Kamis, 21 November 2013

Sido Muncul Go Public

Sido Muncul Go Public
Rhenald Kasali Guru Besar FEUI; Pendiri Rumah Perubahan
JAWA POS,  21 November 2013



HARIAN The Wall Street Journal kemarin menurunkan berita tentang Sido Muncul yang melakukan penawaran perdana atas 10 persen sahamnya. ''Ini adalah perusahaan obat-obatan herbal pertama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,'' tulis The Wall Street Journal. 

Di dalam ball room 2 Hotel Ritz-Carlton-Pacific Place Jakarta, Senin (18/11), saya menyaksikan kerumunan yang tidak biasa Seorang investor dari BCA mengatakan, ''Ini IPO teramai yang pernah saya lihat tahun ini.'' 

Hanya, saat press conference terlihat kurang rapi. Tampaknya, Sido Muncul atau pihak underwriter kurang mempersiapkannya dengan baik. 

Tetapi, secara keseluruhan, acara tersebut terbilang ramai. Investor menaruh harapan besar. Sebanyak 1,5 miliar lembar saham ditawarkan dengan harga awal Rp 540-Rp 660 per lembar untuk mendapatkan dana ekspansi Rp 1,5 triliun pada akhir tahun ini.

Saham Itu Intangibles 

Di luar ruangan, seorang tamu mendiskusikan harga perdana yang ditawarkan. Yang satu membandingkan antara nilai aset dengan harga saham dan menyatakan harga itu ketinggian. Tetapi, seorang investor lainnya geleng-geleng kepala menyatakan sebaliknya. Orang lain menyatakan harga itu masih murah atau terlalu murah. Inilah persepsi.

Layaknya harga saham perdana, investor selalu punya pandangan yang berbeda-beda, bergantung pada persepsi masing-masing.

Namun, sebagai orang yang pernah menjadi endorser salah satu produk Sido Muncul pada zaman sulit, saya sedikit mengerti kekuatan Sido Muncul. Dan tentu saja kelemahan-kelemahan serta ancaman-ancaman yang dihadapinya. Yang terakhir itu sudah sering saya sampaikan kepada Irwan Hidayat, CEO Sido Muncul. Dan saya kira, IPO tersebut adalah salah satu jawabannya dari sekitar 5 tahun pergulatan yang dia pikirkan.

Menurut hemat saya, kekuatan Sido Muncul ada pada harta-harta tidak terlihatnya, yang dalam manajemen disebut intangibles. Sayangnya, hampir semua analis terfokus pada analisis aset tangible dengan menghitung segala sesuatu yang ''tampak'' pada laporan-laporan keuangan. Padahal, intangibles itu tidak pernah tampak dalam neraca keuangan, laporan rugi laba, cash flow, maupun business plan. 

Intangibles pulalah yang menentukan harga saham, yang membedakan ''nilai buku'' (book value) dengan ''nilai pasar'' (market value). Intangibles itulah pembentuk persepsi. Sebab, intangibles adalah segala sesuatu yang melekat pada manusia yang tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa diperoleh dalam tempo sekejap. Namun, sekali didapat, ia bisa diekspansi dan diperluas. 

Brand image, customers loyalty, distributors loyalty, trust, skill, corporate culture, innovation, entrepreneurship, knowledge, patent, dan sebagainya adalah intangibles. Jadi, itulah yang membuat sebuah usaha tidak bisa direplikasi begitu saja. Sido Muncul ada sejak 1940-an dengan pengetahuan yang terakumulasi dalam sebuah proses yang melekat internal dan eksternal.

Kembali ke Sido Muncul, saya ingin mengajak Anda melihat lebih dari sekadar data. Tengoklah betapa kuatnya hubungan yang dimiliki dengan para stakeholder-nya saat ia menggelar mudik Lebaran untuk para pengecer jamu. Selain pionir, ia menjadi pelaku mudik Lebaran yang paling besar dan paling dihormati.

Penyelenggaraannya rapi, dilepas pejabat-pejabat publik terkemuka dan dihadiri puluhan endorser-nya yang menjadi bintang iklan dua produk unggulannya: Tolak Angin dan Kuku Bima.

Harap maklum, tidak banyak produk yang secara aktif membuat iklan yang setiap 3-6 bulan diperbarui. Selain ditaburi selebriti, iklan-iklan Sido Muncul didukung talent yang beragam, mulai akademisi, pengusaha, menteri, dan budayawan.

Perhatikanlah bagaimana pesaing-pesaingnya berupaya ''mencantelkan'' brand-nya dengan tema-tema yang dibuat Sido Muncul. Lihat saja tema orang pintar yang terus diikuti pendatang-pendatang baru. Namun, sebagai penabuh genderang, ia sama sekali tidak terganggu tiupan seruling dari pencantel-pencantel merek itu.

Dengan hubungan antaranggota keluarga yang kompak, Sido Muncul keluar sebagai pemenang. Ia jauh mengungguli produsen-produsen jamu yang jaya pada era sebelumnya. Dulu kita mendengar Jamu Jago, lalu disalip Nyonya Meneer sampai keluarga itu terpecah dua, lantas muncullah Air Mancur. Tetapi, mereka tidak bertahan lama. Jadi, andaikan keluarga Sido Muncul ikut pecah, hampir pasti nasibnya pun akan serupa. Apalagi kalau intangibles-nya lemah.

Jadi, go public jelas merupakan salah satu jalan untuk mengatasi masalah kemungkinan pudarnya usaha karena keributan dalam usaha keluarga (family business). Sebab, mereka yang tidak bisa bersatu memiliki kemudahan untuk keluar dengan melepas saham-sahamnya ke publik. Go public bagi family business yang berhasil juga merupakan alat untuk ''menjual'' intangibles yang selama ini tak dihargai, tak terlihat, dan tak diperdagangkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar