Sabtu, 23 November 2013

Klakson

Klakson
Irfan Budiman  ;   Wartawan Tempo
TEMPO.CO,  22 November 2013
  


Ketika klakson tak berfungsi, kita pun mati gaya. Sama gawatnya ketika kita diserang sariawan: sulit berhubungan alias berkata-kata dengan "dunia luar". 

Padahal kita tahu, jalan di Jakarta begitu ruwet dan sumpek. Selalu ada yang membuat kita terpaksa membunyikan klakson. Sedang asyik-asyik melenggang, tiba-tiba mikrolet berhenti untuk menurunkan atau mengambil penumpang, atau sepeda motor memotong tanpa memberi suatu tanda pun. Klakson ditekan, lumayan kekesalan yang telah lama menggumpal seakan mencair, lalu tersalurkan dengan bunyi klakson.

Jalan di Jakarta memang membuat stok kesabaran siapa saja terkuras habis. Saat itulah klakson menjadi mulut untuk menggerutu, mengumpat. Klakson juga tiba-tiba menjerit saat traffic light berganti warna dari merah ke hijau. Seketika itu, di perempatan jalan riuh pula dengan bunyi klakson yang bersahut-sahutan meminta kendaraan di depannya segera berjalan. Padahal pendar cahaya lampu merah masih terlihat.

Juga saat antre memasuki underpass atau flyover. Kendaraan di Jakarta berebut masuk ke kolong dengan harapan tidak kena macet. Padahal waktu yang ditempuh lewat underpass itu sama saja dengan melintasi jalan di sebelahnya yang memang pada ujungnya harus melewati lampu merah.

Tapi semua orang yang berada di balik kemudi berpikir sama. Akibatnya, mereka harus saling menunggu. Dan, lagi-lagi, klakson bersahutan karena tiba-tiba ada kendaraan lain yang menyelak berebut masuk.

Klakson, berasal dari kata bahasa Yunani kuno, yaitu "klazo", yang artinya menjerit. Dari bahasa itu pulalah bunyi trompet tersebut diadaptasi. Klakson sendiri awalnya adalah merek trompet mobil yang mulai dipakai di awal 1900, Klaxon. Merek ini jugalah yang masuk ke negeri ini dan menjadi kata ganti untuk bel mobil. Persis seperti kata odol-yang berasal dari merek, untuk pasta gigi.

Saat awal digunakan, klakson digunakan sebagai penanda kepada pengendara lain untuk waspada. Dalam peraturannya, membunyikan klakson dilakukan pada saat-saat yang diperlukan. Mengingatkan orang yang menyeberang agar hati-hati atau meminta jalan untuk melewati kendaraan di depannya.

Namun rupanya klakson yang letaknya hanya beberapa milimeter dari jemari bisa menyalak kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Bahkan kita tidak pernah tahu persis berapa kali dalam sehari klakson itu ditekan.

Sebentar lagi jalan-jalan Jakarta akan makin sumpek. Penyebabnya, low cost green car atau mobil murah. Sampai Rabu lalu, sebanyak 20 ribu mobil ini, menurut berita di koran ini, sudah laku terjual. Boleh jadi pemiliknya dia-dia juga karena tak pernah ada yang melarang seseorang memiliki kendaraan lebih dari satu.

Parahnya lagi, penjualan mobil-mobil ini mencapai 40 persen di kota-kota pinggiran Jakarta, yang tiap hari akan nyelonong ke Ibu Kota. Itu baru tambahan dari mobil murah yang tidak boleh memakai Premium. Belum lagi mobil-mobil lainnya.

Jalan-jalan Jakarta dan juga di pinggirnya akan makin padat dan merayap. Jalan-jalan di kota ini makin riuh dengan bunyi klakson. Karena mobil baru, biar pun murah, sudah pasti klaksonnya akan berfungsi dengan baik. Dan, pemilik mobil itu tentu tidak mau mati gaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar