Sabtu, 23 November 2013

Menggarap PR Terberat Ical

Menggarap PR Terberat Ical
FS Swantoro  ;   Peneliti dari Soegeng Sarjadi Syndicate Jakarta
SUARA MERDEKA,  21 November 2013



“Golkar perlu mematangkan konsolidasi pemenangan pemilu mengingat bila salah langkah, kalah dari PDIP”

RAPIMNAS V Partai Golkar di Jakarta pada 21-23 November 2013 akan menjadi pembekalan terakhir kader untuk menyongsong Pemilu 2014. Keberhasilan partai itu meraih suara dalam Pemilu 2014 akan dipengaruhi sukses tidaknya penyelenggaraan rapat para elite partai tersebut. Ibarat timbangan, jika ditekan yang satu, yang lain terasa akibatnya.  

Forum itu akan diikuti sekitar 800 elite partai, meliputi fungsionaris DPP, unsur DPD provinsi, dewan pertimbangan DPP, anggota fraksi DPR, pimpinan ormas sayap pendukung, dan peninjau. Materi utamanya meliputi penguatan organisasi dan kaderisasi, pemenangan Pemilu 2014, visi Indonesia 2045, dan pernyataan politik. Kegiatan itu dipastikan tak akan membahas pencalonan Aburizal Bakrie sebagai presiden 2014. Lantas, bagaimana posisi Golkar pada pemilu dan pencapresan Ical tahun depan?

Dari 12 partai yang berlaga pada Pemilu 2014, Golkar partai paling tua, 49 tahun. Usia hampir setengah abad itu tentu memberi keuntungan tersendiri dibanding partai lain yang lebih muda. Meski terpuruk pada Pemilu a1999 dan nyaris ’’dibubarkan’’, partai itu berhasil bangkit menjadi Golkar baru, dan dinakhodai Akbar Tandjung bisa memenangi Pemilu 2004, .

Pada era Orde Baru, sejak di bawah kepemimpinan Amir Murtono, Soedharmono, Wahono, hingga Harmoko, partai berlambang pohon beringin ini menempatkan diri sebagai mayoritas tunggal. Dari Pemilu 1971 hingga 1997, selalu menang dengan kisaran suara 62-73%.
Tapi pada Pemilu 1999, pemilu pertama era reformasi, suara  merosot hanya 22,4%, dikalahkan PDIP 33,7%.

Pendulum kekuasaan bergeser dari Golkar partai hegemonik yang berkuasa tiga dekade ke tangan PDIP, partai nasionalis berbasis massa marhaen. Selain Golkar dan PDIP, empat partai berbasis massa Islam lolos ke Senayan, yaitu PKB dengan meraih 12,6%, PPP 10,7%, PAN 7,12%, dan PBB 2,5%.

Dalam Pemilu 2004, Golkar menjadi pemenang meraih 21,6%, disusul PDIP 18,5%, PKB 10,6%, PPP 8,2%, Demokrat 7,5%, PKS 7,3%, PAN 6,4%, Partai Bintang Reformasi (PBR) 2,4%, Partai Damai Sejahtera (PDS) 2,1%, dan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) 1,2%. Itulah potret partai penghuni Senayan hasil pemilu kedua era reformasi 2004.
Pemilu 2009 diikuti 38 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh, Partai Demokrat (PD) bikin kejutan besar meraih 20,8%, disusul Golkar 14,4%, PDIP 14%, PKS 7,8%, PAN 6%, PPP 5,3%, PKB 4,9%, Gerindra 4,5%, dan Hanura 3,8%. Ada 9 partai yang lolos ke Senayan hasil Pemilu 2009.

Secara nominal, suara Golkar turun 7,2% dibanding Pemilu 2004. Itu disebabkan karena banyaknya irisan Partai Golkar, seperti Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Karya Pembangunan, Partai Demokrat, Hanura, Gerindra, dan kini Nasdem. Bagaimana untuk Pemilu 2014, akankah Golkar keluar sebagai pemenang?

Etnis Jawa

Posisi Golkar dilihat dari hasil survei beberapa lembaga, masih naik turun bersaing ketat dengan PDIP, sementara Gerindra bersaing ketat dengan Demokrat. Untuk empat besar partai, hasil survei Kompas (27/8/2013), menempatkan PDIP meraih 23,6%, Golkar 16%, Gerindra 13,6%, dan Partai Demokrat 10,1%.

Survei LIPI (27/6/13) menempatkan PDIP dengan 14,9%, Golkar 14,5%,  Demokrat 11,1%, dan Gerindra 7,4%. Adapun survei CSIS (26/5/13) Golkar meraih 13,2%, PDIP 12,7%, Gerindra 7,3%, dan Demokrat 7,1%. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (3/11/13) Golkar meraih 20,4%, PDIP 18,7%, Demokrat 9,8%, dan Gerindra 6,6%.

Hasil survei itu memperlihatkan ruang kontestasi PDIP dengan Golkar untuk posisi pertama dan kedua. Posisi ketiga dan keempat diperebutkan oleh Demokrat dan Gerindra.

Bila Golkar ingin mendulang banyak suara, Ical yang sudah dicalonkan dalam Pilpres 2014 butuh sosok pendongkrak suara yang bisa meningkatkan elektabilitasnya. Idealnya dari etnis Jawa mengingat elektabilitas Aburizal relatif kuat di luar Jawa.

Golkar juga berpengalaman mengatur konflik dan pengelolaan strategi pemenangan pemilu. Karena itu, tantangan Pemilu dan Pilpres 2014 menjadi faktor pendorong elite bekerja keras meraih kemenangan. Kader partai itu berpengalaman dalam berpolitik. Kaderisasi pada masa lalu seperti karakterdes, membekas hingga sekarang.

Friksi dalam pada Rapimnas V bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Problemnya, skandal korupsi Akil Mochtar yang kemungkinan menyeret Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adik iparnya, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, bisa memelorotkan suara Golkar di Banten. Padahal Banten lumbung suara Golkar di Jawa, dan Ratu Atut adalah pendulang suara. 

Untuk itu, Golkar perlu mematangkan konsolidasi pemenangan Pemilu 2014 mengingat bila  salah langkah bisa kalah dari PDIP. Tak cukup hanya siap strategi, tapi butuh konsep matang, kader yang diinginkan rakyat, siap dana, dan kader siap all out. Khusus untuk pemenangan pemilu, Golkar harus komit memperjuangkan keadilan dan kemakmuran rakyat supaya dipercaya mengelola negara. Syarat itu berat dan bukan jaminan Golkar mampu meraih kemenangan Pemilu 2014 tapi itulah PR terberat Ical untuk maju dalam Pilpres 2014. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar