan menggunakan penahanannya oleh KPK sebagai lembaran baru seperti pernah ia janjikan seusai mundur dari ketua umum Partai Demokrat pada 23 Februari 2013 atau sehari setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka? Apakah dengan lembaran baru itu akan terbuka sebuah kotak pandora?

Kepalang Basah

Melalui ucapan terima kasihnya, tampaknya Anas ingin memberikan pesan bahwa yang harus diwaspadai adalah Abraham Samad dan penyidik KPK yang mengkriminalisasikan dia, dan bagaimana hubungan mereka dengan Istana, serta keluarga Cikeas yang juga diduga terlibat kasus Hambalang.

Bersama Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, 3 April 2013, Abraham divonis bersalah melanggar kode etik oleh Komite Etik KPK terkait bocornya draf Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Anas. Pelaku pembocornya adalah Wiwin Suwandi, Sekretaris Abraham. Yang masih menyisakan tanda tanya adalah Abraham tak mau Bcackberry Messanger-nya dikloning. Maka nuansa politis penetapan Anas sebagai tersangka tak bisa dielakkan, dan diduga ada benang merah dengan permintaan SBY agar KPK segera memperjelas status Anas.

Sampai masuk ruang tahanan, Anas tak yakin kasusnya tidak bernuansa politik. Makanya ia tak mau menandatangani surat perintah penahanannya. Ia juga mendesak agar orang-orang dari pihak rivalnya dalam kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 juga diperiksa KPK, termasuk Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Sudah kepalang basah, akankah Anas mengikuti jejak M Nazaruddin? Berkat ”nyanyian”  mantan bendahara umum Partai Demokrat itulah, Angelina Sondakh, Andi Alifian Mallarangeng, dan Anas masuk penjara. Maka bernyanyilah, Anas! Anda tak sendirian.

Sangat disayangkan bila Anda tahu ada kotak pandora tapi tidak mau membukanya. Bukan hanya dalam kasus Hambalang, melainkan juga kasus lain yang diduga melibatkan Anda, yang oleh karena itu KPK dalam surat panggilannya menulis ’’tersangka gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya’’.

Seperti diberitakan, penyidik KPK menemukan kasus lain saat mengusut perkara 
dugaan korupsi proyek Hambalang. Kasus tersebut berkaitan dengan korupsi di proyek bagian kesehatan di Bandung dan pendidikan di Jawa Timur.

Dinilai Berjasa

Anas perlu bersiap menjadi justice collaborator dengan membuka kotak pandora dan bekerja sama dengan KPK mengungkap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus Hambalang dan kasus lainnya. Anas juga perlu segera mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bila merasa keselamatannya terancam saat akan membuka kotak pandora. Selain akan meringankan hukumannya kelak, Anas juga akan dinilai berjasa dalam membuka kasus korupsi sebagaimana Agus Condro Prayitno dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangi Miranda S Goeltom tahun 2003.

Kalau mau melawan, lawanlah sekalian, jangan setengah-setengah. Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja wani-wani. Pilihan ada di tangan Anas. Bangsa ini sangat berkepentingan dengan kesediaan dan keberaniaan Anas membuka kotak pandora demi keterbongkaran kasus korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebaliknya, bila Anas tidak berani maka ancaman hendak membuka ’’lembaran baru’’ hanya dianggap sebagai gertak sambal, sebagaimana sesumbar Anas siap digantung di Monas bila terbukti korupsi serupiah pun dalam proyek Hambalang.

Apalagi KPK juga sudah menyatakan siap memeriksa Ibas bila ada bukti yang disodorkan Anas. Soal bukti, seharusnya menjadi tugas KPK menemukannya. Anas cukup memberikan petunjuk atau indikator kepada KPK. Bukankah selama ini yang menemukan alat bukti sampai kemudian seseorang ditetapkan sebagai tersangka adalah KPK, bukan semata-mata saksi?

Penuntasan kasus Hambalang sampai ke akar-akarnya, tidak tebang pilih, akan menjadi jawaban atas pertanyaan apakah penetapan Anas sebagai tersangka itu bernuansa politik atau tidak. Apakah KPK bisa dikendalikan atau diintervensi oleh kekuasaan atau tidak. Maka, sekali lagi, bernyanyilah Anas supaya KPK menindaklanjutinya, sebagaimana Nazaruddin bernyanyi yang berujung pada penahanan Anda. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar