Sabtu, 18 Januari 2014

Adopsi Sistem Pendidikan Jepang

Adopsi Sistem Pendidikan Jepang

Bambang Triatmojo  ;  Guru Besar Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
KOMPAS,  17 Januari 2014
                                                                                                                        


Semakin hari kualitas bangsa ini semakin menurun. Seorang siswa berangkat ke sekolah bukannya membawa perlengkapan sekolah, melainkan air keras yang kemudian disiramkan ke penumpang bus. Kelakuan yang tidak masuk akal sehat. Mengapa remaja kita berlaku demikian? Adakah yang salah dengan sistem pendidikan kita?

Dalam 30 tahun terakhir, pemerintah telah lima kali mengganti kurikulum. Setiap terjadi perubahan disebutkan bahwa kurikulum terbaru lebih baik.
Namun, kenyataannya, dalam beberapa tahun terakhir, akhlak, moral, karakter, perilaku, dan nasionalisme bangsa ini semakin tergerus.

Kualitas pendidikan selalu berada di peringkat bawah dibandingkan dengan negara-negara lain. Kalau sudah berkali-kali kurikulum disempurnakan, sementara hasilnya tidak signifikan, mestinya ada yang salah dengan kurikulum tersebut.

Perilaku pelajar sangat memprihatinkan dengan banyaknya tawuran, kekerasan, merokok, membolos, melakukan perbuatan asusila, tindak kriminal, menonton video porno, seks bebas, narkoba, dan berbagai tindakan tidak terpuji lainnya.

Kalau sudah begitu, siapakah yang salah? Pelajar, orangtua, guru, lingkungan, ataukah pemerintah?

Kita tidak bisa semata-mata menyalahkan pelajar karena mereka adalah produk dari sistem pendidikan dan lingkungan yang kita ciptakan.

Bagaimana membuat ajaran guru dan orangtua, yakni kejujuran, keadilan, kesederhanaan, sikap tenggang rasa, kesetiaan, satunya kata dan perbuatan, terus dipraktikkan anak hingga akhir hayatnya?

Mengapa kita tidak meniru saja sistem pendidikan Jepang yang jelas-jelas telah menghasilkan bangsa yang berkualitas, bermoral, dan berkepribadian?
Tentu saja dengan tanpa meninggalkan muatan lokal sesuai dengan kepribadian bangsa, seperti agama dan Pancasila.

Riwayat Jepang

Jepang telah berhasil membangun sistem pendidikan nasional yang membawa bangsa tersebut keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan menjadi bangsa yang sangat maju, bermoral, dan tetap menjunjung tinggi budaya.

Sebelum Restorasi Meiji, Jepang diperintah oleh diktator militer Soghun Tokugawa yang mengisolasi diri dari pengaruh asing. Rakyat hidup dalam ketertindasan, kemiskinan, dan kelaparan.

Pada masa itu, pendidikan merupakan pendidikan untuk samurai, petani, tukang, dan pedagang. Pendidikan dilaksanakan di kuil dengan bimbingan para pendeta.
Setelah Restorasi Meiji, Jepang mengadopsi pendidikan Barat dan melakukan modernisasi di berbagai bidang.

Pelajar yang berpotensi dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Begitu selesai pendidikan, mereka kembali untuk membangun negara. Berbagai macam buku Barat diterjemahkan dan diterbitkan. Lebih dari 3.000 orang Eropa dan Amerika didatangkan sebagai tenaga pengajar.

Jepang melakukan westernisasi berbagai bidang, termasuk teknologi, sosial, ekonomi, budaya, militer, konstitusi, dan bahkan cara berpakaian dan model rambut.
Hanya dalam waktu sekitar 30 tahun, Jepang berubah menjadi negara modern dan maju; sejajar dengan bangsa Barat.

Bagaimana dengan Indonesia? Kalau Jepang bisa maju karena mereka meniru sistem pendidikan Barat, kenapa kita tidak mengikuti jejaknya? Apakah tidak sebaiknya kita meniru sistem pendidikan Jepang yang telah secara nyata menjadikan negara tersebut sangat hebat?

Tujuan pendidikan Jepang serupa dengan tujuan pendidikan kita. Namun, cara pengajarannya sedemikian baik sehingga tujuan tercapai.

Kirim orang-orang terbaik untuk mempelajari sistem pendidikan Jepang dalam mendidik anak-anak TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi, dan kemudian menerapkannya di Indonesia.

Perhatian terutama pada metode dan kurikulum untuk menjadikan para peserta didik 
manusia yang berkarakter, jujur, pekerja keras, berjiwa ksatria, hormat kepada yang lebih tua, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi kode etik dan tata karma.

Mulai segera

Kurikulum 2013 telah diberlakukan di Indonesia. Akankah kita menunggu lima tahun lagi untuk mengevaluasi berhasil atau tidaknya?

Kalau itu yang dilakukan, celakalah bangsa ini jika ternyata kurikulum tersebut tidak lebih baik. Padahal, sebenarnya kita tidak perlu mengubah banyak, cukup menyesuaikan silabus dan cara pengajarannya.

Misalnya saja, untuk menghindari kenakalan remaja, kegiatan belajar-mengajar di SMP dan SMA dilaksanakan secara menerus sampai sore hari dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler.

Kita perlu meniru bagaimana para guru di Jepang memberikan pendidikan moral secara berkelanjutan di setiap jenjang kelas dan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan mata pelajaran lainnya.

Untuk memahami teori yang diajarkan, para peserta didik melakukan berbagai eksperimen dan pengamatan.

Mereka juga diajar untuk melakukan kegiatan secara berkelompok untuk membangun kerja sama, toleransi, dan saling membantu. Berbeda dengan kita yang lebih banyak memberikan tugas secara individual dan berkompetisi antarsiswa.

Bangsa Jepang terkenal dengan kerja sama tim yang sangat baik. Ada yang mengatakan bahwa satu profesor Amerika lebih hebat daripada satu profesor Jepang, tetapi sepuluh profesor Jepang lebih hebat daripada sepuluh profesor Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar